bc

SHADOW SCENT (Indonesia)

book_age12+
168
IKUTI
1K
BACA
adventure
dark
tragedy
twisted
mystery
male lead
supernature earth
supernatural
crime
horror
like
intro-logo
Uraian

Sarka tidak tahu ada apa dengan dirinya. Semenjak mendapatkan donor mata dari orang lain, ia merasa keanehan mulai datang satu persatu. Seperti bisa melihat makhluk tak kasat mata, diserang mimpi buruk sepanjang tidur hingga membuatnya terbangun ditengah malam, sampai yang paling janggal dan aneh, setiap mimpi buruk itu datang, Sarka selalu menemukan nama seseorang yang ditulis menggunakan darah dibuku catatan pribadi miliknya.

Sebenarnya, apa yang sedang terjadi? Benak Sarka bertanya-tanya. Ketakutannya semakin menjadi ketika nama-nama orang yang ditulis menggunakan darah dibuku catatan miliknya itu, esok harinya langsung meregang nyawanya dengan tragis.

chap-preview
Pratinjau gratis
01. KEMBALI MELIHAT
Jantung Sarka langsung berdetak dua kali lipat lebih cepat ketika Dokter Vino mengatakan bahwa tidak lama lagi dia akan melepas perban yang menutupi matanya. Sarka merasa bahagia sekaligus takut. "Ibu?" Menelan ludahnya dengan kasar, Sarka berusaha meraba sekitarnya. Setelah menemukan tangan hangat ibunya, cowok itu langsung menggenggamnya erat. "Iya, ibu di sini," jawab ibunya sambil mengelus puncak kepala Sarka, putra bungsunya yang sangat disayanginya. Berulang kali Sarka menghela napas panjang. Ia tidak perlu takut secara berlebihan, ibunya tetap berada disampingnya. Sarka semakin mengeratkan genggaman tangannya, takut jika tiba-tiba ibunya tidak ada di sini, disampingnya. "Ibu?" panggilnya sekali lagi. "Iya sayang." Duduk diatas brankar rumah sakit, Sarka menoleh ke kanan, dimana asal suara ibunya berada. Irama napas Sarka semakin berubah cepat. Ia mulai merasa takut, takut jika keinginannya yang sudah lama ia dambakan tidak akan terjadi. "Ibu, apa benar sebentar lagi Sarka bisa melihat?" tanya Sarka, hanya sekadar untuk memastikan. Bagaimanapun juga Sarka perlu kepastian, ia tidak mau dibohongi. Ibunya tersenyum hangat meskipun Sarka tidak bisa melihatnya, wanita itu kemudian mengacak pelan puncak kepala Sarka, disusul oleh kecukupan yang mendarat di kening Sarka. "Iya, bentar lagi kamu bakal bisa melihat," ucap ibunya, terdengar sangat yakin. Seperkian detik berikutnya Sarka merasa lega. "Ibu nggak bohong sama Sarka, kan?" Ibunya lagi-lagi hanya bisa tersenyum, lalu mengecup pelan kening putri semata wayangnya yang ia cintai. "Ibu nggak mungkin bohong sama kamu, bentar lagi apa yang Sarka inginkan selama ini bakal tercapai. Dokter Vino juga tadi ngomong sendiri, kan?" Sarka harus percaya apa yang dikatakan oleh ibunya. Cowok itu mengangguk mantap sekali lagi, menekan pada dirinya bahwa ini semua nyata, bukan sekadar mimpi belaka. Untuk pertama kalinya selama enam bulan terakhir, Sarka bisa tersenyum cerah. Dunia hitamnya sebentar lagi akan berakhir, Sarka akan bisa melihat lagi. Ia sudah tidak sabar menantikan hal ini terjadi. Tidak lama setelah itu, Sarka mendengar bahwa pintu ruangan terbuka. Itu pasti Dokter Vino, pikir Sarka. Rupanya tebakan Sarka tidak melenceng jauh, Dokter Vino memang benar-benar datang dan sudah siap untuk memperlihatkan Sarka bagaimana indahnya dunia ini. "Sarka, kamu udah siap?" tanya Dokter Vino. Menarik napas panjang, Sarka mengangguk satu kali dengan mantap. Bibirnya langsung merapat. "Siap dokter!" "Dokter mulai, ya?" Pegangan tangan Sarka dengan tangan ibunya semakin kencang. Bukan hanya Sarka saja yang deg-degan, ibunya juga merasakan kecemasan yang berlebihan. Perban yang melilit mata Sarka perlahan sudah dibuka satu persatu. Hingga setelah selesai, Sarka masih menutup matanya, menunggu instruksi selanjutnya. Pacuan jantung Sarka semakin berdetak tidak terkendali. "Sekarang coba buka mata kamu secara perlahan nak Sarka," ujar Dokter Vino lembut. Sarka menurut, kepalanya mengangguk. Ia membuka matanya secara perlahan, lantas berkedip beberapa saat. Walaupun awalnya buram dan nampak kabur, namun beberapa detik setelah itu Sarka bisa melihat ruangan yang ia tempati ini. Semuanya nampak jelas sekali. Tangis Sarka pecah begitu saja, ia langsung memeluk ibunya dengan sangat erat. "Ibu, Sarka bisa melihat lagi bu ...." Ibunya menepuk punggung Sarka dengan lembut. "Iya, Sarka udah bisa lihat lagi. Ibu senang akhirnya Sarka berhasil." Ibu menarik Sarka kedalam pelukannya. Tangis mereka keluar secara berbarengan. Dokter Vino yang melihat itu hanya tersenyum haru. Sarka melepaskan pelukannya, lalu mengusap matanya. Ia tidak menyangka bisa melihat lagi. "Alhamdulillah, nak Sarka sekarang udah bisa lihat, saya turut seneng dengernya." Dokter Vino tersenyum ramah, mendengar itu, Sarka dengan cepat menolehkan wajahnya, menatap Dokter Vino yang sudah sangat berjasa karena berhasil membuat mata Sarka bisa melihat lagi. "Ini semua berkat dokter, makasih banyak dok. Berkat Dokter Vino, saya bisa melihat lagi. Sekali lagi makasih Dok, saya seneng banget." Sarka berbicara panjang lebar, matanya berkilat penuh rasa haru dan bersyukur. "Sama-sama, itu sudah menjadi tugas saya. Saya sendiri juga seneng akhirnya nak Sarka bisa melihat lagi." Sarka mengangguk cepat, kemudian ia menatap ibunya. Keduanya sama-sama tersenyum. "Makasih ya Dok, saya selaku orang tua benar-benar seneng banget anak saya bisa melihat lagi. Saya doakan dokter sehat selalu ya, rezekinya juga lancar, terus dipermudah segala urusannya. Saya nggak tahu harus ngomong apa lagi Dok, dokter udah berjasa buat saya, juga Sarka sendiri." "Sama-sama Bu, terima kasih doanya. Kalau gitu, saya tinggal dulu, ya? Ada pasien lain yang perlu saya cek," pamit Dokter Vino sembari melihat jam tangan mahal yang melilit tangan kirinya. "Iya dok, silakan," ujar Sarka. Dokter Vino mengangguk sekali. "Mari bu, nak Sarka. Saya tinggal dulu, ya?" Dokter Vino memberikan senyuman lebarnya, sebelum akhirnya ia berbalik badan dan keluar dari ruangan Sarka. Setelah dokter yang berjasa bagi Sarka itu pergi, Sarka lantas mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruangan, lalu sorot matanya berhenti dan tertuju ke arah belakang pintu. Di sana, Sarka melihat sesuatu. Menoleh ke arah ibunya, Sarka berujar lirih. "Ibu, kenapa ada anak kecil yang menangis di sana? Kenapa pakaian dia banyak darahnya?" tanya Sarka sambil menyipitkan matanya. Tidak, ia tidak mungkin salah. Anak kecil itu terlihat sangat jelas. Mendengar penuturan putra bungsunya, Maria langsung menegang ditempat. Wanita setengah baya tersebut menatap Sarka lamat-lamat, tatapan Sarka tidak beralih sama sekali dari belakang pintu. Jantung Maria berdetak dua kali lipat lebih cepat, bulu kuduknya sudah meremang. Dengan bibir yang bergetar, Maria berusaha memaksakan senyuman. Ia mendekat ke arah putranya, kemudian duduk di samping Sarka seraya merangkul anaknya yang baru saja bisa melihat setelah setengah tahun berteman dengan kegelapan yang pekat. Nggak, ini nggak mungkin terjadi. Maria berkata dalam hati, mensugesti pada dirinya bahwa tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Semuanya berjalan normal dan sukses. Dan lihat, Sarka sekarang bisa melihat kembali. Seperti apa yang Sarka inginkan, juga Maria sendiri selaku orang tuanya. "Sarka, kamu ngomong apa? Nggak ada apa-apa di sini, jangan ngacoh deh." Maria berkata dengan nada suara sedikit bergetar, kemudian ia membelokkan tatapannya, mengikuti arah pandangan putranya itu. "Mana? Nggak ada anak kecil kok, ibu nggak lihat tuh." Memang, Maria tidak melihatnya sama sekali. Tapi, Sarka bisa melihatnya dengan sangat jelas. Sarka menggeleng kuat-kuat, tidak menggubris ucapan ibunya. "Nggak Bu, Sarka serius kok. Sarka nggak ngada-ngada. Itu lihat, kasihan banget bu anak kecil itu. Bajunya penuh darah bercampur dengan lumpur, dia juga pucat banget Bu." "Sarka, dengerin ibu." Maria menangkup wajah putranya, diarahkannya wajah Sarka agar menatapnya. Tatapan keduanya pun kini beradu. "Kamu masih baru bisa lihat sayang, kamu pasti salah lihat. Mata kamu belum berfungsi normal. Kamu juga kurang istirahat, makanya sekarang Sarka berhalusinasi. Udah ya, sekarang Sarka tidur aja." "Tap— "Sarka, ibu ngerti. Iya, ibu percaya sama kamu. Sekarang kamu istirahat aja, ya?" Sarka mengembuskan napasnya dengan kasar, ia mengangguk. Dialihkan pandanganya kembali ke arah pintu. Bocah pucat dengan darah yang berlumuran di bajunya, kini sudah tidak terlihat lagi. Sarka mengerjapkan matanya. Kemudian ia menggeleng. "Bener apa kata ibu, mungkin Sarka salah lihat. Sekarang udah nggak ada anak kecil tadi." Sarka tersenyum kepada Maria. "Ya udah, kamu istirahat sekarang aja. Mungkin besok atau lusa kamu sudah boleh pulang." Sarka menganggukkan kepalanya tanpa pikir panjang, "baik Bu," ujarnya patuh. Dengan penuh kehati-hatian, Sarka pun kembali merebahkan tubuhnya di ranjang rumah sakit. Maria mendekatkan bibirnya ke arah kening Sarka, lantas mengecupnya lembut. "Selama tidur, ibu sayang Sarka." "Sarka juga sayang sama ibu." Begitu posisi Sarka sudah berubah menjadi terbaring, tatapan cowok itu kini mengarah ke langit-langit rumah sakit. Ketika hendak memejamkan matanya, Sarka melihat anak kecil yang beberapa saat lalu berada dibalik pintu, kini melayang tepat di atasnya. Sarka terpaku di tempatnya. Bocah itu menyeringau lebar dengan bola mata yang sepenuhnya berwarna hitam. Tubuhnya yang begitu pucat semakin membuatnya tampak ngeri. Sedetik setelahnya, mulutnya mengeluarkan cekikikan yang membuat bulu kuduk Sarka meremang seketika.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
633.7K
bc

Wolf Alliance Series : The Path of Conquest

read
41.5K
bc

Menantu Dewa Naga

read
180.1K
bc

Aku Pewaris Harta Melimpah

read
155.8K
bc

Marriage Aggreement

read
84.1K
bc

Dilamar Janda

read
322.8K
bc

Pendekar Benua Timur

read
9.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook