Hari ini adalah jadwal Pak Irwan mengajar. Ia baru tahu jika ternyata Jodi sudah tidak masuk selama tiga hari. Ia tak terlalu banyak menunjukkan kepedulian ketika mengajar. Tapi setelah kelas berakhir, ia sengaja memanggil Iput dan Fariz untuk menemuinya. Tentu saja karena mereka adalah sahabat terdekat Jodi, sehingga Pak Irwan bisa bertanya-tanya pada mereka.
"Kenapa, ya, Pak? Perasaan saya sama Iput tadi mengikuti pelajaran dengan baik. Terus kenapa kami dipanggil?" Raut wajah Fariz nampak takut dan tertekan.
"Iya, Pak. Kami tadi perhatiin pelajaran bapak dengan baik, kok. Sumpah." Iput bahkan tidak berani menatap wajah Pak Irwan.
"Saya panggil kalian bukan karena apa-apa. Saya cuman mau tanya. Jodi nggak masuk sekolah tiga hari ... kenapa?" Pak Irwan langsung menyampaikan maksudnya memanggil Iput dan Fariz.
Fariz dan Iput pun langsung saling berpandangan. Mereka lega karena ternyata mereka tidak akan dihukum. Tapi bingung saja, kenapa Pak Irwan menanyakan Jodi. Yang membuat bingung adalah, nada bicara Pak Irwan sama sekali tak memiliki amarah. Melainkan sebaliknya, sang guru terdengar begitu peduli
"Ya ... sesuai yang tertulis di surat izinnya, Pak. Jodi sakit. Kecapekan habis tanding kemarin." Fariz yang menjawab.
"Kalian udah jenguk dia?" tanya Pak Irwan lagi.
Fariz dan Iput mengangguk hampir bersamaan.
"Iya, sudah kemarin, Pak." Iput kali ini yang menjawab.
"Bagaimana keadaannya?"
"Uhm ... dia beneran sakit kok, Pak. Dia lemes, pucat. Tapi katanya dia udah baik-baik aja kok. Mungkin besok juga udah bisa masuk sekolah lagi." Fariz berusaha menjelaskan apa yang ia tahu. Ia harus meyakinkan Pak Irwan bahwa Jodi benar-benar sakit. Surat izinnya tida palsu.
"Ah ... tidak ... tidak. Saya bukannya nggak percaya dia sakit. Saya percaya." Pak Irwan menegaskan. "Saya hanya memastikan keadaannya. Saya lihat saat pertandingan kemarin kondisinya sudah kurang prima. Makanya sama pelatih dia dijadikan cadangan. Hanya dikeluarkan di saat terakhir pertandingan, supaya tenaganya tidak terlalu diforsir."
Fariz dan Iput saling memandang lagi. Semakin heran karena Pak Irwan semakin terang-terangan menunjukkan kepeduliannya pada Jodi?
Bukannya mereka tidak senang. Mereka senang kok, karena akhirnya Pak Irwan tidak lagi sentimen pada Jodi seperti dulu. Tapi ... aneh saja. Apa yang membuat Pak Irwan tiba-tiba berubah? Iput dan Fariz benar-benar sangat heran.
"Jodi baik-baik aja kok, Pak. Dia bilang cuman kecapekan. Dia udah minum obat Dengan baik, banyak istirahat juga. Pasti akan segera pulih." Fariz pun kembali menjelaskan apa yang ia ketahui.
Pak Irwan terdiam. Tak yakin dengan jawaban yang diberikan oleh Fariz.
Di saat itu lah, muncul sebuah suara yang menginterupsi. Suara perempuan.
Pandangan tiga laki-laki itu langsung tertuju pada sumber suara. Ternyata itu adalah Ayla.
Ayla bukan tiba-tiba ada di sana. Ia sejak tadi sudah di sana, mendengarkan obrolan Pak Irwan, Fariz, dan Iput. Hanya saja ia sengaja bersembunyi. Dan baru akan muncul di saat yang dibutuhkan seperti sekarang ini.
"Bohong, Pak. Fariz sama Iput Denial aja sama apa yang mereka lihat. Jelas-jelas Jodi nggak baik-baik aja. Dia murung, dia pucat, dia kurus, dia ... sulit makan. Kata Mbah Jum selama nggak masuk, Jodi ya cuman berbaring aja di ranjang. Duduk aja dia belum kuat. Saya yakin Jodi nggak baik-baik saja. Saya paksa dia buat terus terang, tapi dia tetap bohong. Da bodohnya, Fariz sama Iput percaya gitu aja."
Ayla menjelaskan apa yang ia lihat dalam diri Jodi dengan sebenar-benarnya. Pak Irwan terkejut dengan kemunculan Ayla yang tiba-tiba. Lebih terkejut lagi saat tahu gadis ini ternyata juga ikut menjenguk Jodi bersama Fariz dan Iput. Pak Irwan bahkan tak tahu bahwa selama ini mereka ternyata cukup dekat.
Ayla sendiri juga tak tahu atas dasar apa ia memberi tahu Pak Irwan tentang hal ini. Ia hanya merasa, dengan melibatkan orang dewasa, apa lagi guru, itu akan membantu untuk Jodi segera terus terang dengan kondisinya. Dan akan semakin besar kemungkinan Jodi segera mendapatkan pertolongan yang tepat.
Raut wajah Pak Irwan langsung sangat gelisah. Tentu ia sedang sangat mengkhawatirkan Jodi saat ini.
***
Pak Irwan bahkan tidak menunggu jadwal pulang sekolah terlebih dahulu. Setelah menuntaskan semua jadwal mengajar hari ini, Pak Irwan langsung izin pada pihak sekolah untuk pulang lebih awal. Meski sebenarnya ia tidak benar-benar pulang, melainkan pergi ke rumah Jodi.
Jalan menuju ke rumah Jodi masih sangat tajam berada dalam ingatannya. Tak butuh waktu lama, Vespa itu sudah mengantarkan Pak Irwan sampai di rumah megah milik keluarga Jodi.
Mr. Bagie kebingungan melihat guru yang tempo hari ditemuinya di sekolah, sekarang justru berada di rumah.
Mr. Bagie kemudian berpikir keras. Sebenarnya saat bertemu dengan Pak Irwan kemarin, ia merasa tidak asing dengan laki-laki ini. Hanya saja ia belum berhasil mengingat ia siapa. Dan ketika sang guru berada di rumah ini, seketika ia langsung ingat. Pak Irwan adalah orang yang sama, dengan guru les privat Jodi dan Aldi dua tahun yang lalu. Saat mereka masih SMP.
Astaga ... bisa-bisanya Mr. Bagie tidak mengenali Pak Irwan ketika bertemu di sekolah kemarin itu.
"Jodi ada di ruma kan, Pak?" tanya Pak Irwan.
Mr. Bagie langsung saja mengangguk. "Iya, Pak guru. Silakan masuk. Monggo." Mr. Bagie langsung mempersilakan saja Pak Irwan untuk masuk.
Pak Irwan hanya mengangguk, lanjut mengendarai motornya hingga sampai di pelataran rumah megah itu. Sang guru turun dari motor, segera menuju ke pintu utama dan mengetuknya. Tak perlu waktu lama, Pak Muklas sudah membuka pintu itu dari dalam. Syukur lah Pak Muklas langsung mengenali Pak Irwan.
"Astaga ... Pak Irwan ya ini. Masya Allah, sudah lama sekali nggak ketemu. Gimana, sehat, Pak?" tanya Pak Muklas dengan antusias.
Pak Irwan pun senang, karena Pak Muklas masih mengingatnya. Pak Irwan langsung tersenyum. "Apa kabar, Pak Muklas?"
"Alhamdulillah saya baik sekali, Pak Irwan. Monggo-monggo, silakan masuk "
Pak Irwan mengangguk dan langsung masuk ke rumah itu.
"Silakan duduk dulu Pak Irwan, biar saya buatkan kopi."
"Uhm ... nggak perlu repot-repot. Saya sebenarnya ke sini mau jenguk Jodi. Dengar-dengar dia senang sakit."
"Oh, iya, Pak Irwan. Mas Jodi sakit. Kasihan, setelah pertandingan hari itu, sampai rumah Mas Jodi langsung lemas. Bahkan sempat nggak sadar sebentar di sofa situ. Sampai saya, Bagio dan Mbah Jum sama-sama panik. Sampai sekarang pun Mas Jodi masih sakit. Kondisinya belum membaik, masih lemas. Tapi kami panggilkan dokter tidak mau. Kami tawari ke rumah sakit juga nggak mau. Tolong, Pak. Barang kali Pak Irwan bisa membujuk Mas Jodi untu bersedia dibawa ke rumah sakit. Pak Irwan kan sangat dekat dengan Mas Jodi. Kami akan sangat berterima kasih"
Pak Irwan bergeming. Ternyata benar apa yang disampaikan oleh Ayla perihal kondisi Jodi. Pak Irwan menengadah, menatap pada arah di mana kamar Jodi berada.
"Semoga dia nanti mau mendengar saya, ya, Pak." Pak Irwan benar-benar berharap ia akan berhasil membujuk Jodi nantinya. Semoga saja.
Pak Irwan pun kemudian berjalan menuju ke tangga, kemudian menaiki anak tangga satu per satu, sembari memikirkan bagaimana caranya meyakinkan Jodi, supaya bersedia mendapatkan perawatan yang lebih intensif di rumah sakit.