"Can I get your number?" Tanya pria yang kini mendapatkan giliran untuk memesan rangkaian bunga pada Ara, sekaligus dapat berbicara lebih dekat dengan perempuan itu. Tapi, karena keadaan semakin ramai, Ara tidak bisa mendengarkannya. Ia masih sibuk mengabungkan beberapa elemen tambahan dalam rangkaian bunga yang sudah dipesan oleh pria tersebut.
Semakin lama, toko bunga Bella semakin ramai. Tidak hanya ramai dengan banyaknya pembeli yang mengantri di luar toko bunga miliknya, bahkan juga sampai membuat kemacetan jalan. Hal itu membuat Bella tidak bisa berkata apa-apa. Antara senang tokonya bisa seramai ini sepanjang dia membangun karirnya di toko ini, atau malah khawatir dan takut ada yang datang memarahinya.
Kebanyakan dari mereka adalah para mahasiswa dari kampus sebelah. Entah darimana mereka bisa mengetahui hal ini, tapi alasan utamanya sudah pasti karena ada florist cantik yang hendak merangkaikan bunga, bahkan CINTA untuk mereka. Iya, cinta hanya dalam sebuah kisah harapan saja. Bahkan ada yang sampai sengaja mau membayar lebih, hanya agar bisa mengobrol dengan Ara untuk waktu yang agak lama dari biasanya. Mereka mengambil foto bersama Ara, juga meminta tanda tangan dari perempuan itu. Ia diperlakukan bak artis, padahal ia bukanlah siapa-siapa di negara ini. Ia pendatang baru.
Andai Ara diperlakukan sama di Jakarta, terlebih kakaknya sendiri yang memiliki agensi entertainment. Andai bisa seperti itu, mungkin ada kemungkinan besar baginya untuk bersanding lagi dengan Ken, idola kesayangannya. Suami halunya, yang selalu dia mimpikan setiap saat. Namun naas, mimpinya itu yang membuatnya hancur.
"Can I get your number?" Tanya pria itu lagi, tidak menyerah. Sontak, tangan Ara terhenti mengudara ketika mendengar suara itu. Ia hendak memberikan rangkaian bunga yang sudah ia buat untuk salah satu dari sekian pelangg*n laki-laki. Bunga yang begitu indah seharusnya dapat disambut dengan baik, kan?. Bukan dengan tanda tanya yang besar.
Berusaha tetap tersenyum, padahal dalam hati Ara sudah mengutuk. "Hampir ratusan pria yang meminta kontak ku hari ini. Bahkan ada yang lebih tampan dari kak Ken, tapi entah kenapa hatiku belum tergerak untuk memilih salah satu diantara mereka. Mungkin perasaan ku sudah terpaku untuknya. Huft, sudahlah, memang kalau mencintai dalam diam dan bertepuk sebelah tangan seperti ini." Batin Ara.
"Tapi, kalau di pikir-pikir, aku seperti diperebutkan ya di sini?. Ah senangnya!" Katanya lagi dalam hati dengan maksud menghibur dirinya sendiri. Seketika hal itu membuat Ara terlalu senang, bahkan sampai ingin berjingkrak rasanya. Namun, tidak lama dari itu ia baru sadar kalau ada seorang pria yang ada di dekatnya. Sontak, raut wajahnya berubah.
"Maaf, tapi saya tidak bisa melakukannya karena itu bukanlah bentuk pelayan--"
"Kalau saya bisa mendapatkan kontakmu, saya akan memborong semua bunga di sini dan untuk lima hari ke depan. Bagaimana?" Tawar pria itu tidak mau kalah. Dia keras kepala dan terlalu ambisius untuk mendapatkan kontak Ara. Bella yang mendengar hal itu tidak bisa berkata-kata. Dia membulatkan mata dan mulutnya tak percaya.
"Uh, sultan ternyata ya." Cibir Ara dalam hatinya. Tapi, ia tetap berusaha untuk tersenyum.
"Bagaimana, Bella?. Dia mau memborong bunga kamu untuk lima hari ke depan kalau aku mau memberikan kontak ku." Ujar Ara pada Bella.
Bella berdehem. Menatap Ara dan pria sultan itu bergantian. Kemudian tatapannya beralih pada puluhan pria yang masih mengantri di belakang sambil sesekali menggerutu karena terlalu lama mengantri.
"Menurut kamu bagaimana, Ara?" Tanya Bella.
"Aku terserah padamu, Bella. Kalau kamu mau, aku akan memberikan kontak ku dengan senang hati padanya. Pada akhirnya sama saja, kan? Mau pria ini memborongnya atau tidak, kita akan tetap menjual bunga ini hingga habis." Ucap Ara.
"Mungkin dengan begitu, aku bisa membalas kebaikanmu padaku, Bella. Kamu dan Andreas terlalu baik padaku sejauh ini. Memberikanku tempat tinggal dan kenyamanan, di saat aku tidak mendapatkannya dari orang yang aku harapkan. Kak Ken, aku harap kakak tidak menyesal di sana." Lanjut Ara dalam hatinya.
Bella terlihat berpikir. Kemudian dia pergi ke area para pria yang mengantri itu. Berkacak pinggang dan menghadap mereka. Bersiap untuk mengatakan sebuah pengumuman besar.
"Halo, semuanya!. Saya tahu kalian sudah menunggu lama di sini. Saya mengucapkan rasa terimakasih dan maaf. Tapi, ada seorang pria yang lebih beruntung dibandingkan kalian semua. Pria itu mau memborong bunga di sini selama lima hari ke depan. Jadi, untuk itu, kalian bisa balik kanan dan pulang ke rumah masing-masing. Kalian bisa kembali lagi lima hari kemudian. Silahkan!" Ucap Bella dengan nada suara yang besar, memberitahukan pada mereka semua yang pada akhirnya mencetak rasa kecewa.
"Tidak bisa, dong!. Saya sudah menunggu di sini lebih dari satu jam lamanya!"
"Saya tidak menerimanya. Kalau memang pria itu bisa mengobrol dengan florist itu, maka tentu kami juga mendapatkan hak yang sama!"
"Saya berani membayar lebih dari pria itu dan biarkan saya berbicara dengan florist cantik toko bunga Anda!"
Banyak yang mengeluh pada Bella, bahkan sampai ada yang mau membayar lebih dari pria yang sebelumnya hanya agar bisa berbincang dengan Ara. Tapi, tidak bisa. Bella sudah lebih dulu menerima tawaran pria itu. Alhasil, kecewa lah. Itu lebih baik dibandingkan melanggar ucapan sendiri.
"PULANG!" Bentak Bella tidak sabaran ketika banyak yang kembali melakukan protes padanya.
Baik Ara ataupun pria itu melihat Bella yang kesusahan untuk mengatur publik. Alhasil, giliran Ara yang mengambil alih. Dia beranjak menuju kerumunan itu dan mulai mengatakan kalau dia sangat kecewa dengan hal ini. Tapi dia berjanji akan menerima pesanan mereka setelah lima hari kemudian. Mungkin dengan hanya sekedar kata-kata, banyak yang tidak terima dengan hal itu, tapi dia tetap mencobanya.
"Halo, semuanya. Perkenalkan, saya Arabella. Saya florist baru di toko bunga ini. Senang sekali melihat banyak ketertarikan Anda semua. Saya meminta maaf karena membuat kalian semua mengantri lama. Tapi, setelah lama mengantri, belum juga mendapatkan apa yang kalian inginkan. Saya sangat menyayangkan hal itu, tapi saya tidak bisa melanggar janji begitu saja salah satu klien yang sudah melakukan perjanjian dengan kita. Ini bukan tentang siapa yang mampu membayar lebih, tapi kami menghormati sebuah janji ucapan yang sudah kami berikan padanya, dan saya memohon agar semuanya bisa mengerti. Begini saja, kalian bisa datang kembali lima hari lagi dan saya usahakan akan mengerjakan rangkaian bunga yang kalian inginkan. Saya janji akan meluangkan banyak waktu untuk berbincang dengan kalian yang mau datang lima hari kemudian. Oleh karena itu, jangan buat kerusuhan lagi di toko ini dan kalian bisa pulang untuk beristirahat. Terimakasih." Kata Ara. Dia menundukkan badannya 90 derajat di hadapan banyak orang yang melakukan komplain pada Bella.
Melihat Ara yang demikian, Bella dan pria itu menatap Ara kagum. Ara bisa menurunkan egonya untuk meredakan konflik yang sedang terjadi. Akhirnya, mereka pun luluh dan tidak melakukan pemberontakan lagi. Satu per satu meminta maaf pada Bella dan Ara, dan beranjak keluar dari toko.
Apakah ini artinya Ara sudah menjadi gadis yang dewasa di tengah kemanjaannya dari sang kakak dan orangtuanya saat di Jakarta?. Apakah luka itu mengajarkannya kuat?. Entahlah.
***
"Saya dari Indonesia. Bukan dari sini." Jawab Ara ketika pria yang bernama Higon ini bertanya dia berasal darimana. Karena Higon sudah membooking semua bunga ini, maka Bella menyuruh Ara untuk menjamu Higon saja, dan dia yang merangkai seluruh bunga yang ada di tokonya. Dan itu tidak mudah bagi Bella. Dia memaksa Andreas untuk pulang membantunya mengurus semua bunga ini. Memang, Andreas tidak bisa merangkainya, tapi dia bisa membantu Bella untuk membuang bunga yang tak diperlukan nantinya. Alhasil, karena beberapa paksaan, akhirnya pria itu mau juga untuk meninggalkan pekerjaannya.
Sebenarnya, Andreas bukan bekerja di sebuah rumah sakit. Tapi dia memiliki klinik sendiri sehingga sangat mudah baginya untuk keluar masuk begitu saja karena itu adalah miliknya, kan?. Dan jarak antara toko bunga dan kliniknya itu tidak terlalu jauh.
"Oh, dari Indonesia ternyata. Bagaimana di sana? Apa yang kamu kerjakan disana?" Tanya Higon. Ara tidak langsung menjawab. Dia menyesap s**u hangat yang Bella buatkan khusus untuknya. S*su hangat khusus untuk ibu hamil. Bella mendapatkannya karena dia memaksa Andreas untuk membagi s*su yang sering dia berikan kepada pasiennya yang datang untuk memeriksa.
"Maksud Anda bagaimana dengan Indonesia? Orangnya? Atau kegiatan saya selama disana?" Tanya Ara memperjelas maksud dari pertanyaan Higon.
"Yeah, kamu bisa menjelaskan semuanya." Jawab Higon.
Dari nada bicaranya saja kita sudah tahu bagaimana Higon ini mencoba untuk lebih dekat dengan Ara, sedangkan Ara mencoba untuk menjaga batasannya dengan Higon. Ia tetap menjaga keformalitasannya pada siapapun di sini, kecuali pada Bella dan Andreas yang sudah ia anggap seperti keluarga.
"Oke. Sebenarnya kalau saya membahas bagaimana dengan Indonesia, saya tidak terlalu bisa mengatakannya. Kami beragam, tidak hanya dari satu tempat saja. Memiliki kekayaan alam dan sumber daya yang begitu melimpah, makanan yang sangat banyak dan tidak kalah enak tentunya, dan banyak sekali. Saya tidak bisa menjelaskannya satu per satu. Mungkin kalau Anda memiliki waktu senggang, sesekali boleh ke Indonesia dan menikmati nyamannya di negeri itu. Saya jamin Anda tidak mau pulang dari sana." Ujar Ara. Dia terlihat antusias menggambarkan bagaimana indahnya Indonesia.
"Oh ya?"
"Iya!. Apalagi dengan orang-orangnya yang begitu ramah. Mungkin ini terdengar berlebihan untuk diceritakan, maka dari itu saya tidak punya hak untuk mengatakannya secara detil. Anda lebih baik pergi ke sana dan bisa menilainya secara langsung." Kata Ara. Dia kembali menyesap minumannya.
"Bagaimana denganmu?. Apa yang kamu kerjakan disana dan kenapa bisa sampai ada di sini?. Kalau memang Indonesia se-indah itu, kenapa harus ada di sini?" Tanya Higon lagi, membuat Ara tidak bisa menjawabnya. Ia terdiam seribu bahasa.
Sontak pertanyaan itu membuat Ara menunduk malu. "Indonesia memang cantik. Sangat cantik. Tapi ada satu orang di dalamnya yang tidak bisa memuliakan hati perempuan." Batin Ara.
"Kenapa? Apakah pertanyaanku salah?" Tanya Higon melihat Ara yang terlihat sedih.
Ara menggeleng, "tidak, sama sekali. Jadi, saya itu tinggal di Jakarta. Dan baru-baru ini memutuskan untuk pindah dari sana kare--"
"Karena saya sudah menikahinya!" Celetuk seseorang tiba-tiba.
***
"Perkenalkan, saya Andreas, seorang dokter kandungan dan suami dari Arabella." Ujar Andreas dengan begitu percaya dirinya, berdiri di samping meja Higon dan Ara. Dia mengajukan tangannya hendak berkenalan dengan Higon, tapi ternyata Higon hanya melihat tangan itu sebentar saja dan melengos ke arah Ara.
"Apakah dia mengatakan hal yang benar?. Aku pikir kamu belum menikah." Ujar Higon, bertanya kebenaran kata Andreas. Sebegitu tidak percayanya dia pada apa yang dikatakan oleh Andreas.
Sayangnya, Ara juga tidak mau bekerja sama dan membenarkan ucapan Andreas. Dia mengangguk sembari berkata, "dia mengatakan kebohongan. Saya belum menikah. Sama sekali." Jawab Ara.
Sontak, Higon tertawa dan melihat ekspresi Andreas yang tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Ara. Dia berdiri dan menjabat tangan Andreas dan berkata, "Perkenalkan, saya Higon, seorang pengusaha dan pacar baru Ara." Ucap Higon mengakui dirinya.
"Eh!." Celetuk Ara spontan. Dia kaget mendengar ucapan Higon sebelumnya, membuatnya sontak bangun. Dia menatap Andreas dan Higon yang kini juga sedang menatapnya dengan senyuman.
"Begini, ya. Saya perjelas semuanya supaya tidak ada yang salah paham. Saya bukan istri Andreas dan bukan pacar baru Higon. Saya hanya pendatang baru yang langsung mendapatkan keberuntungan dengan diterima kerja sebagai florist di toko bunga ini. Dan perlu kalian ketahui, saya sekarang sedang hamil anak pacar saya!" Ucap Ara, dia bahkan mengakui dirinya sedang hamil.
"Pacar halu maksudnya," koreksi Ara dalam hatinya di tengah emosinya yang mulai membara.
Lain halnya dengan Andreas yang biasa-biasa saja karena sudah tahu masalah yang sebenarnya, Higon malah kaget bukan main. Dia sampai membatu dan tidak bisa mengatakan apapun. Tubuhnya terperosot, langsung terduduk dengan begitu saja di kursi di dekatnya.
"Karena itu, jangan mencoba dekati saya dan ini berlaku untuk semuanya termasuk kalian!" Kata Ara, emosinya sedikit terpancing. Ara menghela nafas kasar. Dia menghampiri Bella dan mulai membantu wanita itu untuk merangkai sisa bunga yang belum di sentuh olehnya.
***
"Apakah itu benar kalau kamu sedang hamil? Dan mana pria yang menghamilimu itu?" Tanya Higon pada Ara setelah semua bunga yang dipesannya telah dimasukkan ke mobil besar milik toko bunga Bella.
Ara sudah jengah mendapatkan pertanyaan yang sama terus dari Higon. Ia memijit alisnya pening seraya berkata, "Dia sudah menikah dengan perempuan lain. Dan saya mohon, jangan ingatkan saya dengannya lagi. Hubungan kita hanya sebatas penjual dan pembeli saja, tidak lebih. Maka dari itu, jangan tanyakan hal yang lebih dari ini karena jujur saja, saya tidak nyaman." Ucap Ara, kemudian melengos dan masuk ke toko bunga yang sudah mulai terlihat kosong.
Ia tidak tahu kalau Higon masih memperhatikannya dari luar. Setelah mendengar itu, Higon sedikit merasa lega dan bisa tersenyum.
"Setidaknya masih ada harapan. Lima hari ke depan adalah waktu yang cukup bagiku untuk mendekatimu. Kalau kurang, tinggal usaha lagi sampai aku bisa mendapatkannya. Intinya, dia harus menjadi milikku." Gumam Higon dan masuk ke dalam mobil mewahnya.
Bagaimana ini?. Di sisi lain kehadirannya tidak diterima oleh seseorang sangat diharapkan oleh Ara. Akan tetapi, di sisi lain ada dua orang yang sudah siap memperjuangkannya, hanya saja Ara sendiri yang tidak mau dengan keduanya.