"Kodrat wanita, sejatinya ada tiga, mengandung, melahirkan dan menyusui. Adapun mengurus rumah tangga, memasak untuk suami dan lainnya, adalah bentuk pengabdian istri pada suami. Tidak wajib, tetapi akan berpahala bila dikerjakan. Selain itu, akan membuat suami merasa istimewa di mata istri."
_ Jamal _
Pagi-pagi, sekitar jam lima, Jamal dibangunkan. Ria mencolek lengan suaminya dengan penuh sayang, serta membisikkan ajakan untuk bangun dengan lembut, membuat lelaki itu sulit menolak perintah Ria yang memintanya untuk segera bangun. Dengan mata masih setengah terpejam, Jamal bangkit dari tidurnya, duduk di kasur dengan roh yang belum terkumpul semua. Ria hanya tersenyum melihat rambut berantakan suaminya. Dia mengelus lembut rambut suaminya, menatanya dengan asal lalu tersenyum geli sendiri. Ini adalah hiburan tersendiri baginya.
"Mas, sudah jam lima, sholat subuh dulu ya. Aku mau ke tukang sayur," kata Ria memberitahu.
Jamal masih duduk, kepalanya agak pusing.
"Aku sudah siapkan teh dicampur jeruk nipis di dekat TV," lanjut Ria.
Jamal hanya mengangguk pelan.
"Aku pulang dari tukang sayur harus sudah selesai sholat, lho." Ia setengah mengancam.
Jamal terpaksa berdiri, lantas pergi ke kamar mandi.
Ria tersenyum geli lalu mengambil sejumlah uang dan keluar dari rumah, ingin berbelanja untuk memasak pagi ini.
Tukang sayur yang Ria tuju terletak sekitar 100 meter dari kontrakannya. Dengan berjalan kaki, dia ke sana, sekalian jalan-jalan. Lumayan, sudah seperti olahraga, jika dia harus bolak-balik setiap pagi untuk membeli bahan makanan untuk diolah hari ini. Ria belum memiliki kulkas, sehingga dia membeli bahan makanan yang akan memasak setiap pagi, untuk menghindari bahan makanan itu membusuk dan tidak bisa digunakan bila dibeli dalam jumlah besar. Untuk berjaga-jaga, kalau misalkan, tukang sayur tutup atau hujan deras, biasanya, Ria menyetok telur mentah, yang awet meski tidak disimpan di lemari pendingin, atau mie instan dan bumbu masakan, seperti bawang merah, bawang putih dan bumbu dapur lainnya, untuk keadaan darurat. Dengan demikian, dia tetap bisa memasak meskipun tukang sayur tutup atau tidak berjualan.
Jika boleh jujur, Ria tidak pandai memasak. Selama melajang, dia tidak pernah menyentuh bahan makanan atau bumbu dapur sekali pun, dia hanya bisa membuat mie instan, memasak air dan menggoreng telur, tempe atau tahu saja, lurus-lurus saja tanpa bumbu, tetapi semuanya berubah saat dia menikah dengan Jamal. Ria ingin menjadi istri yang terlihat usahanya untuk bisa menjadi istri yang idaman. Dulu, di pernikahan pertamanya, dia sudah belajar memasak, tetapi mantan suaminya, selalu mengkritik masakan buatannya. Bahkan terang-terangan menolak memakan segala yang dia siapkan. Lebih memilih membeli atau memasak sendiri karena kepandaian mantan suaminya dalam memasak, memang diakui Ria, lebih baik darinya. Namun, tetap saja, sikap mantan suaminya dulu, membuatnya sakit hati. Bahkan, sampai sekarang. Meski dia berusaha, sakit hati itu tetap ada. Kadang terlupa, tetapi tetap terasa sakitnya setiap kali tak sengaja diingat olehnya. Ikhlas memang sulit, terutama untuk kejadian yang membuat trauma berat. Namun, hidup harus terus melangkah maju. Itu sebabnya, Ria tidak ingin mengulangi kejadian yang sama. Dia berusaha sekuat tenaga untuk memasak makanan yang enak. Leganya, Jamal, suami Ria sekarang, tidak pernah berkata enak atau tidak enak terhadap masakannya. Lelaki kurus itu selalu memakan masakan Ria sampai habis, tanpa banyak bicara. Itu lebih baik dan melegakan untuk Ria. Meski terkadang, dia juga ingin tahu apa komentar suaminya pada masakannya. Suatu hari, dia menanyakannya dan jawaban yang dia dapatkan cukup membanggakan, "Lumayan." Itu jawaban paling terthe best yang sudah sangat cukup bagi Ria. Dia pun menjadi lebih bersemangat untuk belajar memasak agar kelak, suaminya, akan berkata, "Masakan kamu enak, Yang."
Selesai berbelanja, Ria melihat suaminya sedang menikmati teh jeruk nipis buatannya. Wajah Jamal sudah terlihat segar, sajadah juga sudah terlipat rapi dengan posisi sarung di atasnya. Itu artinya, Jamal sudah selesai sholat subuh. Ia tersenyum senang melihat Jamal sudah selesia sholat, artinya, lelaki itu mendengarkan perkataannya. Tidak ada yang lebih membahagiakan istri, kecuali suami yang dicintainya, mendengarkan perkataannya dengan baik. Tidak perlu berdebat dulu untuk melaksanakannya. Hidup berumah tangga menjadi damai, tenang dan tentram.
"Mas, mau mandi air hangat apa biasa?" tanya Ria sembari meletakkan belanjaan dekat kompor.
"Air biasa saja, Yang. Badanku sudah agak mendingin, nggak secapek tadi malam," katanya.
Ria mengucapkan tahmid mendengar perkataan suaminya. Sejujurnya, bekerja di pabril swasta membuat jam kerja Jamal gila-gilaan. Lelaki yang merupakan tulang punggung keluarga mereka itu, harus bekerja secara shift. Selama dua Minggu, Jamal akan bekerja di shift pagi, dari jam tujuh pagi sampai jam delapan malam, kalau tidak lembur. Begitu setiap hari selama setengah bulan dari hari Senin sampai Jumat. Terkadang, Sabtu-Minggu masuk bila ada kerja lembur atau urusan yang mendesak. Lantas, dua Minggu berikutnya, Jamal akan bekerja di shift malam, dari jam tujuh malam sampai jam delapan pagi, bila tidak ada rapat atau hal lain yang membuatnya harus tetap di kantor. Sebagai leader produksi, tanggung jawab Jamal memang mengurusi soal operator, mesin, target dan lain-lain. Itu cukup sepadan, dengan gaji bulanannya yang bisa mencapai 7-8 juta perbulan bila ditambah dengan uang lembur dan uang makan. Untungnya, Ria tidak penakut meskipun ditinggal sendirian di kontrakan.
Sebelum memulai memasak, Ria mengeluarkan tiga mangkok plastik, menuangkan sisa nasi dan mencampurkannya dengan ikan mentah. Setelah mengaduknya secara rata, Ria lalu membawa ketiga mangkok itu keluar kontrakan. Di luar, sejumlah kucing liar sudah menunggu kedatangannya. Ria pun memberikan jarak antar mangkok agar kucing Liar, yang jumlahnya sudah mencapai 4 ekor itu, tidak berebutan.
Kucing-kucing liar itu, yang diberi makan Ria, adalah kucing liar, tidak ada pemiliknya. Mereka hanya rutin datang setiap pagi dan malam ke depan kontrakan Ria dan Jamal, untuk mendapatkan makanan dari Ria. Kebetulan, Ria adalah pecinta kucing. Dia tidak bisa memelihara mereka karena rumahnya hanya ngontrak dan dilarang memelihara kucing, jadi, dia hanya memberikan makan saja. Namun, kucing-kucing itu mulai jinak dengan sendirinya. Mereka mau disentuh, padahal, Ria hanya memberikan makan saja, tidak berniat apa-apa. Namun, hewan-hewan itu seperti berterima kasih. Mereka tidak langsung pergi selesai makan, masih di depan rumah Ria sampai terdengar sepeda motor yang akan dikeluarkan Jamal untuk pergi berangkat bekerja, barulah mereka pergi semua. Sungguh kucing yang menggemaskan. Kehadiran kucing-kucing itu memberikan hiburan tersendiri bagi Ria yang sendirian di kontrakan. Tidak dapat dipungkiri, kadang dia merasa perlu teman, meskipun tidak sepenuhnya merasa kesepian. Dia sudah terbiasa sendirian.
Selesai memberikan makan, Ria pun mencuci tangannya. Jamal sudah terbiasa dengan kebiasaan istrinya, yang sering memberikan makanan kucing Liar, dia membiarkannya. Sebab, Ria terlihat senang melakukan itu. Dia bahagia selama istrinya bahagia.
Ria mulai memasak lodho ayam kesukaan Jamal. Dia mendapatkan resep dari ibu mertuanya, yang mengajarinya dengan sabar dan langsung praktek di depannya, meskipun dia hanya sehari di rumah mertuanya itu.
Sungguh, Ria bersyukur karena memiliki mertua dan suami yang sefrekuensi, menerimanya apa adanya dan tidak pernah meremehkan kemampuannya meskipun sangat minim.
Selesai memasak, Ria menyiapkan segala yang diperlukan Jamal untuk bekerja. Setelah suaminya selesai mandi, barulah dia menurunkan panci lodho yang masih hangat, mengambilkan sepiring nasi yang sudah dibiarkan dingin dan sendok, serta lauk tambahan, seperti tumis kacang dan kerupuk. Tidak lupa segelas air putih. Jamal tidak suka minuman berwarna, kecuali teh jeruk nipis atau wedang kunyit dengan kayu manis. Dua minuman yang membuat lambungnya enak dan siap diisi nasi. Jamal memiliki maag, cukup kronis, sehingga tidak bisa makan atau minum sembarangan. Dia juga tidak boleh kelaparan dan harus makan tepat waktu. Di pabrik, jam kerjanya tidak beraturan, sehingga saat di rumah, Ria harus menjaganya dengan baik agar penyakit Jamal tidak sering kambuh. Akan sangat membuat hati sedih, bila istri melihat suaminya sakit. Rasanya, seperti lebih baik sakit sendiri daripada harus melihat orang yang dicintai jatuh sakit. Meskipun, tentu, sama-sama sehat, jauh lebih baik. Namun, begitulah seorang istri, dia teramat menyayangi dan mengasihani suaminya.
Selesai makan, Ria mengantar Jamal ke depan. Mencium tangan dan bibir suaminya, adalah hal yang menurutnya wajib. Meski Jamal sering kali menolak berciuman di bibir, lebih suka di pipi, nyatanya, dia tidak pernah berkata kasar atau semacamnya. Dia menuruti saja, meskipun tidak terlalu suka dengan hal itu. Dia berusaha menyesuaikan dengan keinginan istrinya. Dengan syarat, itu dilakukan di dalam rumah, jangan sampai di depan orang atau di depan rumah. Malu. Ria pun tidak keberatan.
Setelah Jamal berangkat, Ria mulai membersihkan dapur, mencuci piring, membereskan kasur dan lain-lain. Dia bisa saja tidak melakukannya, menundanya sampai sore juga bisa. Jamal tidak akan segera pulang. Akan tetapi, Ria tidak suka menunda. Dia juga tidak banyak protes atau mengeluh. Mengerjakan pekerjaan rumah adalah tugasnya. Dia beranggapan demikian. Rumah yang bersih dan rapi, pasti akan membuat Jamal dan dirinya betah di rumah itu.
Mengurus rumah tangga, memang bukan kewajiban istri. Sebab, kodrat wanita, sebenarnya, hanya ada tiga, mengandung, melahirkan dan menyusui. Akan tetapi, menyenangkan suami dan melakukan urusan rumah tangga, adalah bentuk pengabdian istri pada suaminya. Itu bukan berarti perempuan memang harus melakukannya, tapi itu adalah cara termudah bagi wanita untuk mencari pahala agar semakin dekat pada surga. Bukankah, surga seorang istri terletak di kaki suaminya? Dan, membahagiakannya, akan membuat suami merasa istimewa di mata istri.
Ria belajar, mencintai tidak berarti harus menyerahkan jiwa dan raga, tetapi melaksanakan segala hal yang dapat menjadikan pasangan kita istimewa dengan sepenuh hati. Itu sebabnya, dia akan menjadi istri yang bisa memberikan pelayanan terbaik untuk suaminya. Terlepas, apakah Jamal akan mengucapkan terima kasih atas semua kerja kerasnya atau tidak, dia tidak peduli. Seperti mentari, yang tetap bersinar meskipun tidak ada yang berterima kasih padanya, bukankah, dia sangat hebat dan terlihat luar biasa? Ria ingin menjadi matahari, setidaknya, untuk suami dan rumah tangga mereka.