Bab 16

1365 Kata
(P.O.V CARLOS) Aku duduk dengan memijit keningku. Aku tidak menyangka, gadis yang aku sakiti adalah Kinanti. Demi apa aku menyesal. Aku sangat berdosa sekali jika tadi aku sampai merusak dia. Beruntung tadi Kinan menyebut namaku. Jika tidak, mungkin aku akan menyesal seumur hidupku, ketika aku tahu kalau dia adalah Kinanti, putri dari Wira Hutama. Sahabat dekat papah, dan orang yang berjasa pada keluargaku, sehingga keluargaku berjaya seperti sekarang. Entah apa yang ada di pikiranku saat ini. Aku melihat Kinanti masih menangis dengan tubuh terbungkus selimut. Aku masih menunggu Jordi dan Kenan membeli baju untuk Kinanti. Bajunya tadi aku rusak. Aku melihat ada bathrobe yang menggantung di dekat lemari. Aku mengambilnya. Memberikannya pada Kinanti. "Pakai ini, kamu bersihkan badan kamu. Maafkan aku, Kinan." Aku memberikan bathrobe pada Kinanti. Kinan menerimanya, tapi dia masih tidak mau menatapku. Aku tahu dia sangat marah denganku. Dia mungkin sudah membenciku. Namun, aku tak akan membiarkannya pergi. Masih banyak yang harus aku bicarakan dengan Kinan. Aku melihat Kinan menjambak rambutnya dan berteriak histeris. Aku tahu, dia mengingat kejadian aku tadi, saat aku melakukan itu pada Kina. "Kinan, jangan seperti ini. Kamu boleh marah sama aku, tapi jangan siksa dirimu, Kinan. Pukul aku, tampar aku, bila perlu bunuh aku jika kamu marah. Maafkan aku, aku janji, aku tidak akan melakukannya. Tapi, pulanglah denganku, papah dan mamah menunggumu, Kinan." Aku menenangkan Kinan dan memeluk dirinya. Amarahnya reda saat aku memeluk dirinya. Aku tahu dia terpukul. Aku tahu dia baru mendapat perlakuan yang seperti tadi. Andai saja waktu bisa ku putar lagi. Aku tidak akan melakukan hal ini pada Kinan. "Adrian, kamu jahat!" Kinanti berteriak dan memukuli dadaku. "Iya aku jahat, Kinan. Aku jahat, pukul aku Kinan, hingga kamu puas. Aku jahat Kinan." Aku ikut memeluk Kinan yang sedang kalap. Baru kali ini aku menangisi seorang perempuan. Ya, menangisi Kinan. Gadis yang aku cari. Gadis cantik yang aku cintai hingga sekarang. "Kenapa harus bertemu Kinan dengan cara seperti ini, Tuhan. Aku menyesal apa yang aku perbuat tadi." Aku berucap lirih. "Kamu jahat, Adrian. Kamu membuat aku seperti ini. Kamu jahat!" Kinan berteriak dan meronta lagi. Aku tahu, dia merasa dirinya ternoda. Dia merasa gagal menjadi seorang gadis. Aku belum mengambil keperawanannya. Sungguh, aku melakukannya dengan halus. Baru kali ini aku bisa memperlakukan wanita dengan halus. Dan, itu dengan Kinan. Kalau tadi aku melakukannya dengan kasar pasti akan lebih menyakiti Kinan. "Kinan, bersihkan badan mu dulu, sambil menunggu anak buahku membelikan baju untukmu." Aku membujuk Kinan agar dia mau membersihkan dirinya. "Pakai bathrobenya, Kinan…." pintaku lagi. Kinan mengambil bathrobenya dan memakainya. Keadaannya semakin stabil. Dia mau di papahku sampai ke dalam kamar mandi. "Jangan lakukan hal macam-macam. Mandi saja. Masa depanmu masih panjang. Aku akan memindahkan kamu ke sekolahan yang layak," ucap ku pada Kinan saat dia akan masuk ke kamar mandi. Aku hanya takut dia melakukan hal bodoh yang melukai dirinya. Aku mau ikut masuk ke dalam rasanya tidak pantas. Malah nanti membuat dia berontak dan semakin membenciku. ^^^^^ (P.O.V ALETTA) Kami masih berada di depan Bar milik Carlos. Bibi Ros dan Bu Annita tak henti-hentinya menangis. Aku pun iya, dan Rosa juga. Kasihan Dewi, dia selama sedang menebus semua kekuranga uang itu dengan tubuhnya. Aku sungguh tidak rela. Dewi sahabatku. Dia yang paling mengerti aku. Walaupun aku sangat mencintai Raka, dan Raka mencintai Dewi, aku tidak mempermasalahkan itu. Karena yang terpenting bagi kami adalah persahabatan, bukan soal cinta. Sering cinta malah merusak segalanya. Merusak pertemanan, persaudaraan, persahabatan, bahkan merusak hidup seseorang kareba cinta. Aku masih bersandar di mobil Raka. Dia benar-benar merasa kecewa tidak bisa membantu Dewi. Dan, sekarabg dia harus rela memberika Dewi pada Carlos. Anak buah Carlos menghampiri kami. Mereka mendekatiku dan juga Rosa. "Kalian teman Dewi?" tanya mereka padaku dan Rosa. "Iya, ada apa?" jawabku dan Rosa. "Ikut kami," titah mereka. Aku melihat Raka, dan Raka mengisyaratkan aku dan Rosa untuk ikut dengan mereka. Kami masuk ke dalam mobil mereka. Mereka melajukan mobilnya ke sebuah mall yang masih buka. Mereka menyuruh kami untuk memilihkan baju-baju untuk Dewi. Aku mencoba bertanya pada mereka. Mereka hanya menjawab ini perintah Carlos. Seusai kami membeli baju untum Dewi. Kami kembali lagi ke Bar milik Carlos. Anak buah Carlos menyuruh kami menunggu, dan setelah itu mereka menemui Carlos lagi. "Tadi kamu ke mana dengan mereka?" tanya Raka padaku. "Beli baju untuk Dewi," jawabku. "Baju? Berarti Dewi?" Raka menghentikan perkataannya. Dia mengusap wajahnya dengan kasar. Guratan penyesalan terlihat pada wajah Raka. Kami terdiam lagi, dan menunggu anak buah Carlos yang menyuruh kami menunggu di depan. ^^^^^^ Aku duduk termenung seusai mandi. Carlos memberikan aku baju yang tadi di belikan anak buahnya. Aku segera mengganti pakaianku. Dress selutut dengan lengan panjang berwarna biru muda itu sangat pas sekali di tubuhku. Aku keluar saat sudah selesai memakai baju. Carlos menghampiriku yang kembali duduk di tepi ranjang. Carlos duduk di sampingku. Dia menata rambutku yang sedikit berantakan. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku masih perawan, tapi tubuh dan vaginaku sudah terjamah Carlos. Aku tidak menyangka Carlos adalah Adrian. "Adrian," panggilku lirih. "Iya, Kinan," jawabnya. "Aku mohon jangan lakukan lagi." Aku menundukkan kepalaku dan menangis di samping Adrian. "Aku tidak akan melakukannya lagi. Maafkan aku. Ayo kamu makan dulu. Kenapa kamu jadi kurus seperti ini, Kinan?" Adrian mengajakku makan terlebih dahulu, tapi aku menjawab dengan menggelengkan kepala. "Ayo makan dulu," ajak Adrian lagi. "Aku tidak lapar, aku ingin pulang. Boleh aku pulang, Adrian?" tanyaku pada Adrian. "Iya, nanti aku antar pulang, tapi kamu makan dulu." "Aku tidak lapar." Adrian berdecak kesal karena aku menolak di ajaknya makan. Adrian akhirnya menuruti apa yang aku mau. Adrian masih duduk di samping aku. "Kinan, kamu kenapa tinggal bersama penjaga kantin?" tanya Adrian. "Aku tadinya ikut bersama bibiku, tapi karena pamanku sering berbuat tidak senonoh, aku pergi dari rumah dan tinggal dengan Mbok Sanem." Entah kenapa aku mau bercerita pada Adrian. Padahal dia sudah membuatku seperti ini. Tapi, rasa nyaman yang dulu pernah ada, kini muncul kembali. "Tinggal lah bersama papah dan mamah. Mereka mencarimu, Kinan. Aku juga mencarimu. Hingga aku frustasi dan aku lari ke jalan seperti ini. Mendirikan bar dan tempat porstitusi," ucap Adrian. "Aku lebih nyaman dengan Mbok Sanem. Dan, tolong jangan usik hidupku lagi." Aku berkata tanpa melihat wajah Adrian. "Aku akan tetap membawa kamu ke rumah papah, ini perintah papah. Perusahaanmu juga ada pada papah. Kamu penerus Wira Hutama satu-satunya, Kinan." Adrian terus membujukku agar aku mau ikut dengan dirinya. Akhirnya aku menuruti apa yang Adrian mau. Karena semua sudah terjawab, perusahaan papah ada dan masih aman pada papahnya Adrian. Dia membawaku keluar dari kamar j*****m itu. Adrian tidak melepaskan tanganku dari genggamnya. Aku sudah berada di luar Bar bersama dengan Adrian dan dua anak buahnya. Aku masih melihat teman-temanky ada di sana. Ada Pak Affan, Bu Annita, dan yang membuatku kaget ada Bibi Ros yang terlihat sangat kacau sekali wajahnya. "Dewi…." Bibi Ros memeluku, dia menangis di pelukanku. "Kamu, apa kamu baik-baik saja?" Bibi Ros memegangi semua bagian tubuhku, memastikan tidak ada luka di tubuhku. "Kamu! Puas kamu membuat keponakan saya kehilangan masa depannya?! Kamu laki-laki j*****m, Carlos!" Bibi Ros teriak dan marah di depan Adrian. Dia tidak melawan saat Bibi menampari wajahnya. Bahkan saat anak buah Adrian mencoba menghentikannya, Adrian melarangnya dan membiarkan Bibi Ros memukulinya. "Sudah, bibi?" tanya Adrian dengan nada yang sedikit penuh penyesalan. Bibi menampar Adrian lagi. "Bibi, cukup!" Aku menghentikannya. Aku merasa tidak tega, Adrian dari tadi di tampar oleh bibi hingga pipinya merah dan sudut bibirnya berdarah. "Biarkan Kinan, jika kamu mau tampar aku, ini belum cukup menggantikan perlakuanku tadi padamu, Kinan," ucap Adrian padaku. "Bibi, Adrian tidak melakukan apa-apa pada Dewi. Dewi masih bisa utuh Bi. Dewi masih perawan." Aku memegang tangan Bibi Ros yang mau menampar Adrian lagi. "Maksud kamu, Dew?" tanya Aletta. Aku menceritakan semuanya pada mereka. Raka mendekatiku dan memelukku erat. Dia mencium kepalaku berkali-kali. Adrian hanya terdiam melihat Raka memelukku seperti itu. "Maaf, aku masih ada urusan dengan Kinan." Adrian menarikku dari pelukan Raka. "Adrian, apa tidak besok saja? Setelah pulang sekolah, ini sudah larut malam," ucap ku. "Baiklah, besok aku jemput ke sekolahanmu," jawab Adrian. "Ini uang kalian. Maafkan aku, aku sudah membuat kalian seperti ini." Adrian mengembalikan uang untuk mengganti sepeda motornya pada Raka. Raka enggan menerimanya, tapi Adrian terus memaksanya. Aku tahu, Raka sudah terlanjur murka dengan Adrian. "Aku belum melakukannya dengan Kinan, ehm maksudku Dewi. Aku belum melakukannya, dia masih utuh. Maafkan aku." Adrian meminta maaf pada Raka, dan Raka menerima uang itu kembali. Aku pulang bersama Adrian, dia mengantarku ke rumah Mbok Sanem. Raka dan lainnya juga mengikuti mobil mewah Adrian. Bibi, Pak Affan, dan Bu Annita juga ikut ke rumah Mbok Sanem.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN