Bab 15

1301 Kata
(P.O.V RAKA) Sungguh aku lelaki bodoh. Memberikan gadis yang ku cintai pada Carlos malam ini. Aku tidak bisa melindunginya. Aku tidak bisa membuat dia aman bersamaku. Aku bodoh sekali. Malam ini aku akan kehilangan gadisku. Aku tidak kehilangan dia. Lebih tepatnya gadisku lah yang akan kehilangan keperawanannya. Sungguh aku tidak menyangka. Hanya karena sepeda motor yang lecet sedikit Dewi menjadi taruhannya. Aku lemas sekali. Kakiku serasa Kelu saat melangkah keluar dari dalam Bar milik Carlos. Aku tersungkur di halaman Bar, di dekat tempat parkir. Aku berteriak memanggil nama Dewi dan terisak penuh penyesalan. "Raka, jangan seperti ini. Percaya denan ucapan Dewi tadi. Dia pasti akan bisa menghindari Carlos." Aletta merangkul ku dan menenangkan aku. "Aku percaya, Let. Tapi, aku merasa, aku tidak bisa melindungi gadis yang aku cintai. Kalau saja aku tidak memaksa Dewi ikut untuk malam mingguan di sini, pasti tidak seperti ini, Let." Aku masih menangis di pelukan Aletta. "Sudah Raka, aku tahu hati kamu sakit. Aku juga, Ka. Aku yang memaksa Dewi, kita sama-sama sakit, melihat Dewi seperti ini," ucap Aletta. Raka tahu, Aletta memang menyimpan rasa pada dirinya. Tapi, demi persahabatan, dia rela membiarkan aku dekat dengan Dewi, walaupun Dewi selalu menolakku. Dan, aku yang membuat Aletta menjadi hancur hidupnya. "Let, itu Pak Affan," ucapku sambil menunjukkan Pak Affan dan Bu Annita yang baru saja turun dari mobilnya. "Iya, ayo temui mereka," jawab Alleta. Aku berjalan menemui Pak Affan dan Bu Annita. Alleta langsunv memeluk Bu Annita dan mengatakan semua sudah terlambat, karena 15 yang lalu Dewi sudah di bawa masuk oleh Carlos. "Mana Dewi!" teriak seorang wanita pada Alleta. "Bibi terlambat, Dewi sudah di bawa Carlos." Alleta menjawab dengan menangis. "Tidak! Ini tidak boleh terjadi!" BibiRosmerry menerobos masuk ke dalam Bar dan aku mengikutinya. Bibi Rosmerry berteriak memanggil nama Dewi di setiap langkahnya. Hingga tiga anak buah Carlos menghadangnya. "Maaf ibu, jangan membuat keributan di sini!" tegas anak buah Carlos. "Lepaskan keponakanku!" ucap Bibi Ros dengan penuh amarah. "Maaf kami hanya di perintahkan oleh Tuan Carlos. Jadi kami tidak bisa," ucapnya. "Berapapun aku bayar, kalau kalian melepaskan keponakanku!" Bibi Ros semakin emosi. Aku terus memegangi Bibi Ros yang sudah kalap karena dia merasa bersalah pada Dewi, dan tudka bisa menjaga keponakannya. "Sebentar aku panggil tuan Carlos." Anak buah Carlos masuk ke dalam memanggil Carlos. Namun, semua sia-sia. Carlos tidak mau menerima kedatangan Bibi Ros untuk memenuhi kekurangan uang tadi. Bibi Ros tersungkur di lantai. Bibi Ros menangis dan memanggil nama Dewi. Aku melihat guratan penyesalan di wajahnya terlihat jelas. "Bibi ayo kita keluar. Percuma kita di sini," ajak ku pada Bibi Ros. "Aku kejam, Raka. Aku bibi yang kejam." Bibi Ros berkata seperti itu hingga keluar. Aku memapah Bibi Ros keluar dari Bar. Kami tidak langsung pulang. Kami menunggu Dewi keluar. Meskipun itu tidak mungkin. Kami semua masih setia menunggu di depan Bar milik Carlos. Bu Annita dan Bibi Ros tak henti-hentinya menangis. ^^^^^ Aku takut, aku takut sekali. Aku sudah berada di dalam kamar bersama Carlos. Dia menatapku dengan tatapan lembut. Entah dia akan bermain lembut dulu untuk meluluhkan hati ini, atau aku tidak tahu apa rencana dia malam ini. "Dewi, makan dulu." Carlos membawakan nampan berisi makanan dan jus buah. "Aku ingin pulang." Aku hanya menjawab seperti itu. "Jangan membuat emosiku naik, Dewi. Aku akan melakukannya setelah kamu siap. Aku tidak akan memperlakukanmu seperti jalang di luar sana," ucap Carlos. "Aku mohon, biarkan bibi memberikan uang kekurangannya, Carlos," pintaku dengan suara serak. "Aku bilang tidak bisa, ya tidak bisa, Dewi!" tukas Carlos dengan marah. Aku menangis dan menundukkan kepalaku. Hidupku akan berakhir. Lebih baik aku mati saja, jika aku harus menyerahakna semua pada Carlos. ^^^^ (P.O.V CARLOS) Aku tidak tega melihat dia menangis. Aku ingat gadisku. Dia yang cengeng, manja, suka menangis, dan berwajah ayu seperti Dewi. Dari tadi aku sudah menginginkan tubuh Dewi. Namun, saat ini melihat dia aku merasa kasihan. Bari kali ini aku temui gadis seperti dia, yang kekeh pada pendiriannya dan benar-benar menjaga sesuatu yang berharga pada dirinya. Aku mendekati dia yang masih menangis. Matanya sembab. Aku tahu karena dia dari tadi menangis. Pendar matanya menyiratkan luka saat menatapku. Aku jadi tidak tega akan menyentuhnya. Tapi, aku ingin sekali bermain dengan dia malam ini. "Aku mohon jangan lakukan ini, Carlos," pinta dia dengan tangisnya. "Ini sudah perjanjian, kamu tidak boleh mengingkarinya, Dewi," ucapku. Dewi menangis lagi. Tapi, aku tidak akan mengubah pendirianku untuk menidurinya malam ini. ^^^^^ Aku menunduk. Carlos menarikku, dia memelukku. Aku memberontak. Aku tidak mau. Tapi, apalah dayaku. Ini memang sudah kesepakatan aku dan Carlos. "Lepaskan!" Aku menepis tangan Carlos yang sudah membuka paksa bajuku. "Jangan membuat aku semakin kasar, Dewi!" Carlos membentakku. Aku takut, takut sekali. Aku hanya pasrah. Membiarka Carlos menyentuh pipiku dan mencium lembut bibirku. Percuma aku berontak, dia terlalu kuat memegangi tubuhku. "Akhhh…." Pekikku saat tangan Carlos menyentuh dan meremas bagian dadaku. "Bagaimana? Kamu menikmatinya, sayang?" Carlos menyeringai puas di hadapanku. Ingin sekali aku meludahi wajah Carlos. Semua sudah terlepas dari tubuhku. Aku polos di hadapan Carlos. Dengan penuh gairah tangan Carlos bermain pada setiap inci tubuh mukusku yang belum tersentuh oleh laki-laki. Jari jemari Carlos terasa menerobos di sela-sela pangkal pahaku. Aku menangis kala jemarinya menyentuh bagian inti miliki. Hatiku bergelenyar. Sakit rasanya. Saat jari Carlos bermain di dalamnya. "Akkhh….sakit…!" Aku memekik lirih. "Terus sayang, desahanmu membuat aku semakin ingin menikmatinya. Aku kalah. Aku menyerah. Aku hina. Aku jalang. Aku membiarkan Carlos menikmati tubuhku. "Mamah, papah, maafkan Kinanti. Mas Adrian, Kinanti tidka suci lagi. Maafkan Kinanti. Malam ini Kinanti harus mengingkari janji Kinan untuk menjaga diri Kinan." Aku terus memanggil Mamah, papan dan Adrian. Orang-orang yang aku sayangi. Entah kenapa Carlos tiba-tiba menghentikan kegiatannya menyentuh tubuhku. Matanya beralih menatap kalung yang melingkar di leherku. "Tadi kamu bilang apa? Kinan?" tanya Carlos. Dia menyahut kalungku hingga putus, dan membuak liontin berbentuk Love pada kalung itu. "Kinanti.…." Ucap Carlos dengan pendar mata yang menyiratkan kepedihan dan penyesalan. Dia melihat selimut yang sudah terjuntai ke lantai. Dia mengambilnya dan membungkus tubuhku. "Maafkan aku, maafkan aku. Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu Kinantiku. Kamu putrinya Om Wira Hutama?" Carlos bertanya padaku. Aku tidak tahu, kenapa dia tahu aku dan nama orang tuaku. "Iya, aku anaknya Almarhum Wira Hutama," jawabku. "Ya Tuhan, Kinanti." Carlos memeluki erat, dia menangis dan memelukku. Aku tidak tahu kenapa dia mengenalku, dan sekacau itu saat tahu aku adalah Kinanti anak dari Wira Hutama. "Aku Adrian, kamu ingat?" tanya Carlos dengan suara serak dan masih memelukku. "Mas Adrian?" tanyaku dengan tidak percaya. "Iya, aku Adrian. Lihat ini, sama kan? Ini fotoku dan ini kamu kan?" Carlos menunjukkan foto liontin yang sama. Aku tidak menyangka dia adalah Adrian. Orang yang selama ini aku cari. Orang yang aku cintai dari dulu. Tapi, kenapa dia berubah menjadi sebengis ini? Aku tidak menyangka dia adalah Adrian. Sungguh tidak menyangka. "Maafkan aku, Kinan," ucap Adrian dan masih menangis memelukku. Aku mendorong tubuh Carlos. Aku membencinya. Aku sakit, dia sama sekali tidak mengenaliku. Dan sudah membuatku seperti ini, layaknya seorang jalang di depannya. "Maafkan aku, Kinan." Ucapan maaf terus terlontar dari mulut Carlos. Aku hanya terdiam menatap wajah Carlos dengan lekat. Iya, dia Adrian. Hidungnya yang tidak bisa di curi, dan matanya yang seperti elang. Mungkin aku tidak memerhatikan dia, karena aku terlalu takut kemarin, jadi aku tidak bisa melihat wajah dia secara detail. Iya, dia Adrian, yang selama ini aku cari. "Kita ke rumah, ya? Papah dan mamah mencari kamu, kita semua hampir putus asa mencari di mana kamu, Kinan. Semua harta peninggalan Om Wira ada pada papah, dan kami jaga dengan baik. Pulanglah bersamaku, Kinan." Carlos memintaku agar aku ikut pulang dengannya. Carlos melihat bajuku yang sudah tidak ada bentuknya menyerupai baju. Karena adi Carlos tadi merobek paksa bajuku. "Belikan beberapa stel pakaian wanita untuk Kinanti. Emm maksud saya Dewi. Jika masih ada dua teman wanitanya di luar, ajak dia dan pilihkan baju untuk Dewi, secepatnya." Carlos menyuruh anak buahnya untuk membelikan baju untukku. Carlos meletakkan ponselnya di atas meja dengan kasar. Dia berkali-kali memukul dinding dan mengumpat. Merutuki dirinya yang bodoh tidak bisa mengenali aku. Malam ini aku masih terselamatkan. Hanya jari dan lidah Carlos yang masuk ke dalam bagian intiku. Hanya itu. Dan aku masih bisa menjaganya. Selaput dara ku masih utuh. Carlos memperlakukan ku sangat lembut. Walau aku meronta dan memukulinya tadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN