Bab 14

1572 Kata
Aku bersama keempat sahabatku masih berada di sekolahan setelah bel panjang yang menandakan waktu pulang sekolah berbunyi. Kami berlima menunggu semua siswa di kelas pulang, karena kami akan menghitung uang untuk di serahkan pada Carlos nanti malam. "Sudah tidak ada orang, kan?" tanya Andre. "Iya tinggal kita berlima, cepetan di hitung sebelum tukang kebun atau penjaga sekolah ke sini untuk mengunci kelas," ucap Raka. Kami menghitung uang hasil jerih payah kami selam satu bulan. Entah uang ini cukup 250 juta atau tidak aku tidak tahu. Aku tetap yakin uang ini semua ada 250 juta jumlahnya. Kami menghitung dengan sangar teliti. "Apa ini ada 250 juta?" tanya Andre. "Entahlah, Ndre, semoga saja ada," jawab Raka. "Itu di kamu berapa, Let?" tanya Rosa. "Aku pegang 50 juta, kamu Ca?" jawab Leta dan bertanya kembali pada Rosa "Ini ada 100 juta," jawab Rosa. "Dan, ini hanya 35 juta," imbuh Andre. "Jadi total kurang 65 juta?" tanya Raka. "Ini bagaimana?" lirih Raka. "Mungkin, memang nasibku harus……" ucapku dengan lirih. Aku tidak bisa melanjutkan kata-kataku, karena aku merasa berat sekali untuk berkata. "Dewi, kita akan cari, kita bisa, pasti bisa," ucap Letta meyakinkanku. "Enam puluh lima juta bukan jumlah yang sedikit, Let," ucapku dengan lirih. "Percaya pada kami, Dewi. Nanti aku jemput kamu. Pulanglah, jangan berpikiran macam-macam, oke." Raka mencoba menenangkan aku. "Aku takut." Aku berkata lirih dan menundukkan kepalaku, aku menangis, semua teman-temanku merangkulku. Aku benar-benar takut, sangat takut. Setiap malam setelah kejadian Carlos menciumiku, Carlos menemuiku terus. Dia menagih uang itu, dan selalu berkata aku tidak mampu membayar. Dan, kenyataannya hari ini. Hari di mana nanti malam aku akan menyerahkan uang 250 juta itu. Namun, uang itu hanya ada 185 juta saja. Bagaimana bisa kami bisa mengumpulkan uang 65 juta untuk kekurangannya sampai nanti malam? Ini benar-benar tidak masuk akal. Ponselku berdering. Nomor asing yang aku kenal meneleponku. Aku hati itu Carlos. Aku ingin mematikannya. Tapi, aku bukan pengecut. Aku harus berani. Berani menghadapi dia. Jika nanti malam aku harus menyerahkan milikku yang selama ini aku jaga, aku rela. Ini demi persahabatan. Mereka mencari uang dengan menghalalkan segala cara. Sedang aku hanya menjadi buruh cuci. Ponselku masih berdering. Aku enggan mengangkatnya. Hingga ucapan Raka membuyarkan lamunanku yang sedang memikirkan bagaimana nanti malam. "Dew, ada telepon masuk itu," ucap Raka. "Iya, Ka. Aku takut, ini nomor Carlos," jawabku. "Jangan takut, angkat lalu loudspeaker, Dew. Biar semua mendengar." Raka menyarankan seperti itu. "Oke, aku angkat." Aku mengangkat telepon Carlos dan menekan tomb loudspeaker. "Hai gadis cantikku? Bagaimana, sudah uangnya? Atau masih kurang? Sudahlah, menyerah saja. Kita bermain 7 hari 7 malam, sayang," ucap Carlos. "Aku tidak akan membiarkan temanku di nikmati laki-laki busuk seperti kamu, Carlos!" tukas Alleta. "Wah…wah….ada jalang SMA nih, memangnya kamu mampu, hah? Buat uang saku kalian saja tidak bisa, mau membayar ganti rugi 250 juta? Hah, mana mungkin bisa," ucap Carlos. "Diam kamu! Tunggu nanti malam di Bar kamu. Aku akan bawa uang itu di hadapanmu nanti malam," ucap Raka. "Hah, silakan kalau bisa. Saya tunggu pukul 9 malam," ucap Carlos dengan menutup telponnya. Air mataku luruh seketika membasahi pipi. Tatapan Raka berpendar padaku, dia meraih bahuku dan memelukku di depan sahabatku yang lain. "Jangan menangis, aku akan berusaha. Malam ini sebelum jam 9 malam, aku pastikan aku bisa memenuhi itu. Aku tidak rela kamu dengan Carlos, sungguh aku tidak rela." Raka menangis memelukku. Semua yang melihat ikut memelukku, aku semakin takut. Tapi, semua sahabatku adalah kekuatanku. Aku harus berani, aku tidak boleh kalah dengan Carlos. Aku harus bisa menaklukkan Carlos, agar dia tidak menyentuh ku. Kalaupun aku harus menyerahkan semua untuk Carlos. Itu karena nasib ku memang seperti ini. Kami keluar dari kelas, karena hari semakin sore. Aku juga harus mempersiapkan diriku. Aku harus mencari uang lagi untuk memenuhi uang Carlos. Aku di di rangkul oleh Alleta dan Rosa keluar dari kelas, dan saat aku keluar, ada Pak Affan yang menatapku penuh iba. Entah beliau tahu semua atau tidak. Namun, beliau tidak memanggilku atau bertanya padaku. Beliau hanya melihat kami keluar kelas dengan wajah yang lusuh. ^^^^ (P.O.V AFFAN) Aku tidak menyangka, Dewi memiliki masalah serumit ini. P Namun, aku tak tahu apa masalahnya. "Aku harus bertanya pada Alleta atau Rosa. Mudah-mudahan aku bisa membantunya. Dan, aku harus bicara dengan Annita. Dia juga harus tahu, karena dia juga gelisah dengan keadaan Dewi dari kemarin." Aku melangkahkan kaki menyusul mereka yang sedang mengantar Dewi ke rumah Mbok Sanem. Setelah mereka keluar dari rumah Mbok Sanem aku menghampiri mereka. Alleta sedikit kaget dengan kedatanganku. "Sebenarnya apa yang sedang Dewi alami?" tanyaku langsung pada mereka. Alleta dan Rosa tadinya tidak mau menjelaskan apa yang terjadi. Tapi, aku mendesak mereka agar mereka bercerita apa yang sebenarnya terjadi pada Dewi. Akhirnya mereka menceritakan apa yang sedang Dewi alami saat ini. Aku tidak menyangka, Dewi bisa menyembunyikan masalah sebesar ini. Ini tidak boleh terjadi, aku harus meminta bantuan pada Annita. Bagaimanapun, Dewi murid yang kamibm sayangi, mungkin kemarin aku memang ada sedikit rasa. Namun, setelah Annita mengisi relung hatiku, dan kamu saling terbuka kalau kami saling mencintai, rasa yang ada untuk Dewi berubah seketika. Benar kata Dewi, aku memiliki rasa pada Dewi bukan rasa cintq, melainkan rasa iba atau sayang. ^^^^ Malam ini, adalah malam di mana aku harus menyerahkan sesuatu yang berharga dalam hidupku. Ya, keperawananku. Aku mendapat kabar dari Alleta kalau uang yang terkumpul hanya 200juta. Setelah tadi mereka mencari tambahan lagi. Raka dan Letta terpaksa meminjam orang tua mereka dan mejelaskan semua tentang masalah ini. Aku tidak tahu harus bagaimana. Apa kau harus bilang pada Bibi Ros, atau bagaimana aku tidak tahu. Mobil Raka sudah berada di depan rumah mbok Sanem. Aku keluar. Aku melangkahkan kaki dengan berat. Tapi, aku harus siap. Jam di tanganku menunjukkan pukul 20.30. Kurang 30 menit lagi, aku harus menghadapi Carlos. Carlos dari tadi sudah menghubungiku lewat pesan singkat. Dia seperti sudah menanti-nanti aku. Dia sudah ingin sekali menikmati apa yang aku jaga hingga kini. Raka memegang tanganku. Dia meminta maaf. Memelukku. Mencium keningku. Dia rasa usahanya sudah gagal. Aku masuk ke dalam mobil Raka. Aku masih meneteskan air mataku. Aku duduk di antara Rosa dan Alleta. Dia merangkul ku. Dia juga sangat menyesal usahanya sudah sia-sia. Bukan karena mereka menyesal karena sudah menjual diri mereka, tapi karena mereka gagal menjagaku. Rosa dan Alleta tidak ingin aku seperti mereka. Dan, malam ini aku akan menjadi seperti mereka, merelakan diriku di tiduri oleh Carlos. Mobil Raka sudah sampai di depan Bar milik Carlos. Sungguh aku sangat takut. Tapi, aku harus berani menghadapi Carlos. Anak buah Carlos sudah menunggu kedatangan kami. Kami di giring masuk ke dalam ruangan luas di belakang bar. Carlos menyeringai puas melihatku. Dia seakan tahu, aku tidak bisa memenuhi uang itu. Mati sudah aku malam ini. Hidupku akan berakhir malam ini. "Mana uangnya!" pinta Carlos pada Raka. Yang melihat Raka membawa amplop cokelat. "Silakan di hitung," ucap Raka. Carlos menyuruh anak buahnya menghitung uang itu. Anak buahnya itu terlihat berbisik pada Carlos. "Sudah ku bilang, kalian tidak akan mampu membayarnya. Kalian tahu apa konsekuensinya?" ucap Carlos dengan sombong. Carlos mendekatiku dan tersenyum padaku dengan senyum yang mengandung arti. "Bagaimana cantik, kamu siap? Aku bilang, jika kamu tidak bisa memenuhinya?" Carlos bertanya dengan mengangkat daguku. "Iya aku tahu!" ucapku dengan geram. "Ikut aku!" Carlos menarik tanganku dengan kasar. "Jangan bawa Dewi!" seru Raka. "Apa hakmu melarangku?" ucap Carlos dengan menarik kerah baju Raka. "Cukup! Kalian pulang, maafkan aku, ini memang salahku. Maafkan aku," ucapku dengan berlinang air mata. "Dew, tapi…." Raka menarik tanganku dan memelukku. "Sudah Raka, aku akan cari cara untuk menghindari semua ini. Kamu jangan khawatir," ucapku di telinga Raka. "Carlos, tunggu! Aku akan memenuhi semua uang itu. Beri kami waktu 15 menit, Carlos. Aku mohon." Alleta memohon pada Carlos. "Baik aku kasih waktu 10 menit dari sekarang." Carlos membari kami waktu. "Oke," ucap Aletta dengan melemah. Aku tidak tahu, Aletta akan meminta bantuan dengan siapa. Aku berdiri di samping Aletta. Dia merangkul ku. Kata Alleta Pak Affan dan Bu Anita yang akan membantuku. Dan, Bibi Ros. Entah kenapa Bibi Ros akan membantuku. "Bagaimana Bibi Ros tahu aku memiliki masalah ini?" tanyaku pada Alleta. "Maaf, tadi sore Bibi Ros menghubungiku. Menanyakan kamu, dan aku menceritakan semua yang sedang kamu alami," jawab Aletta. "Dia mau membantuku?" tanyaku lagi. "Ya, dia sayang kamu, Dew. Tapi, suami Bibi Ros gila," jawabku. Aku melihat jam di tanganku, waktu tinggal beberapa menit lagi. Dan belum ada tanda-tanda Bibi Rosmerry, Pak Affan, dan Bu Annita datang. Pupus sudah harapanku saat ini. Dan aku harus menyerahkan semua pada Carlos. "Baik, sudah lebih dari 10 menit. Mana orang yang akan membantumu? Tidak ada, kan?" Carlos berkata dengan mendekatiku. "Kalian usir mereka. Dan kamu, bawa uang itu!" titah Carlos pada anak buahnya. "Dan, kamu. Ikut aku!" Carlos menarik tanganku. Sunggu aku malam ini layaknya jalang yang akan melayani lelaki bajingam seperti Carlos. Aku tidak menyangka hidupku akan berakhir seperti ini. Masa depanku hancur. Harta yang aku jaga untuk Adrian akan hilang karena Carlos. "Tunggu Carlos, kasih waktu kami lagi," pinta Rosa. "Dengan kamu bertelanjang di depanku saja tidak akan merubah semua," ucap Carlos pada Rosa. Ya harapanku menjadi wanita seutuhnya akan musnah malam ini. Carlos membawaku masuk ke dalam. Ada sebuah bangunan mewah di belakang bar, di samping ruangan luas tadi tempat yang di gunakan untuk berkumpul. Bangunan berbentuk klasik dan sangat mewah. Carlos membawaku masuk ke dalam bangunan itu. Aku bergidik ngeri melihat wajah Carlos yang menatapku penuh nafsu birahi. "Kenapa, kamu takut? Aku tidak akan membunuhmu, kita akan bersenang-senang, sayang." Carlos menyentuh pipiku dengan lembut. "Bagiku, ini adalah hari kematian untukku. Aku mohon, beri aku waktu Carlos, hingga tanteku ke sini membawa uang itu," pintaku lagi. "Sudah habis waktunya. Saatnya kita bersenang-senang," ucap Carlos dengan menyeringai di hadapanku. Carlos menarikku dan membawaku masuk ke dalam ruangan yang sangat luas. Ya, ruanan itu adalah kamar. Kamar yang luar, tertata rapi dengan desain serba putih bak kamar pengantin. Mataku berpendar memandangi semua yang sudah di siapkan Carlos. Aku semakin takut. Takut sekali.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN