"Gue ada di mana?" Dengan bibir bergetar dan suara tercekat, Sarka bergumam pelan. Ia menolehkan wajahnya ke kanan dan ke kiri, menatap sekelilingnya. Sarka sudah merasakan jika jantungnya terlalu cepat bergerak.
Sarka kebingungan sendiri, ia tidak tahu ada apa dengan dirinya. Dan kenapa tiba-tiba saja ia berada di tempat gelap seperti ini? Sarka sudah mulai ketakutan, bulu kuduknya berdiri semua.
"Hallo? Ada orang di sini?" Sarka bersuara lagi, kali ini ia memberanikan diri berucap keras dan tegas, sangat berharap apabila ada orang lain yang menyahut ucapannya. Tapi, hasilnya nihil. Tidak ada siapapun di sini. Hanya Sarka seorang saja. Fakta satu ini membuat Sarka semakin membulatkan matanya, jantungnya berdetak kencang, keringat dingin sudah mulai turun membasahi permukaan leher dan pelipisnya.
Penerangan yang minim dan heningnya suasana semakin membuat nyali Sarka menciut. Ia diam di tempat dengan tubuh menggigil.
"Kenapa tidak ada orang di sini? Ini di mana? Kenapa gelap banget? Siapapun itu, tolongin gue!" Sarka berteriak, ia mulai melangkah ke depan dengan pelan. Sungguh, semuanya nampak hitam. Sarka tidak bisa melihat apapun.
Saking heningnya keadaan disekitarnya ini, Sarka sampai mendengar deru napasnya sendiri. Cowok itu berusaha mengendalikan diri dan tenang. Pasti ada jalan keluar dari tempat aneh ini. Sarka menarik napas dalam-dalam sembari memejamkan matanya. Padahal saja, mau memejamkan mata ataupun tidak, semuanya sama saja, sama-sama hitam.
"Gue harus keluar dari tempat ini, harus!" Sarka berbicara mantap pada dirinya sendiri. Ia mengepalkan tangannya, bibirnya merapat. Hingga pada akhirnya, ia pun mulai membuka kelopak matanya secara perlahan-lahan.
Detik berikutnya, Sarka tergelak dan refleks ia mundur ke belakang sampai terjatuh. Dengan matanya yang melebar, Sarka melihat cahaya berwarna merah di depannya. Cahaya merah itu terlihat jauh. Sarka bangkit berdiri dan mengusap bokoongnya.
Sarka mengerjapkan mata untuk memastikan apa yang ia lihat itu tidak salah. Dan cahaya merah yang Sarka tidak tahu benda apa itu masih saja terlihat. Sarka seperti menemukan sebuah pegangan baru, ia mengangguk pelan.
"Mungkin di sana ada orang," ucapnya pelan. Sarka merapatkan bibirnya. "Gue kayaknya harus ke sana untuk cari tahu." Keberanian Sarka perlahan-lahan mulai bangkit. Kakinya pun mulai melangkah maju ke depan.
Lima belas menit kemudian, langkah kaki Sarka mulai melambat ketika dirinya merasakan sebuah kejanggalan. Sarka berhenti, matanya memicing menatap cahaya merah di hadapannya.
"Kenapa malah semakin menjauh?" Sarka bergumam lirih. Keningnya nampak berkerut. Tidak, Sarka merasa bahwa dirinya tidak salah. Cahaya itu memang semakin menjauh ketika berusaha Sarka dekati.
"Sebenernya itu cahaya apa?" Sarka menelan ludahnya dengan susah payah. Ketakutan yang ia rasakan kembali berlari menerjangnya, hingga membuat Sarka bergidik ngeri. Seperkian detik setelah itu Sarka menggeleng kuat-kuat, berusaha mengenyahkan pikiran buruk dan takut itu.
"Kalau mau keluar dari tempat menyeramkan, aneh, dan nggak jelas ini, gue harus bisa melawan ketakutan gue."
Bibir Sarka memang mengatakan hal itu, tapi benaknya berkata sebaliknya. Sarka justru malah semakin menciut, bahkan ketika cahaya merah itu tiba-tiba saja menghilang, Sarka diserang perasaan panik. Gelap gulita kembali menyambut Sarka.
Tempat ini benar-benar aneh dan tidak beres. Sarka merasa seperti orang buta yang nggak bisa melihat apapun. Semuanya hitam! Sarka tidak tahan dengan ini semua.
Kelelahan, Sarka pun memutuskan untuk duduk. Tarikan napasnya semakin kencang. Dadaanya naik turun. Lalu, cahaya merah itu terlihat lagi, membuat Sarka melotot lebih lebar daripada sebelumnya. Pasalnya saja, cahaya itu berada di tempat Sarka sebelumnya, lima belas menit yang lalu.
Sarka merasa dipermainkan. Tidak mungkin ia kembali melangkah menuju tempat semula. Ia sudah lelah, tenaganya terkuras habis. Bahkan, kakinya sudah cukup merasa pegal. Sarka tidak sanggup lagi, ia tidak mau.
Muak, Sarka pun berkata keras. "Sebenarnya siapa yang sedang main-main di sini! Jangan bikin gue emosi ya?! Gue butuh jalan keluar! Gue nggak mau ngabisin waktu lebih lama lagi di sini. Lo siapa di sana sebenarnya? Jangan becanda!"
Setelah Sarka berkata seperti itu, cahaya merah itu terlihat mendekat ke arah Sarka. Sarka menahan napasnya, ia merasakan hawa negatif mulai bermunculan. Semakin dekat, cahaya itu berubah menjadi besar. Hingga ketika jaraknya dengan Sarka sudah terpaut sepuluh meter, cahaya itu rupanya ...
Sarka merangkak mundur, buluk kuduknya seketika saja meremang. Itu bukan sebuah cahaya seperti yang Sarka pikirkan. Itu jauh berbeda. Sarka memejamkan matanya rapat-rapat. Rasa takut semakin meningkat drastis.
"Balikin ..."
Sebuah suara menyambut telinga Sarka. Suara bisikin lirih yang membuat sekujur tubuh Sarka semakin panas dingin. Sarka membuka matanya, dan napasnya langsung terhenti di tenggorakan.
Sesosok makhluk dengan pakaian merah berdiri tepat dihadapannya.
"Balikin ..."
Jantung Sarka rasanya seperti ingin melompat dari tempatnya. Sarka terpaku ditempat, ia kini tidak bisa bergerak sama sekali. Sesosok perempuan berpakaian merah darah itu berkata lagi dengan suaranya yang menyeramkan.
"Balikin ..."
Apanya yang harus dikembalikan? Sarka diserang perasaan panik dan bingung. Ia tidak meminjam barang apapun dari makhluk dihadapannya ini. Lagipula, jika ada yang mau dipinjam, barang apakah itu? Memikirkannya saja tidak kunjung mendapatkan jawaban. Sarka tidak paham! Ia tidak tahu!
"BALIKIN!" Makhluk jahat itu membentak cepat dan keras, ia marah lantaran apa yang dirinya minta tidak kunjung didapatkan. Sarka justru semakin ketakutan.
Makhluk berpakaian merah itu kemudian mendekat dan langsung mencengkeram leher Sarka dengan sangat kuat. Sarka mengerang sambil melotot, kemudian tubuh Sarka terangkat ke atas, makhluk menyeramkan itu mencekiknya hingga Sarka melayang. Sarka kesulitan bernapas, cengkeram dilehernya semakin bertambah kuat. Sarka berusaha sekuat tenaga untuk mengusir tangan dengan kuku panjang itu, tapi usahanya sia-sia saja, Sarka tidak berhasil, tenaganya tidak cukup kuat untuk membebaskan diri, Sarka semakin kesulitan bernapas, lehernya sungguh terasa sakit.
Wajah Sarka sudah memucat, tapi ia terus berusaha untuk membebaskan dirinya. Makhluk jahat itu terlihat menyeringai puas, ketika Sarka menatap wajahnya, makhluk itu tidak memiliki bola mata, wajahnya tidak berbentuk, banyak sekali darah di wajahnya itu. Hal itu semakin menambah ketakutan Sarka.
Kuku tajam sosok perempuan menyeramkan itu menusuk tajam di leher Sarka, membuat cowok itu mengerang menahan tangisnya dan rasa sakit. Tiba-tiba saja, sosok jahat itu berteriak sangat keras tepat di depan wajah Sarka, mulutnya terbuka penuh, sangat lebar hingga mulutnya seperti sobek sampai telinga. Giginya terlihat runcing dan tajam dengan bau busuk yang sangat menyengat, belum lagi ditambah dengan giginya yang berwarna hitam kemerah-merahan, menambah kesan makhluk itu begitu menakutkan.
Sarka semakin tidak berdaya. Hingga akhirnya tubuh Sarka dibanting begitu saja, Sarka mengerang menahan sakit, ia terbatuk begitu keras. Sarka perlahan menolehkan wajahnya, menatap sosok jahat tadi. Sarka refleks menjerit begitu kencang ketika tiba-tiba saja perutnya ditusuk oleh sebuah kuku tajam dan panjang dari perempuan jahat tersebut.
"TIDAK!"
Sarka berteriak kencang, ia menatap sekelilingnya. Napasnya memburu begitu kencang dan tidak terkendali, keringat sudah menetes dari dahi dan lehernya. Tubuhnya juga sedikit basah. Sarka menelan ludahnya susah payah.
Sekarang Sarka sedikit lebih tenang ketika ia sadar bahwa saat ini ia sedang berada di kamarnya. Sarka memejamkan matanya dan kembali merebahkan tubuhnya ke kasur. Mengusap wajahnya, Sarka berusaha tenang dan mengendalikan.
"Tadi cuma mimpi," ujarnya pelan. Sarka menoleh ke arah nakas, sekarang sudah cukup siang untuk bangun tidur. Jam menunjukkan angka delapan. Sarka pun memutuskan untuk bangkit lagi.
Sarka mengambil gelas yang berisi air putih di atas meja kecil di samping ranjangnya, ia pun lalu meminumnya hingga tandas tak bersisa.
"Gue nggak perlu takut, itu cuma mimpi," gumamnya lagi. Tapi tak ayal, mimpi yang barusan terjadi menurut Sarka sangat aneh dan menyeramkan, juga sekaligus membuatnya ketakutan setengah matii.
Sarka bergidik ngeri ketika mengingat mimpinya barusan, seorang wanita dengan rambut berantakan dan berpakaian berwarna merah, juga wajahnya yang penuh dengan darah sukses membuat Sarka tidak bisa berkata-kata, belum lagi makhluk itu tidak mempunyai bola mata! Itu sangat ...
"Aaargh!" Sarka mengerang pelan seraya mengacak rambutnya. "Gue nggak boleh ingat-ingat mimpi itu lagi!" ucapnya tegas. Kemudian Sarka pun memutuskan untuk bangkit dari kasurnya.
Sarka pergi menuju dapur, rumah terlihat sepi. Alan tentu saja sudah pergi bekerja. Tapi, Sarka tidak melihat ibunya.
"Ibu ke mana?" Sarka bergumam pelan, ia pun duduk di kursi dapur, lalu ia melihat secarik kertas. Sarka menyerngitkan keningnya, perlahan tangannya terulur dan menggapai kertas tersebut.
Ada tulisan di sana. Sarka langsung membacanya.
Untuk Sarka :
Ibu lagi pergi ke pasar, Sarka kalau mau makan buka saja tudung saji, di saja ada nasi goreng spesial untuk anak ibu. Baik-baik di rumah ya sayang. I love you.
Dari Ibu.
Sarka tersenyum tipis, ia pun lantas membuka tudung saji dihadapannya seperti apa yang tertulis di catatan tersebut. Dan benar, ada nasi goreng di sana, juga ada telur goreng. Sarka mendadak saja merasa lapar. Langsung saja Sarka mengambil piring dan sendok, lalu mulai menikmati sarapan paginya.
Hari ini sudah mulai libur atas kebijakan sekolah karena kasus kematian Metta di gudang sekolah. Dan Sarka, mulai sibuk berpikir bagaimana agar hari-harinya tidak membosankan untuk tiga hari ke depan.