“Kenapa kau yang makan makanannya Runa?”
“Uhuk!”
Felix yang sedang menghabiskan makanan yang Runa sisakan itu tersedak sampai terbatuk-batuk saat Bibi Lily menepuk punggungnya dan membuatnya terkejut.
“Padahal Bibi ingin membuatnya gemuk, tapi kenapa kau malah menghabiskan makanannya seperti ini?” tanya Bibi Lily sambil mendudukkan dirinya di hadapan Felix. “Nasinya kurang banyak, kan? Tambah lagi sana supaya kau kenyang.”
“Tidak apa-apa. Aku sudah makan tadi,” kata Felix sambil lanjut menyuapkan makanan yang sudah tinggal sedikit itu ke mulutnya. “Dan Runa itu memang tidak bisa makan banyak. Beri dia makan sedikit saja, nanti dia akan cepat lapar dan makan lagi.”
“Badannya itu seperti orang yang sakit, Bibi kan jadi khawatir,” keluh Bibi Lily sambil menghela napas. “Padahal sebelumnya kau dan Aiden sulit sekali datang ke sini, tapi sekarang karena Runa kalian jadi datang sendiri ke sini tanpa perlu diundang, uh?”
“Aku bukannya tidak mau, tapi memang sangat sibuk. Bibi tahu sendiri kan organisasi tidak akan bisa berjalan tanpaku,” kata Felix yang membuat Bibi Lily mencibirkan bibirnya.
Tapi dalam hati Bibi Lily membenarkan ucapan pria itu. Karena meski kelihatannya tidak melakukan apa-apa, namun organisasi mafia yang diketuai oleh Aiden ini memang sangat bergantung pada Felix karena pria itu lah yang mengendalikan seluruh masalah keuangan di organisasi‒yang tentu saja hal tersebut yang menjadi alasan mengapa Aiden tidak kunjung menembak kepalanya meski ia selalu mengkorupsi uang milik organisasi.
“Tapi mana Aiden? Kalian tidak datang bersama?”
Pertanyaan Bibi Lily membuat Felix menolehka kepalanya ke belakang, berusaha mencari keberadaan bosnya yang tadi datang ke tempat ini bersamanya. “Mungkin dia pergi untuk membuat masalah lain lagi di suatu tempat,” keluh Felix dengan disertai helaan napasnya yang membuat Bibi Lily terkekeh.
“Karena itu kau harus makan lebih banyak untuk bisa menyelesaikan semua masalah yang dibuatnya.” Bibi Lily berkata sambil beranjak dari duduknya. “Sebentar, Bibi akan ambilkan nasinya lagi untukmu.”
***
“Apa? Mau apa kau ke sini?” Harvie yang sebelumnya sedang bermain dengan 3 ekor anak kelinci miliknya itu langsung berubah sengit saat melihat kehadiran Runa di tempat itu. Membuat Runa yang tadinya ingin mendekat jadi mengurungkan niatnya karena Harvie kelihatan segalak itu padanya.
“Tidak mau apa-apa, tuh! Cuma mau berdiri di sini saja memangnya tidak boleh? Ini kan bukan rumahmu!” Runa membalas dengan tak kalah ketusnya, membuat Harvie mendengus padanya sebelum secara bersamaan mereka saling membuang muka.
Namun Runa hanya tahan sebentar karena kemudian kedua bola matanya bergerak melirik kelinci-kelinci kecil milik Harvie yang kelihatan sangat lucu. Membuatnya merasa sangat gemas dan ingin sekali ikut bermain dengan kelinci-kelinci itu.
“Anu...”
Harvie menolehkan kepalanya pada Runa saat mendengar suara gadis itu. Ia sengaja menunjukkan wajah cemberut karena tidak ingin beramah-tamah dengan Runa sementara gadis itu menunjukkan ekspresi polosnya saat bicara sambil menunjuk anak kelinci miliknya.
“Apa kau tahu jika kita kelinci dipegang bokongnya maka dia akan langsung tertidur?”
Harvie mengerutkan keningnya tidak percaya. “Mana mungkin bisa begitu? Kelincinya hanya akan tidur jika sudah mengantuk. Untuk apa dipegang-pegang bokongnya, uh?”
“Tapi itu benar. Begini...” Runa menghampiri Harvie dan ikut berjongkok di sebelah pemuda itu. Kemudian tanpa meminta izin lebih dulu, ia mengangkat seekor anak kelinci ke telapak tangannya dan membelai bokongnya dengan lembut. “Kalau dibelai seperti ini...”
Runa mengerjapkan kedua matanya, tidak dapat menyelesaikan ucapannya saat anak kelinci yang ada di telapak tangannya itu justru melompat turun. Ia menoleh ke sebelahnya dan mendapati Harvie yang menatapnya dengan tatapan yang tidak menyenangkan sambil mengerutkan keningnya.
“Ah, coba yang ini.” Tidak mau menyerah, Runa mengambil kelinci yang lain dan melakukan hal yang sama dengan sebelumnya. Mengusap-usap lembut b****g anak kelinci yang terasa sangat empuk dan menggemaskan itu dengan senyuman yang tanpa sadar terbentuk dari sepasang bibirnya. “Kalau dielus-elus dengan lembut seperti ini, nanti kelincinya akan...”
Ucapan Runa langsung terhenti begitu saja karena sama seperti sebelumnya anak kelinci itu melompat turun dan langsung meninggalkannya.
Runa menoleh ke arah Harvie, dengan tampang polosnya mengerjapkan kedua matanya saat mendapati pemuda itu menatapnya dengan tajam.
“Ah~ Yang tadi mengelusnya salah. Seharusnya dielus seperti‒”
“Sudah, sudah! Tidak usah!” Harvie langsung mengambil ketiga anak kelincinya sebelum tangan Runa sempat menyentuhnya dan memeluk ketiganya dengan erat agar Runa tidak bisa mengambilnya lagi.
“Kau bohong! Mana mungkin bisa menidurkan kelinci dengan mengelus bokongnya?” Harvie kembali bicara dengan sengit dan Runa yang tidak terima dirinya disebut pembohong membalas ucapan pemuda itu dengan meninggikan suaranya.
“Itu tidak bohong! Aku lihat videonya ada orang yang bisa menidurkan kelinci hanya dengan mengusap bokongnya!”
“Hanya orang pintar yang bisa begitu!”
“Jadi maksudnya aku tidak pintar?”
“Memangnya kau pintar!”
“Tentu saja aku pintar! Sini, biar kutunjukkan sekali lagi bagaimana caranya‒”
“Bukankah aku sudah memperingatkanmu untuk tidak jangan pernah mengganggu gadisku?”
Ucapan Runa terhenti karena ada suara lain yang menyelanya. Runa dan Harvie menolehkan kepala secara bersamaan ke asal suara tersebut dan kedua mata Runa langsung berbinar senang saat melihat Aiden yang kini berjalan mendekat padanya.
Iya, Runa kelihatan senang sekali karena kedatangan Aiden dan juga karena mendengar pria itu kembali menyebut dirinya sebagai ‘gadisku’.
Gadisku.
Gadis milik Aiden.
Runa sendiri bahkan tidak mengerti mengapa ia bisa merasa seperti menjadi orang paling istimewa di seluruh alam semesta saat ia mendengar Aiden menyebutnya dengan kata itu.
Gadisku.
“Apa dia mengganggumu lagi?”
Runa mengerjapkan kedua matanya. Tersadar dari lamunannya karena suara Aiden yang kini sudah berdiri di sebelahnya. Gadis itu membuka mulutnya, hendak menjawab pertanyaan Aiden saat Harvie justru mendahuluinya.
“Kakakku ada di rumah,” kata Harvie sambil menatap Aiden dengan tatapan menantang yang kelihatan tidak tahu diri. “Jika kau macam-macam padaku dan aku berteriak dari sini Kakak pasti akan bisa mendengar suaraku.”
Aiden hanya melirik Harvie sekilas sebelum memusatkan perhatiannya pada Runa. “Kau ingin main kelinci?”
“Iya, aku ingin pegang sebentar,” kata Runa dengan wajah cemberut.
“Dia ingin menidurkan kelinciku! Padahal aku ingin main dengan kelinciku, kenapa dia malah sibuk ingin menidurkannya?” gerutu Harvie. Namun baik Aiden maupun Runa sama sekali tidak menghiraukannya.
“Kau mau kubelikan kelinci sendiri? Aku tahu tempat di mana kita bisa mendapatkan‒”
“Tidak, tidak!” Runa buru-buru menyela ucapan Aiden sebelum pria itu menjabarkan ide untuk membelikannya kelinci. Setelah membelikannya banyak sekali es krim, memborong donat dengan meses warna-warni, membelikannya daster seperti punya Bibi Lily, dan membawanya untuk beli mansion, Runa sadar jika ia tidak bisa mengatakan tentang keinginannya dengan sembarang di depan Aiden.
Karena jika sekarang Runa berkata dirinya ingin dibelikan kelinci, Aiden bisa saja membelikan satu peternakan kelinci untuknya meski sebenarnya yang ia butuhkan saat ini hanyalah seekor kelinci untuk diuyel-uyel.
“Aku hanya ingin pegang kelinci sebentar saja. Tidak usah membelikanku kelinci. Aku tidak ingin merawatnya,” kata Runa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menghilangkan bayangan tentang dirinya yang terjebak di dalam kandang besar yang dipenuhi kelinci.
“Kalau begitu kau bisa‒”
“Tidak bisa!” Kali ini Harvie yang menyela ucapan Aiden sambil memeluk ketiga kelincinya dengan lebih erat tanpa mempedulikan kelinci-kelinci mungil yang malang itu berusaha keras untuk membebaskan diri darinya. “Ini kelinciku dan aku tidak akan membiarkan siapapun untuk menyentuhnya!”
“Kenapa nadamu tinggi begitu padaku, Bocah?” Aiden berkata tidak terima karena Harvie memperlakukannya dengan sangat ketus padahal dirinya biasa saja dengan anak itu.
“Apanya yang ketus? Aku memang selalu seperti ini!” Harvie membantah dengan nada yang justru jadi semakin ketus. “Aku akan melindungi kelinciku dari tangan orang jahat seperti kalian.”
Aiden memiringkan kepalanya dengan kedua matanya yang menatap tajam pada Harvie yang jelas sedang menantangnya dengan apa yang pemuda itu ucapkan padanya.
“Tarik kata-katamu, Bocah.” Aiden masih bicara dengan suara beratnya yang pelan, namun ancaman yang tersirat dalam ucapannya itu sebenarnya sudah cukup menciutkan nyali Harvie. “Kalian siapa yang kau sebut orang jahat?”
“Tentu saja kalian berdua! Mafia itu orang jahat, kan! Memangnya kalian tidak jahat, uh?” Namun bukan Harvie namanya jika mau jadi anak manis yang penurut. Lihatlah bagaimana sekarang ia kembali menantang Aiden dengan meninggikan suaranya lagi.
“Hanya aku yang mafia dan orang jahat di sini, jadi jangan‒”
“Tapi Tuan bukan orang jahat!” Runa menyela ucapan Aiden, terdengar tak terima dengan apa yang pria itu katakan tentang dirinya sendiri.
Aiden menoleh pada Runa, sebenarnya agak terkejur mendengar pembelaan gadis itu. Namun seolah ia telah melukai perasaan gadis itu dengan ucapannya, Runa dengan kedua alisnya yang saling bertautan berkata padanya, “Jangan menganggap diri Tuan sebagai orang jahat terus. Tidak ada orang jahat yang sebaik Tuan di dunia ini, jadi jangan bicara buruk tentang diri Tuan seperti ini.”
Aiden menatap kedua mata Runa dan ketulusan yang ia lihat dari sana membuatnya ingin percaya pada apa yang gadis itu ucapkan. Namun saat ingat pada siapa dirinya, Aiden memalingkan wajahnya dari kedua mata polos gadis itu untuk menatap Harvie yang juga sedang menatap Runa dengan kedua alis pemuda itu yang saling bertautan seolah merasa aneh dengan apa yang didengarnya dari mulut gadis itu.
“Bukankah aku orang jahat?” Aiden bertanya pada Harvie dan itu membuat tatapan pemuda tersebut teralih padanya. “Bisakah kau jelaskan padanya jika aku ini orang yang jahat dan berbahaya?”
Harvie menatap Aiden dengan bingung. Sebelumnya pria itu kelihatan marah karena ia menyebutnya sebagai orang jahat. Tapi kenapa sekarang Aiden justru ingin dirinya memberi tahu Runa yenyang betapa jahatnya pria itu.
Namun kebingungan Harvie langsung terjawab saat ia kembali menatap Runa yang masih terus memusatkan pandangannya pada Aiden. Yang kemudian membuatnya mengatakan sesuatu yang sebelumnya tidak disadari oleh kedua orang di hadapannya itu.
“Iya, orang ini adalah mafia yang sangat kejam dan berbahaya. Karena itu sebaiknya kau mengubur perasaanmu padanya dan merasa patah hati sekarang saja daripada membiarkan perasaanmu jadi semakin dalam karena orang seperti ini hanya akan melukai hatimu.”
**To Be Continued**