Malam tiba dengan cepat, Camilla juga sudah bangun dan duduk dengan tenang. Di depannya, seorang pelayan sedang duduk juga dengan begitu rapi. Pelayanan itu di tugaskan mengurus Camilla, dan sekarang Camilla juga sedang bersandar pada kepala ranjang. Wanita itu seperti orang lumpuh, tubuhnya terasa begitu lemah.
Camilla tak mengerti apa yang terjadi pada dirinya, kenapa hanya karena tidak mendapat sentuhan seorang pria itu bisa selemah ini? Apa ia benar-benar tak bisa mengubah kebiasaannya di kemudian hari?
Wanita itu mendesah lelah, ia tak punya selera makan sama sekali. “Keluarlah, aku ingin tidur.”
“Nona, Tuan Muda Danieru berpesan agar Anda menghabiskan makanan.” Pelayan itu menundukkan kepala, ia sedikit ketakutan saat Camilla menatap tajam padanya.
“Aku kenyang, jika kau ingin menikmati makanan itu, maka nikmati saja.” Camilla segera berbaring, ia menutupi tubuhnya dengan selimut.
Pelayan itu segera berdiri, keluar dari kamar dan menutup pintu dengan rapat. Sedangkan Camilla yang tahu pelayan telah pergi merasa lega, ia menyingkirkan selimut pada tubuhnya dan beranjak dari kasur. Berkat sentuhan Danieru siang tadi, tenaga Camilla sedikit pulih. Ia bisa bergerak dengan bebas dan mencari kesenangan di luar sana.
Camilla ingat jika ada jalan rahasia di belakang mansion keluarganya. Ia akan keluar dari sana dan menuju bar tempatnya bisa mencari kepuasan. Jika tidak membeli seorang pria, pasti akan ada pria yang rela bermalam dengannya.
Wanita itu segera membersihkan tubuhnya, ia mandi dengan cepat, mengganti pakaian, dan merias wajah pucatnya.
Malam ini Camilla menggunakan mini dress berwarna hitam yang terlihat begitu pas di tubuhnya, rambut panjangnya terurai, dengan lipstik merah terang. Camilla merasa penampilannya sudah sangat memesona, ia menatap kaca dan tersenyum manis.
Tidak sampai satu jam, Camilla sudah siap pergi dari rumahnya. Wanita itu menatap keluar jendela, banyak sekali orang yang berjaga di sana. Camilla kemudian menutup tirai jendela kamarnya, ia segera menuju ke arah pintu dan menguncinya dari dalam.
Camilla menarik napas pelan, ia harus kabur sekarang juga. Ia benar-benar harus berusaha lari, atau ia tak akan mendapatkan kepuasan lagi.
Camilla mengelus salah satu bagian dinding pada kamarnya, ia mundur selangkah dan tersenyum senang. Ternyata memiliki ayah yang super menyayanginya juga sangat menguntungkan, bahkan ada lift pribadi di kamarnya.
Camilla segera masuk ke dalam lift itu, ia menekan tombol menuju ruang bawah tanah yang menjadi tempat mobilnya terparkir.
Mansion keluarga Alistair memiliki jalan rahasia, dan jalan itu berada di bawah tanah. Camilla sering menggunakan jalan itu untuk melarikan diri dari rumah saat usia remaja.
Beberapa menit berlalu cepat, lift itu mengantarkan Camilla ke ruang bawah tanah. Tempat yang sangat sepi, tidak ada juga penjaga. Sejenak Camilla merasa menang, Danieru tidak akan pernah tahu tentang denah mansion keluarganya.
Camilla segera menuju tempat mobilnya terparkir, sebuah Acura NSX berwarna merah cerah.
Honda merakit Acura NSX di pabrik baru mereka yang khusus menciptakan kendaraan berperforma tinggi di Marysville, Ohio Amerika Serikat. Dilengkapi dengan mesin V-6 3.5-liter twin turbo hybrid dan transmisi 9 kecepatan dual clutch, NSX dibuat sedemikian canggih terutama dalam menggapai kecepatan-kecepatan maksimal. Supercar ini ditawarkan mulai $157.800 atau dapat diupgrade sesuai keinginan dengan perkiraan harga hingga $ 200.000.
Camilla tersenyum senang, ia segera membuka pintu mobil dan duduk dengan tenang. Tanpa menunggu lama, Camilla menghidupkan mesin mobil dan melaju ke jalan rahasia menuju belakang mansion. Wanita itu menyeringai, sangat beruntung ia menempatkan mobil kesayangannya di sana.
Beberapa belas menit sudah Camilla tempuh, ia bisa melihat lorong panjang yang sejak tadi ia telusuri segera mencapai ujung. Wanita itu menambah kecepatan mobilnya, dan dengan cepat ia keluar dari terowongan itu.
...
Terra Blues, merupakan salah satu bar ternama, berada di 149 Bleecker St 2nd Floor, New York City, NY 10012-143. Camilla baru saja tiba, ia memarkirkan mobilnya dan segera keluar. Kehadiran wanita itu sontak saja mencuri perhatian para pengunjung, wajah cantiknya yang terpapar cahaya temaram, bibirnya yang merah begitu menggoda, tubuhnya yang langsing dan begitu pas untuk dipeluk, sedangkan gerak-gerik wanita itu terlihat begitu anggun.
Camilla sudah terbiasa menjadi pusat perhatian, ia merasa dirinya bagai seorang dewi. Semua mata selalu tertuju padanya, dengan tatapan memuja dari kaum Adam, dan tatapan iri dari kaum Hawa.
Camilla melangkah ke arah pintu masuk, dua orang pria berbadan kekar dengan kulit berwarna hitam segera membukakan pintu. Camilla tersenyum, ia kemudian masuk dan melihat pemandangan yang begitu menyegarkan mata. Pria-pria tampan sedang menikmati malam, dan ia siap mencari mangsa malam ini.
Camilla segera menuju ke meja bar, ia duduk dengan tenang dan menatap seorang Bartender yang terlihat cukup tampan.
“Nona, Anda ingin memesan minuman apa?” tanya Bartender itu dengan nada ramah, tidak lupa dengan senyuman manis pada bibirnya.
Camilla balas tersenyum, ia menatap koleksi minuman milik Terra Blues. “Champagne, dan bisakah kau menemaniku minum?”
Bartender itu tersenyum lagi, ia segera meraih sebotol Champagne dan menuangkan minuman itu untuk Camilla. Setelah selesai Bartender tadi langsung menghampiri Camilla dan memberikan gelas berkaki panjang untuk wanita itu.
“Tentu, saya dengan senang hati menemani Anda, Nona.”
Suara Bartender itu terdengar sangat seksi, bahkan Camilla langsung menyukai setiap inci dari wajah sang Bartender. Camilla membayangkan jika sang Bartender menyebut namanya berkali-kali, ia bahkan ingin merasakan sentuhan pria itu secepatnya.
“Berapa lama kau bekerja di sini? Dan, siapa namamu?” tanya Camilla.
“Saya baru bekerja, Nona. Perkenalkan, nama saya Spike.” Bartender itu mengulurkan tangannya, ia menatap wajah Camilla.
Camilla dengan senang hati menerima uluran tangan pria itu, mereka bersalaman cukup lama. Setelah merasa cukup, Camilla melepaskan genggaman tangannya, ia meraih gelas berisi Champagne dan menyesap minuman itu perlahan.
“Berapa usimu?” tanya Camilla.
“Saya berusia dua puluh sembilan tahun, Nona.” Pria itu kembali tersenyum, ia juga menuangkan Wine untuk dirinya.
“Masih sangat muda,” ujar Camilla.
“Bagaimana dengan Anda?” Bartender itu bertanya, ia melipat tangan di atas meja, lalu menatap lekat pada Camilla.
“Aku?”
Bartender itu mengangguk, ia menunggu Camilla menjawab pertanyaannya dengan sabar.
Camilla tertawa pelan, ia kemudian menyelipkan rambutnya pada daun telinga dan tersenyum. “Usiaku jelas lebih muda, dan untuk tepatnya, itu rahasia.”
“Apa ini tantangan?” tanya pria itu.
“Apa kau merasa tertantang?” tanya Camilla.
Pria itu tersenyum. “Ya, saya sangat tertantang. Anda sangat misterius, Nona.”
Camilla tertawa, ia kemudian meneguk minumannya dalam satu kali tarikan napas. Wanita itu meletakkan gelas di atas meja, lalu memalingkan pandangannya ke arah lain. Bar itu semakin ramai, dan musik yang menggema semakin keras.
Camilla mencoba menikmati pemandangan itu, tetapi tubuhnya terasa sedikit sakit. Wanita itu bisa merasakan p****g payudaranya mulai mengeras, bahkan kewanitaannya terasa basah.
Camilla memilih berdiri, kelihatannya akan sangat lama jika menunggu Bartender itu selesai dengan pekerjaannya. Wanita itu berdiri, ia kembali menatap Bartender yang melayaninya tadi.
Namun, Camilla harus menahan rasa kagetnya. Pemandangan yang begitu menyeramkan sekarang ada di depan matanya. Bartender yang tadi melayaninya kini sedang berciuman dengan seorang pria, begitu menjijikkan bagi Camilla.
Belum selesai ia dengan reaksinya itu, pria yang entah siapa menghentikan ulahnya. Pria itu menatap dan terlihat begitu tak menyukainya.
“Ada apa dengan tatapanmu itu?” tanya Camilla.
“Nona, jangan menggoda kekasihku.”
Demi Neptunus, apa pria itu sedang cemburu? Camilla kemudian tertawa kecil.
“Dengar,” ujar Camilla. Ia kemudian menarik napas, mencari kata yang tepat untuk membalas ucapan pria tersebut. “Aku tidak menginginkan kekasihmu, dan aku juga tidak akan pernah tertarik pada pria gay.”
Mendengar jawaban Camilla. Membuat kekasih dari Spike, sang Bartender, terlihat semakin kesal. Pria itu kemudian maju dan berusaha meraih bagian tubuh Camilla.
Camilla yang merasa dirinya dalam bahaya melangkah mundur, tetapi sangat sial baginya karena nyaris terjatuh. Wanita itu merasa lega, walau tubuhnya tidak sepenuhnya baik, tetapi dalam menjaga keseimbangan dia masih cukup kuat.
“Kau menyebalkan! Kau meminta kekasihku menemanimu minum, bahkan kau terus menggodanya dengan wajah jelekmu itu!” tegas pria itu.
“Nyonya, apa kau gila?” tanya Camilla. Ia sengaja menggunakan kata ‘Nyonya’ untuk membalas kelakuan pria tersebut.
“Kau yang gila, masih banyak pria di tempat ini, kenapa harus merayu kekasihku?”
Camilla menatap sekitar, banyak sekali orang-orang yang mulai memerhatikan tingkah konyol pria tersebut. Jujur saja ia merasa sedikit malu, harga dirinya hancur karena ditubuh sebagai perayu kekasih orang lain, apalagi itu pasangan gay.
“Aku tidak merayu kekasihmu! Dan kau, Spike, kenapa kau diam saja? Apa kau takut pada pria aneh ini?” tanya Camilla.
“Jangan membawa kekasihku dalam hal ini, kau yang datang dan merayunya, jadi jangan bawa dia dalam masalahmu!” tegas pria itu lagi.
Spike tidak bereaksi, pria itu terlihat takut pada kekasihnya sendiri. Camilla yang tak habis pikir menggeleng kepala, tak menyangka jika dunia semakin hari semakin gila.
Ketika Camilla sedang menjadi pusat perhatian, seseorang segera datang dan menghampiri kerumunan itu. Pria itu menghampiri Camilla, menarik tangan Camilla dan segera melumat bibir wanita itu.
Camilla memejamkan matanya sejenak, ia menghirup aroma tubuh pria itu dan merasa sangat mengenalinya. Setelah beberapa saat, Camilla membuka mata, saat itu pula kilatan dari blitz kamera menghujani dirinya dan pria tersebut.
“Sayang, bukankah aku mengatakan jangan keluar rumah?” tanya pria itu begitu lembut.
“Danieru, a-aku ... aku,” ujar Camilla gugup.
“Sssst ... kita akan pulang sekarang, wartawan juga sangat banyak di tempat ini.” Danieru segera menggendong tubuh Camilla, pria itu menatap para bawahannya, dan mereka segera membuka jalan bagi Danieru dan Camilla.
“Bagaimana kau bisa menemukanku?” bisik Camilla.
Danieru tersenyum. “Tidak sulit menemukan kucing nakal sepertimu, Camilla.”
“Aku bukan kucing!” tegas Camilla tak terima.
“Bagiku kau adalah kucing,” balas Danieru.
Camilla menatap jengkel, sedangkan Danieru segera mempercepat langkahnya menuju pintu keluar. Pria itu melirik Camilla, kemudian mengulum senyum.
“Apa?” tanya Camilla ketus.
“Kau berusaha merebut kekasih seorang pria gay?” tanya Danieru.
“Demi Neptunus, apa aku sudah mulai gila?” tanya Camilla.
“Ya. Kau mulai gila, kau melanggar aturanku dan membuat masalah di tempat umum. Kucing nakal,” sahut Danieru.
“AKU BUKAN KUCING!” tegas Camilla dengan suara agak nyaring.
Danieru tertawa, ia kemudian keluar dari bar itu dan menuju ke arah mobilnya. Seseorang segera membuka pintu mobil untuk Danieru, dan pria itu segera memasukkan Camilla ke dalam mobil. Danieru menatap Camilla, ia memasangkan sabuk pengaman untuk wanita itu.
“Kucing kecil, sebaiknya kau duduk dengan tenang dan tidak berteriak seperti tadi.”
“Aku bukan kucing!” tegas Camilla tak terima.
“Kau adalah kucing sekarang, dan aku akan menganggapmu sebagai peliharaan.”
“Aku bukan hewan peliharaan!” ujar Camilla yang semakin tak terima.
“Kucingku tersayang, jangan membantah kepada Tuan.”
“DANIERU!” Camilla terlihat semakin kesal, dan Danieru merasa sangat senang menggoda wanita itu.