"Ada batasan yang tidak boleh dilanggar oleh seorang teman bagi seseorang yang sudah terikat dengan ikatan pernikahan."
_ Jamal _
Hari Senin telah menyapa. Ria masih melakukan hal yang sama, bergulat dengan kegiatan sehari-harinya, tidak ada yang begitu berbeda dari hari-hari sebelumnya. Dia masih sama, tidak memiliki seorang teman yang bisa dia ajak pergi, tidak ada hal lain yang bisa dikerjakan selain mengurus rumah tangga dan suaminya terlalu lelah untuk diajak pergi jalan-jalan. Bagaimanapun, Jamal akan shift malam hari ini, lelaki itu harus menghemat tenaga agar tidak kelelahan saat bekerja. Ria pun tidak berniat mengganggu jam istirahat suaminya. Jadi, meskipun penat dan merasa butuh liburan, dia tidak ingin merengek atau memaksa Jamal untuk memenuhi keinginannya. Itu akan membuatnya menjadi istri yang egois. Ria tidak mau bertengkar dengan Jamal. Masalah rokok baru saja berlalu, dia tidak ingin memohon ampunan terus-menerus. Bahkan, mau salah atau benar, seorang istri, bagi Ria, harus yang lebih dulu memohon ampunan pada suaminya. Sebab, istri akan dikutuk 1000 malaikat bila membiarkan suaminya merasa marah atau kesal pada istrinya. Ria mengetahui ilmu itu dari salah satu kitab pernikahan yang pernah dibacanya. Itu sebabnya, dia tidak mau membuat Jamal marah lama-lama. Dia tidak ingin dikutuk, apalagi oleh malaikat. Ria berprinsip kuat soal keutuhan rumah tangganya setelah gagal dan mempelajari lebih banyak ilmu adalah hal yang wajib dilakukan menurutnya agar pernikahannya tidak gagal dan diridai Tuhan.
Sekitar jam 9 pagi, Jamal mandi. Itu bukan hal yang biasa. Sebab, lelaki itu, biasanya mandi saat akan berangkat kerja atau merasa gerah saja. Di hari libur, biasanya Jamal tidak mandi. Mandi hanya sesekali saja, banyak malasnya. Ria sudah tahu kebiasaan jorok suaminya itu, sudah menegur berkali-kali juga, tetapi Jamal kadang masih bandel, mandi sekali sehari atau tidak sama sekali. Dia hanya mandi dua kali sehari kalau merasa gerah atau perlu, ingin keluar atau bekerja misalkan. Ria pun sudah kewalahan, tak mau ambil pusing dan mempermasalahkan hal kecil. Masalah besar harus dibuat kecil, maka masalah kecil harus dianggap seolah tidak ada, Ria berpikir demikian. Meskipun, kalau sudah telanjur emosi, hal itu sulit sekali diterapkan. Bagaimanapun, dia hanya manusia biasa, bukan bidadari berhati baja atau surga. Dia kadang lupa dengan apa yang sudah dia pelajari. Sebab, teori dan praktek, sangat berbeda. Karena itu, Ria mencoba untuk menjadi istri yang lebih baik dari hari ke hari sehingga hubungan suami-istri di antara dia dan Jamal, akan terus awet sampai mati, atau bahkan setelah kematian itu sendiri. Amin. Ria berharap demikian.
Di dunia ini, tidak ada perempuan yang ingin menikah dua kali. Mereka selalu berharap, pernikahan mereka akan bertahan sampai maut memisahkan. Sayang, terkadang, pasangan yang dianggap cinta sejati, tidak lebih dari sekadar tamu yang mampir sebentar lalu pergi. Tidak ada yang bisa disalahkan, ketika pernikahan tidak bisa dipertahankan lagi, hanya bisa berbesar hati untuk terus melanjutkan hidup dan tidak depresi. Bagaimanapun, kegagalan akan jauh lebih banyak dikenang daripada kesuksesan. Itu sebabnya, Ria ingin menjadikan kegagalannya sebagai pembelajaran agar di masa depan, dia tidak perlu lagi mengalami kegagalan di bidang yang sama, seperti pernikahan.
Pada awalnya, Ria berpikir, dia tidak akan bisa melupakan mantan suami pertamanya, mengingat mereka telah bersama selama 7 tahun, 5 tahun bertunangan dan 2 tahun pernikahan. Namun, semua harus kandas karena adanya orang ketiga. Sedari awal, fondasi pernikahan mereka memang meragukan, tidak ada kepercayaan dan perasaan mendalam seperti awal-awal hubungan mereka dulu. Namun, Ria merasa terlalu takut untuk melangkah sendirian, sehingga dia memutuskan bertahan meskipun menyakitkan. Sampai akhirnya, dia merasa sudah berada di titik yang paling melelahkan dan memutuskan kalau tidak ada jalan lain selain perceraian. Walaupun menyakitkan, pada awalnya, Ria berhasil move on. Bahkan, tak perlu waktu lama, delapan bulan setelah bercerai, dia bertemu dengan Jamal, lantas menikah dua bulan kemudian. Proses yang singkat, tetapi mampu membuatnya bangkit lebih cepat.
Tidak! Jamal bukan pelampiasan. Dulu, Ria berpikir, dia tidak akan bisa melupakan mantan suaminya, perlahan, tapi pasti, dia akhirnya menyadari, kalau cinta di antara mereka, sudah lama usai. Rasa berat hati untuk berpisah dulu, hanya karena lamanya waktu bersama dan kenangan yang ada, sehingga dia merasa sepi dan tidak yakin untuk bisa hidup mandiri tanpa pasangannya, meski pada akhirnya, dia berhasil melalui hal itu dan bertemu dengan Jamal, imamnya yang baru.
Jika boleh membandingkan, Jamal sedikit mirip dengan mantan suaminya dulu. Mereka sama-sama berperawakan tinggi dan kurus, sama-sama keturunan Jawa asli, dan memiliki hidung dan garis rahang yang mirip. Entah apakah itu hanya kebetulan atau tidak, tetapi mungkin, dulu, saat dia bertemu mantan suaminya, Ria salah menduga lelaki itu sebagai belahan hatinya, padahal bukan. Jadinya, mereka harus bercerai karena sejak awal, memang tidak ditakdirkan bersama. Itu kemungkinan yang bisa saja terjadi, tetapi tidak untuk disesali. Bagaimanapun, Ria pernah bahagia dengan lelaki itu, meskipun kisah cinta di antara keduanya, harus berakhir dengan mengenaskan. Bahkan, saling menyakiti satu sama lain. Sampai sekarang, Ria tidak pernah berhubungan dengan mantan suaminya. Dia enggan. Terutama, karena sekarang, dia sudah menikah lagi. Memperbaiki hubungan dengan mantan, tidak harus dengan kembali berteman atau memulai komunikasi. Bagi Ria, sudah cukup dengan saling memaafkan, meskipun tidak diutarakan secara langsung. Lembaran lama telah tertutup dan lembaran baru sudah dibuka. Ria tidak akan kembali ke masa lalu, meskipun dia bisa atau memiliki kesempatan untuk itu. Dia sudah pernah terluka sehingga dia tidak mau menanam luka yang sama untuk suaminya tercinta. Never. Ria mencintai Jamal. Bahkan, meski mereka, menikah tanpa pacaran lebih dulu.
Jika boleh berterus terang, awal mengapa Ria mencintai Jamal, hal itu karena lelaki itu, tidak pernah mencoba untuk melihat wajahnya. Saat Ria dikenalkan dengan Jamal, perempuan itu sudah bercadar. Dia ingin menikah dengan seseorang yang tidak memandang fisik dan rupa, sehingga dia memutuskan untuk tidak melepas cadarnya, bahkan, saat Jamal datang jauh-jauh ke Madura untuk melamar di pertemuan pertama mereka. Hal itu membuat Ria menyukai Jamal dan yakin untuk menikah. Tidak akan ada lelaki jahat yang akan menikahi perempuan yang menutupi wajahnya dengan cadar di pertemuan pertama mereka. Jadi, Ria yakin, Jamal tidak akan pernah menghina fisik atau wajahnya, persis seperti yang mantan suaminya pernah lakukan.
"Aku jijik padamu. Kamu tidak membuatku bernafsu di ranjang." Perkataan mantan suaminya dulu, sering tergiang di telinga dan pikiran Ria, membuatnya, menjadi semakin mantap untuk berpisah. Menurutnya, tidak ada gunanya dia bertahan di pernikahan yang sama sekali tidak akan membuat bahagia. Jika mantan suaminya saja jijik melihatnya, untuk apa dia tetap mempertahankan pernikahan mereka? Ria bukan barang, dia manusia, dan seorang wanita. Tidak akan ada wanita yang tidak sakit saat dikatai demikian. Bahkan, meski wanita berhati malaikat sekali pun, tidak akan sanggup menerima kenyataan seperti itu. Demikian pula dengan Ria. Dia tidak bisa menerimanya dan perpisahan adalah harga mati sejak saat itu. Dia perlu merdeka lebih dulu untuk bisa terbebas dari penjajahan yang tidak manusiawi.
Hal yang paling Ria sukai dari suaminya adalah, Jamal tidak pernah mengulangi kesalahan yang sama. Kalaupun dia melakukannya, Jamal akan segera menjelaskan alasannya dan meminta maaf tanpa diminta. Hal itu menjadi hal yang sangat luar biasa bagi Ria. Perempuan itu merasa sangat dihargai. Jamal mencintainya dengan cara yang manis, meskipun tidak romantis, Jamal selalu tahu cara untuk menenangkan Ria dan menyenangkan perempuan itu tanpa banyak melakukan tindakan yang membutuhkan modal. Bagi Ria, ketenangan jiwa adalah yang terpenting saat ini. Dengan begitu, dia bisa melakukan apa saja untuk hidupnya, tanpa khawatir Jamal akan berpaling atau mengkhianatinya, seperti yang mantan suaminya pernah lakukan dulu.
Ria adalah perempuan yang ekspresif. Mencium bibir, mengatakan cinta dan memeluk Jamal, adalah beberapa cara ekspresifnya untuk menunjukkan cintanya, meskipun sering dibilang alay dan membuat Jamal sedikit tidak nyaman, nyatanya, lelaki itu tidak banyak memberikan keluhan ataupun hinaan. Dia bersikap selayaknya suami yang bertanggungjawab dan tidak mau merendahkan istrinya. Itu sikap yang membuat lega. Ria menjadi yakin kalau dia tidak salah memilih pasangan.
"Udah jam dua belas siang," ujar Ria pelan sembari melihat jam di ponselnya.
Jamal tadi pamit untuk pergi ke rumah Asep, teman sekaligus tetangga mereka. Rumahnya sekitar 150 sampai 200 meter dari kontrakan mereka. Namun, Jamal tidak kunjung pulang. Padahal, sudah 3 jam berlalu sejak Jamal pergi. Itu waktu yang lama, menurut Ria. Jamal juga tidak memberikan kabar dan dia harus bekerja nanti malam. Ria khawatir, jam tidur Jamal akan sangat kurang dan membuatnya mengantuk di malam hari. Ria juga sudah mencoba menelpon Jamal beberapa kali, tapi tidak diangkat. Dia terpaksa menelpon Siti, istri Asep, mereka berteman di dunia nyata dan maya, sehingga memiliki nomer ponsel masing-masing. Seperti Asep, Siti sangat perhitungan, dalam banyak hal, terutama keuangan. Mungkin, hal itu yang membuat suami-istri itu, menjadi kaya. Entahlah, Ria hanya menebak-nebak saja.
Telpon Ria diangkat, Ria pun meminta agar disambungkan dengan Jamal. Dengan segera, Ria meminta Jamal pulang. Dengan enggan, lelaki itu mengiyakan.
Tiba di kontrakan, Jamal jadi pendiam. Ria tahu, suaminya marah. Dia pun meminta maaf, dan bertanya, alasan mengapa Jamal marah dan uring-uringan. Jamal menjelaskan kalau dia tidak suka Ria membatasi waktunya bermain ke rumah Asep. Sebab, mereka sudah seperti keluarga. Ria pun mengungkapkan pembelaaan, tetapi Jamal tetap saja marah. Mau tidak mau, Ria pun meminta maaf duluan. Pada akhirnya, Jamal luluh dan mereka pun berbaikan.
Masa lajang dan setelah menikah, sangat berbeda. Ada hal-hal yang harus dibatasi, termasuk dalam pergaulan dengan teman ataupun orang lain. Sebab, tidak semua hal harus menjadi bebas, ada hal-hal yang perlu dibatasi, termasuk bermain ke rumah teman. Sebab, di rumah, ada seseorang yang menunggu. Istri menunggu suami dan suami harus memiliki waktu untuk istri. Hak dan kewajiban suami-istri tidak boleh dilalaikan dengan alasan apapun. Begitulah kehidupan setelah pernikahan, mengingat dan penuh tanggungjawab.