18. KECURIGAAN SARKA

1593 Kata
"Sarka, ibu mau ngomong sama kamu sebentar." Sarka yang hendak keluar dari rumah, seketika saja langkahnya terhenti ketika ibunya yang sedang melipat pakaian di ruang tamu berbicara kepadanya. Sarka menoleh ke belakang, ia tidak jadi membuka pintu. Kemudian Sarka berjalan pelan mendekat ke arah Maria, ibunya. "Iya bu, kenapa?" tanya Sarka. "Besok sore kan Arial ulang tahun." "Arial?" "Iya, Arial tertanggal sebelah itu. Anaknya tante Kiki. Yang waktu itu kamu tolong pas Arial mau ketabrak mobil," jelas ibunya. Sarka pun mengangguk. Ia tidak lupa dengan yang satu itu. Arial mengangguk pelan. "Arial ulang tahun yang keberapa emangnya bu?" "Baru empat tahun sekarang katanya," jawab Maria sembari sibuk melipat pakaian agar rapi dan mudah dimasukkan ke dalam lemari. "Oh ..." Sarka manggut-manggut paham, ia ber-oh panjang. "Terus kenapa ibu panggil Sarka? Cuma mau ngomong itu?" "Kamu kan kebetulan mau pergi ke rumah teman kamu, kan?" tanya Maria, yang langsung dibalas Sarka dengan anggukan cepat. Memang Sarka akan pergi ke rumah Nadine untuk mengerjakan tugas kelompok bersama Edo juga. "Nanti pulangnya bisa mama nitip buat beli mainan?" "Buat kado Arial?" tebak Sarka. "Iya, kamu kan anak cowok, pasti ngerti mainan apa yang bakal Arial suka. Beli dua yang berbeda ya, buat kamu sendiri sama mama." "Loh, Sarka juga bu?" Sarka mengerjapkan matanya pelan, ia menunjuk dirinya sendiri. Maria menjawab cepat, "iya, kamu juga diundang loh. Tante Kiki katanya juga mau ngucapin terima kasih sama kamu. Berkat kamu kan Arial jadi nggak pa-pa sekarang." "Oke deh bu, biar nanti Sarka pergi ke toko mainan buat kado. Tapi pulangnya ya!" "Iya, terserah kamu aja. Yang penting dapet. Nih uangnya." Maria menyerahkan selembar ulang berwarna merah kepada Sarka. "Segitu cukup kan, ya?" "Cukup kayaknya sih bu, gampanglah kalau kurang pakai duit Sarka dulu juga nggak pa-pa." Sarka tersenyum. "Sarka pergi sekarang ya bu, dah ..." Sarka melambaikan tangannya. "Hati-hati di jalan, jangan ngebut. Terus pulangnya jangan terlalu malam," pesan Maria kepada anak bungsunya. "Iya Bu, nggak mungkin sampai larut malam. Besok kan harus sekolah juga." Sarka menjawab, sebelum akhirnya ia keluar dari rumah. Sarka mengeluarkan kunci motor dari dalam saku celananya, kemudian ia memakai helm dan langsung tancap gas menuju rumah Edo. Tidak ada lima menit Sarka sudah sampai, dan Edo sudah menunggu di teras rumah. Edo bergegas langsung berdiri dan menghampiri Sarka. "Lo terlat dikit." Edo berkata seraya memakai helmnya. "Iya tahu, tadi ibu gue minta tolong sebentar. Berangkat sekarang nih?" tanya Sarka bersamaan dengan Edo yang sedang mencari posisi duduk yang nyaman di jok belakang. "Iya sekarang aja, keburu tambah malam nanti." "Santai aja Do, masih sempat kok. Ini baru jam setengah delapan," sahut Sarka sambil fokus menyetir. "Eh Sar ..." Edo menepuk pelan pundak sahabatnya itu berulang kali cukup kencang. Sarka sedikit menolehkan wajahnya ke belakang. "Kenapa?" "Nanti gue minta tolong pas pulang mampir ke toko mainan, ya? Gue disuruh nyokap nyari mainan anak." "Buat kado Arial, kan? Anaknya tante Kiki?" "Kok lo tahu?" "Tau lah, gue juga disuruh ibu gue buat beli mainan anak. Nanti kita cari bareng-bareng sepulang dari rumah Nadine. Gimana? Setuju, kan?" Sarka meminta jawaban dari Edo, yang dibalas Edo dengan senyuman. "Setuju Sar, oke deh kalau gitu. Pas banget gini ya, kebetulan." "Lo tahu nggak Do, kemarin-kemarin Arial nyaris saja ketabrak mobil," adu Sarka. Membahas topik lain, tapi masih seputar tentang Arial. Edo membelalakkan matanya. "Kapan?" tanyanya dengan nada suaranya yang tinggi. Edo ingin tahu. "Dan kenapa bisa?" "Ceritanya habis itu gue baru pulang beli sapu dan kemoceng karena disuruh ibu gue, terus pas gue mau nyampe rumah, gue lihat ada mobil yang melaju kencang banget. Terus di arah berlawanan ada Arial di tengah jalan Do." "Dan selanjutnya yang terjadi lo langsung lari dan nyelamatin Arial?" tebak Edo. "Yap, itulah yang terjadi." "Widih ... Pahlawan super nih sohib gue." Edo tertawa pelan. "Eh Sar, tapi Arial nggak pa-pa, kan?" "Nggak kenapa-napa sih, aman kok." "Tapi kok bisa tuh mobil kencang banget jalannya, di jalan perumahan pula lagi!" "Nah itu dia Do, gue juga bingung di situ. Aneh banget, kan?" "Nggak ada akhlak emang tuh yang bawa mobil. Ngerugiin orang lain aja." Edo mengomel kesal. Mendengar cerita Sarka membuat Edo ikut tersulut emosi juga. Beberapa menit kemudian keheningan merayap diantara mereka. Sarka fokus pada motornya yang sedang ia setir, sedangkan Edo sedang mengambil ponsel dari dalam tasnya. Ada notifikasi yang baru saja masuk. Edo pun lantas membukanya. Rupanya dari Nadine. "Eh Sar, nih Nadine barusan chat gue." "Chat apaan?" "Bentar, gue baca dulu." Edo lantas membuka pesan dari Nadine. Nadine : Edo, kerja kelompoknya batal di rumah gue, ya? Ke kafe aja gimana? Nih gue sudah ada di sini. Lo datang ya bareng Sarka ke sini aja. Nanti gue share lokasi. Edo mencondongkan wajahnya ke depan, kemudian berkata sedikit lebih keras agar Sarka dapat mendengarnya dengan sangat baik. "Sar, kata Nadine nggak jadi kerja kelompok di rumahnya," kata Edo seperti apa yang Nadine katakan. "Loh, kenapa?" "Nggak tahu." "Coba dong lo tanya, masa batal gitu aja? Tugasnya dikumpulin tiga hari lagi loh, mau kerjakan kapan kalau ditunda?" "Bukan gitu Sar, nggak ditunda kok. Nadine lagi di kafe, kita disuruh ke sana. Jalan terus aja, nanti gue kasih aba-aba kalau ada belokan. Nadine ngirim lokasi." "Oke-oke, gue paham." Lima belas menit kemudian motor Sarka berhasil terparkir di sebuah parkiran kafe yang Nadine tunjuk. Sarka dan Edo pun dengan cepat masuk ke dalam sana. "Mana Nadine?" Sarka bertanya sambil mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Kafe yang Nadine pilih untung saja tidak banyak orang yang datang, jadi mereka bisa lebih fokus mengerjakan tugas kelompok. "Itu di sana!" Edo yang melihat keberadaan Nadine lantas menunjuk cewek itu. Sarka mengikuti jari telunjuk Edo, lalu ia mengangguk. "Ayo Do!" Sarka menarik lengan Edo. Nadine sedang duduk di bangku paling ujung. Ya, pilihan yang tepat bagi Sarka. "Hai Nadine!" "Kalian nyampe juga akhirnya, ayo duduk." Sarka dan Edo lantas mengangguk. Kemudian mereka mengikuti apa kata Nadine. Sarka menatap sekitarnya lagi. Tempat yang nyaman menurutnya. Tidak panas karena ada AC. "Gue haus, pesen makan sama minum dulu kali, ya? Nggak pa-pa, kan?" Edo meminta ijin. Sarka mendengkus. "Kita niatnya mau apa sih sebenarnya ke sini?" sindirnya. Edo mencebikkan bibirnya. Tatapan sebalnya ia arahkan kepada Sarka. "Iya tahu kalo kita mau ngerjain tugas kelompok yang tiga hari lagi mesti dikumpulin. Gue nggak lupa Sar. Dan emangnya l nggak malu datang ke sini cuma numpang tempat doang dan nggak pesen apa-apa? Muka lo taruh mana coba?" Edo mengomel panjang lebar. Dan belum sampai di situ saja, Edo melanjutkan lagi. Ia menyerocos tanpa henti. "Emangnya lo nggak haus? Lapar juga kan? Lagipula nih ya, kita harus isi perut dulu sebelum ngerjain tugas biar konsentrasi. Terus ... "Iya iya iya, terserah lo Do." Sarka langsung memotong ucapan Edo karena malas mendengar sahabatnya itu terus berbicara tanpa henti. Edo yang berbicara, Sarka merasa dirinya yang capek. "Mau pesen apa? Biar gue yang pergi." "Samain aja sama lo, ya?" "Oke." Sarka kemudian berdiri dari duduknya. Ia pun lantas pergi untuk memesan makanan. Tidak perlu antri, Sarka pun dengan cepat menyebutkan pesanannya. Begitu ia hendak kembali ke tempatnya duduk bersama Nadine dan Edo, Sarka melihat Nadine pergi menuju toilet. Entah kenapa ada keinginan Sarka untuk mengikuti Nadine. Tidak, Sarka tidak akan mengintip Nadine. Ia tidak semesuum itu. Sarka hanya ingin meminta penjelasan kepada Nadine soal waktu itu. Soal bahwa mungkin saja Nadine adalah seorang indigo. Sarka perlu membuktikannya. "Nadine!" Sebelum Nadine sempat masuk ke bilik toilet, Sarka berhasil memanggil nama cewek itu dan mencegahnya. Nadine berhenti, ia diam. Wajahnya terlihat kaget mendapati Sarka yang sedang berjalan ke arahnya. "Sarka? Lo ngapain ke sini? Ini toilet perempuan!" Nadine berbicara cepat. Sarka menyapu pandangannya. "Gue nggak lihat ada tanda ini toilet perempuan. Kayaknya toilet ini bebas digunakan siapa saja." "Ya tapi lo ngapain ikut gue ke sini? Apa lo jangan-jangan mau ..." "Jangan ngaco!" Sarka langsung menukas kesal begitu ia tahu pikiran Nadine mengarah ke mana. "Gue cuma mau nagih jawaban lo waktu itu. Lo belum sempat jawab, kan?" "Ya tapi nggak ditoilet juga Sarka!" Nadine mendesis kesal. Nadine menoleh ke samping, dan kemudian ia mematung di tempat ketika melihat cermin. Di dalam cermin tersebut, terdapat sosok perempuan dengan rambut panjang yang menutupi seluruh wajahnya. Nadine kaget. Perempuan itu berdiri tepat di belakangnya. Nadine pun lantas memutar kepalanya ke arah belakang. Dan perempuan itu tidak ada di sana! Nadine kembali menatap cermin, tapi sosok perempuan bersurai panjang itu tetap ada di sana, diam tidak berkutik. Bulu kuduk Nadine seketika saja meremang. Ia menelan ludahnya. Bagaimana bisa .... "Kenapa diam aja, lo belum jawab pertanyaan gue Nadine. Oke, gue bakal pergi setelah lo kasih gue jawaban." Nadine tidak memedulikan ucapan Sarka. Ia masih terdiam dan merasa takut sendiri. Bayangan perempuan di cermin terlihat bahwa dia ada tepat di belakang Nadine. Tapi Nadine tidak bisa melihat apapun. Ia tidak melihat ada sesosok perempuan itu di balik tubuhnya. Jawabannya tentu saja ada satu, perempuan itu bukan manusia. Melihat Nadine yang terus menolehkan wajahnya ke arah jendela membuat Sarka menghela napas panjang. Sarka pun mengikuti arah pandangan Nadine. Sarka terkejut, matanya melotot. Ia pun melihat apa yang Nadine lihat. Seorang perempuan berbaju putih lusuh dengan rambut panjang itu berdiri tepat di belakang Nadine. Begitu yang terpantul di jendela. Kemudian Sarka menoleh ke arah Nadine lagi. Perempuan itu tidak ada di belakang tubuh Nadine. Sarka menelan ludahnya. "Oke Nadine, gue pikir gue sudah tahu jawabannya. Kalau gitu gue pergi dulu." Sarka langsung berlari dari sana. Nadine yang nyalinya tiba-tiba saja ada diambang batas, lantas saja tidak berani masuk ke bilik toilet. Ia takut. Bulu kuduknya juga terus merinding. Bergidik pelan, Nadine pun menatap ke arah berlalunya Sarka. Nadine berlari sambil berteriak-teriak. "Sarka, tungguin gue!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN