Sebuah mobil Mercedes-Maybach Exelero baru saja memasuki kawasan apartemen di Hudson Yards New York City, mobil itu adalah milik Danieru yang kini juga membawa Camilla di dalamnya. Sekarang menunjukkan pukul sebelas malam waktu setempat, jalan masih ramai, orang-orang juga terlihat berlalu lalang dengan damai.
Danieru dan Camilla baru saja tiba di sebuah apartemen, mobil yang mereka tumpangi berhenti di parkiran pada lantai bawah. Tubuh Camilla kini menggigil, make-up yang wanita itu gunakan tak mampu menyembunyikan wajahnya yang pucat. Sepuluh menit sejak meninggalkan Terra Blues, Camilla kembali merasakan tubuhnya begitu sakit. Bahkan untuk menenangkan Camilla, Danieru harus mencumbu wanita itu di kursi penumpang.
Sopir yang menyetir untuk pasangan itu hanya diam sejak tadi, ia melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Beruntung saja sopir yang Danieru perkerjakan mampu menyetir dengan baik, jika tidak ... mungkin akan ada berita besar tentang kecelakaan lalu lintas.
Sopir itu segera turun dari mobil, ia membukakan pintu untuk Danieru dan Camilla. “Tuan, apa saya perlu memanggil dokter?”
Danieru segera keluar, ia menggendong tubuh Camilla yang sudah tertidur. “Tidak perlu, pernikahan kami akan berlangsung dua hari lagi, kabarkan kepada keluarga Alistair jika Camilla tinggal bersamaku sekarang.”
Sopir itu membungkukkan tubuhnya, ia segera menutup pintu mobil dan kembali duduk pada bagian belakang kemudi.
Sementara sopir itu pergi, Danieru sudah masuk ke dalam lift khusus, ia adalah pemilik apartemen itu, dan menempati lantai paling atas apartemen tersebut.
The Eugene Apartements, salah satu aset kekayaan Danieru yang cukup ia sayangi. Berada di kawasan elit, dan sangat tenang. Banyak artis-artis Hollywood atau orang-orang kaya yang tinggal di sana, keamanan sangat terjaga, fasilitas lengkap, tentu sangat dekat dengan tempat-tempat berkelas di kota tersebut.
Danieru sengaja memilih tempat itu sebagai kediamannya, selain tidak memakan waktu lama ke kantor, tempat itu juga memiliki kenangan tersendiri bagi pria tersebut. Sesuatu yang membuatnya bersemangat untuk hidup sampai detik ini.
Lift yang membawa tubuh Danieru dan Camilla sudah sampai pada lantai paling atas, pintu segera terbuka, lorong panjang menjadi pemandangan pertama yang Danieru lihat. Pria itu segera melangkah keluar dari lift, ia mengayunkan kakinya semakin cepat menuju pintu pada ujung lorong.
Camilla mulai gelisah, sepertinya wanita itu akan terbangun dan mengeluh tentang rasa sakit pada tubuhnya. Danieru menatap wajah cantik Camilla, entah mengapa ia merasa iba dengan keadaan wanita itu.
“Akh, sa-sakit, hen-tikan! Akh, ja-ngan!” Camilla mengigau, suaranya terdengar begitu serak.
Danieru yang menyaksikan bagaimana Camilla menahan rasa sakit bertambah iba, apa yang menyebabkan wanita cantik itu seperti sekarang? Danieru juga cukup kaget saat Camilla mengigau, sepertinya mimpi buruk sedang menghantui calon istri kontraknya itu.
“To-long, akh ... sakit! Jangan, hiks ... aku mohon, jangan!”
Danieru berhenti melangkah, ia menatap wajah Camilla yang semakin pucat. Tubuh wanita itu bergetar, air mata menetes begitu saja dari mata Camilla yang terpejam.
Tak ingin mengambil risiko, Danieru kembali melangkah dan berhenti di depan pintu apartemen pribadinya. Pria menggunakan sidik jarinya sebagai kunci, bahkan ada pemeriksaan retina mata.
Pintu terbuka secara otomatis, Danieru segera masuk dan pintu kembali tertutup. Pria itu buru-buru menuju ke kamarnya, ia sudah cukup lelah menggendong tubuh Camilla sejak tadi.
Danieru menaiki satu per satu anak tangga, setelah sampai di lantai atas ia segera menuju kamarnya. Pria itu merasa lega, pintu kamarnya juga terbuka secara otomatis. Segera saja ia masuk, menuju ranjang, dan membaringkan Camilla di peraduannya.
Pria itu mengembuskan napas lega, ia menatap Camilla yang masih terjebak dalam mimpi buruk. Danieru mendekati Camilla, ia berbaring di samping Camilla dan memeluk Camilla.
“Camilla, bangun.” Danieru menatap wajah Camilla yang menampilkan ekspresi takut. Ia semakin bingung, apa Camilla memiliki trauma?
“Jangan, lepaskan aku! Lepas! Akh ... sakit, hiks ... lepaskan aku! A-ayah, to-long.”
“CAMILLA!” panggil Danieru dengan suara yang nyaring.
Camilla membuka mata, jantungnya berdetak begitu cepat, napas Camilla juga memburu kasar. Camilla bertemu tatap dengan Danieru, ia terlihat seperti orang linglung sekarang.
“Ada apa denganmu?” tanya Danieru.
Camilla mengembuskan napasnya perlahan, ia juga sudah lebih tenang. “Tidak, bukan apa-apa.”
Danieru mengerutkan keningnya. Apa Camilla baru saja menghindari topik pembicaraan? Apa yang wanita itu sembunyikan darinya?
Tak ingin larut dalam pikirannya yang buruk, Camilla memilih duduk. Ia memegang bagian kepalanya yang terasa begitu sakit, mimpi buruk itu datang lagi, dan ia benar-benar ingat kejadian saat ia berumur lima belas tahun.
“Apa kau tak ingin menceritakan beberapa hal padaku?” tanya Danieru.
Mendengar pertanyaan pria itu, Camilla segera mengalihkan perhatiannya. “Apa kucing bisa bertanya kepada Tuannya?”
Danieru tertawa kecil. “Kau baru saja bermimpi buruk, kucingku tersayang.”
Camilla mencoba beranjak dari ranjang, ia benar-benar harus pulang sekarang. “Di mana kita?”
“Menurutmu?” Danieru segera duduk, pria itu membuka dasi yang sejak tadi mencekik kerah bajunya, ia segera berdiri, menghampiri Camilla dan menutup mata Camilla dengan dasi tersebut.
“Danieru, apa yang ka-”
“Diam, aku tahu kau menahan rasa sakit pada tubuhmu.” Suara Danieru terdengar begitu pelan, tapi cukup untuk didengar oleh Camilla.
Camilla yang kini matanya tertutup dasi memilih diam, ia memang merasakan tubuhnya begitu sakit. p****g p******a juga mengeras, dan terasa ngilu kala bersentuhan dengan bajunya.
Danieru memeluk Camilla dari belakang, ia menyandarkan kepalanya pada bahu Camilla. “Camilla, bagaimana jika aku tidak memberikan pria-pria itu kepadamu?”
Camilla mencoba menjauh dari Danieru, tetapi pria itu segera memeluk bagian pinggangnya, menahannya, dan membuat Camilla terpaksa untuk diam.
Camilla tak bisa menjawab, Danieru mungkin hanya bercanda dengannya kali ini.
“Aku benar-benar tak akan membiarkanmu bersama pria-pria itu, Camilla. Kau adalah peliharaanku, dan kau hanya bisa menjadi mainanku.”
“Kau ingin membunuhku?” tanya Camilla dengan nada datar, suaranya sangat pelan.
“Bagaimana jika hanya aku yang boleh menyentuhmu?” tanya Danieru.
Camilla menelan ludahnya kasar, ia tak bisa menjawab. Terus-menerus bercinta dengan orang yang sama? Apa ia sanggup? Ia takut jatuh cinta, ia takut tersakiti. Hubungannya dan Danieru dimulai dengan sebuah kontrak, dan pada saat yang entah kapan, kontrak itu akan berakhir.
“Jawab, Camilla.” Danieru menjilati leher putih Camilla, ia memeluk wanita itu semakin erat dan tangannya mulai menyentuh bagian p******a Camilla.
Camilla yang merasakan sentuhan Danieru memejamkan matanya erat, percuma jika ia juga membuka mata, tidak ada yang akan berubah, dan hanya gelap.
“Camilla, kenapa kau hanya diam?” tanya Danieru lagi. Tangan pria itu mulai meremas p******a Camilla, ia mengecup bagian leher Camilla dan meninggalkan jejak kemerahan pada leher wanita itu.
“Camilla, apa kau berubah menjadi bisu?” tanya Danieru. Pria itu segera melepas pelukannya, ia mengangkat tubuh Camilla, dan membaringkan Camilla di atas ranjang. Danieru membuka ikat pinggang yang melingkar di pinggangnya, ia kemudian memasung kedua tangan Camilla dengan ikat pinggang tersebut.
“Ah ... Danieru, apa yang kau lakukan?” tanya Camilla.
“Memasung tanganmu, memangnya apa lagi?” tanya Danieru.
Camilla merasa bingung, ia tak mengerti dengan apa yang akan Danieru lakukan.
“Danieru, k-kau?” tanya Camilla gugup.
“Aku tak akan memberikan pria kepadamu, tetapi kau akan menjadi pelayanku. Kau akan menjadi orang yang memenuhi kebutuhan ranjangku, dan kau akan terus melakukan itu sampai aku bosan kepadamu.” Danieru merobek mini dress yang Camilla kenakan, ia begitu kaget saat Camilla tidak mengenakan pakaian dalam.
“Kucingku, kau begitu menggoda sekarang. Aku ingin merasakannya,” ujar Danieru.
Camilla tak peduli, ia hanya memerlukan kepuasan, dan jika Danieru sanggup memenuhi hal itu, maka Camilla tak perlu mencari pria lainnya.
“Danieru, berhenti bermain, kau membuatku bosan!” tegas Camilla.
Danieru menyeringai, pria itu membuka laci pada nakas dan mengambil sebatang lilin. Ia segera membakar lilin tersebut, beberapa detik kemudian Danieru meneteskan cairan lilin panas pada tubuh Camilla.
“Panas, ah ... apa yang kau lakukan, Danieru?” tanya Camilla.
“Bermain dengan kucingku, memangnya apalagi?” tanya Danieru.
Cairan lilin terus menetes ke atas tubuh Camilla, wanita itu bukannya merasa sakit, tetapi merasa nyaman. Camilla menggigit bibir bawahnya, ia bergerak gelisah kala tetesan lilin mengenai tepat pada p****g payudaranya.
“Danieru, ah ... kau nakal.” Camilla menggeliat kecil, menahan nikmat saat tangan Danieru dengan sengaja menyentuh bagian kewanitaannya.
Danieru sebenarnya juga tak ingin melakukan hal ini, wajah pria itu menatap Camilla datar, tidak berminat. Tetapi ia berpikir lebih jauh, jika Camilla membeli para pria, dan berita itu sampai pada awak media, maka namanya sebagai suami Camilla juga akan tercemar.
Danieru bukan orang yang menyukai gosip, ia lebih suka hidup tenang. Danieru juga bukan pria yang bisa menyentuh sembarang wanita, ia melakukannya dengan Camilla hanya demi menjaga nama baiknya dikemudian hari.
“Danieru, ah ... yah! Aku menginginkannya, hentikan ... aku mohon, masuki aku.”
“Mengeonglah, Camilla. Mengeong seperti kucing manja yang meminta sesuatu pada majikannya,” ujar Danieru.
“Danieru ... ah, jangan permainkan aku!” tegas Camilla saat Danieru masih betah meneteskan lilin pada tubuhnya.
Danieru menghentikan aksinya, ia membuka seluruh pakaiannya, lalu menatap Camilla. Pria itu maju, ia memegang kejantanannya dan mengeluskannya pada kewanitaan Camilla.
“Danieru, ah ... aku mohon,” ujar Camilla. Ia bergerak gelisah di atas ranjang, matanya yang tertutup benar-benar membuatnya kesal.
Danieru masih berusaha membangunkan kejantanannya secara sempurna, pria itu membayangkan wajah seseorang yang sudah lama pergi dari hidupnya.
“Danieru, ah ... masuki aku,” ujar Camilla yang merasakan kejantanan Danieru pada bibir kewanitaannya.
“Mengeonglah, Kitty. Aku ingin mendengarnya,” balas Danieru.
Camilla dengan terpaksa menuruti keinginan Danieru, ia menguatkan hatinya sendiri.
“Meong ... meong ... meong ... Akh, ah ... meong.” Suara Camilla terdengar begitu lembut, membuat Danieru langsung memasukkan kejantanannya secara sempurna. Pria itu bisa merasakan kenikmatan yang sudah bertahun-tahun tidak ia rasakan, bahkan ia tak menyangka jika suara Camilla yang menirukan suara kucing memiliki efek yang sangat luar biasa.
“Ah, yah! Me-meong,” ujar Camilla saat Danieru menggerakkan pinggulnya pelan. Camilla menggigit bibirnya agak kuat, ia tak menyangka jika kejantanan Danieru cukup besar dan panjang.
“Ah, Camilla. Teruslah, ah ... mengeong dengan manja, Kitty.”
Camilla kembali mengalah, wanita itu lagi dan lagi menirukan suara kucing. Ia mengeraskan suaranya kala Danieru dengan sengaja melumat p****g payudaranya.
“Me-meong, akh ... meong, sssttt ... ah, ah! Meong,” ujar Camilla bersamaan dengan Danieru yang terus memasukinya semakin cepat.