Tapi nyatanya, Ayla hanya diam sambil mengaduk-aduk bubur itu. Rasanya ia sama sekali tidak tenang, jika belum menyampaikan uneg-uneg yang sudah ia tahan.
"Jodi ...." Karena perasaan tak tenang itu, Ayla pun memutuskan untuk segera mengatakannya saja.
Ayla tahu, berbicara tanpa menatap sang lawan bicara, itu tidak sopan. Tapi jika ia menatap Jodi sekarang, mungkin ia tidak akan bisa menyelesaikan kata-katanya dengan sempurna. Ayla terus pada posisi menunduk, menatap bubur di atas pangkuannya.
Sementara Jodi kini sudah menatap gadis di sebelahnya itu.
"Lo kenapa sih, Jod, sebenarnya? Tolong katakan dengan jujur. Maaf, bukannya gue mau ikut campur. Tapi pertanyaan gue ini murni dilandasi rasa peduli. Gue benar-benar khawatir. Karena lo banyak berubah. Entah itu sikap lo, atau pun fisik lo, sama-sama banyak berubah. Gue harap lo baik-baik saja."
Suara Ayla bergetar dalam setiap kata yang ia ucap.
Jodi hanya terdiam, tak menyangka jika Ayla akan dengan berani menyampaikan hal itu, bahkan di depan Fariz dan Iput seperti ini. Jodi juga merasa terharu karena kepedulian Ayla.
Fariz dan Iput saling menatap, saling menyenggol. Mereka juga heran bagaimana bisa seorang Ayla menjadi begitu berani? Padahal setahu mereka, Ayla selama ini selalu malu-malu, cenderung tidak mau menunjukkan perasaan sukanya pada Jodi secara terang-terangan. Ya, walaupun semua juga bisa melihat perasaan suka itu, meski Ayla tidak berusaha menunjukkan.
"Gue ... baik-baik aja kok, La. Serius. Capek aja habis pertandingan kemarin." Jodi akhirnya menjawab. Untuk menunjukkan bahwa ia memang baik-baik saja, ia berusaha membuat suaranya lantang, meski itu terakhir menguras sisa tenaganya.
Ayla menggeleng. "Baik-baik aja apanya? Bubur ini udah dingin, tapi belum kelihatan berkurang sama sekali. Kalau lo memang baik-baik saja, aturan bubur ini udah habis dari tadi. Lo baik-baik aja? Lantas kenapa lo jadi banyak murung akhir-akhir ini? Lo juga jadi sering sakit. Lo pucet. Lo juga kurusan."
Jodi bergeming. Tak menyangka jika Ayla bisa menjawabnya lagi. Bukan hanya dirinya yang berubah. Ayla pun sama. Gadis ini menjadi semakin berani.
Sebenarnya Jodi terkesan. Karena Ayla menjadi berani, demi tahu fakta sebenarnya tentang kondisinya. Jodi juga terharu atas kepedulian gadis itu, yang sudah banyak memperhatikan setiap detail kecil dari dirinya. Perubahan dirinya mungkin tidak akan disadari oleh orang-orang yang sekadar memperhatikannya, namun tidak dengan detail.
Namun Jodi mana bisa terus terang tentang keadaannya? Apa ia bahkan mampu melakukannya? Sementara Jodi sendiri belum bisa menerima kondisinya ini seratus persen. Masih merasa sangat tak adil, jika dalam hidupnya yang penuh dengan kekurangan, masih harus ditambah kekurangan lain bernama penyakitan.
Jodi tersenyum. "Serius. Gue baik-baik aja. Oke. Kalau gitu akan gue buktikan, gue memang baik-baik aja. Bubur itu ... akan gue habiskan sekarang juga." Jodi memutuskan untuk mengalihkan perhatian Ayla saja.
Ia yakin Ayla akan lebih fokus memberinya makan setelah ini. Meski jelas bahwa gadis itu akan tetap kepikiran tentang kondisi Jodi sebenarnya, yang ia pertanyaan tadi.
Ayla terdiam. Kecewa tentu saja, karena ia tahu, Jodi belum jujur. Tapi Ayla sadar diri. Memangnya dia siapa, sehingga Jodi mau berterus terang padanya, tentang hal yang bersifat sangat pribadi baginya.
Ayla sangat sedih. Hingga merasa sesak. Namun penawaran yang Jodi berikan sangat menggiurkan.
Betapa sejak tadi Jodi sulit makan -- dibuktikan dengan dinginnya bubur yang masih penuh di tangan Ayla -- kini justru bertekat ingin menghabiskan bubur ini. Tentu saja Ayla tidak akan menyia-nyiakan hal itu.
"Oke ... kalau lo emang baik-baik aja. Maka sekarang buktikan. Habiskan bubur ini." Ayla mulai menyendok bubur itu, tidak berani terlalu banyak, karena berdasarkan pengalamannya menyuapi adiknya yang sedang sakit, akan lebih nyaman dilakukan dengan suapan kecil.
Jodi menarik napas dalam. Takut ia akan benar-benar muntah jika memaksakan diri untuk makan. Namun kini semangatnya sudah terpacu, berkat ingin melakukan pembuktian bahwa ia memang baik-baik saja.
Jodi mulai membuka mulutnya. Khawatir akan segera disambut rasa mual, Jodi tak sadar telah menutup matanya, sambil menerima suapan dari Ayla.
Selama mengunyah bubur halus itu, Jodi masih memejamkan matanya. Mual pasti, tapi berusaha ia tahan. Ia kunyah dengan cepat, dan segera menelannya.
Suapan pertama aman. Lanjut ke suapan kedua, dan suapan-suapan selanjutnya. Meski tidak bisa cepat, pelan-pelan namun pasti. Terbukti perjuangan Jodi menghabiskan semua itu. Ia sampai keringan dingin bahkan. Tapi syukur lah, bubur itu kini sudah berkurang setengahnya.
Ayla menahan kesedihannya dalam setiap suapan yang ia lakukan. Ia tahu Jodi sedang berusaha keras untuk menerima setiap suapan. Yang membuktikan bahwa ia memang tidak baik-baik saja.
Tapi Ayla juga tak mau memaksa Jodi jika ia memang belum mau bercerita. Terlebih dengan kenyataan bahwa Ayla bukan lah siapa-siapa.
Yang bisa Ayla lakukan, hanya memastikan bahwa Jodi baik-baik saja. Dengan memastikan bahwa bubur di dalam mangkuk ini, akan segera berpindah ke dalam perut Jodi. Setidaknya makanan akan membuat Jodi kembali memiliki tenaga.
Iput dan Fariz dia seribu bahasa, hanya bisa menyaksikan dua orang di hadapan mereka saling berjuang. Ayla berjuang bersabar menyuapi Jodi. Dan Jodi, berjuang menelan setiap suapan yang Ayla lakukan.
Sulit itu begitu terasa. Mereka tentu bisa melihat betapa sulitnya Jodi sekadar untuk makan. Hingga mereka bahwa sudah hampir setuju dengan pemikiran Ayla. Namun sebagai orang yang sangat dekat dengan Jodi, pikiran mereka pun rasanya ingin menolak segala prasangka buruk. Jodi yang mereka kenal ... tidak mungkin sedang tidak baik-baik saja, seperti yang Ayla pikirkan, kan?
"Tuh, La. Dibilangin Jodi baik-baik aja. Ngeyel sih kalau dikasih tahu." Fariz akhirnya berhasil tetap pada pendiriannya, tidak mau percaya pada opini buruk Ayla.
Iput pun langsung tersugesti ucapan Fariz. Yang seketika juga menghilangkan jauh-jauh pikiran buruk dari otaknya. "Tahu tuh si Ayla. Orang Jodi baik-baik aja. Wajar kalau susah makan. Namanya juga lagi sakit. Mana ada orang sakit yang makannya tetep lahap?"
Ayla berusaha menulikan telinganya. Ia ingin ngeyel tentang opininya, tapi ingin lebih fokus memastikan Jodi makan dengan benar. Dan jika ia berusaha menegaskan kembali tentang opininya itu, akan membuat Jodi tidak nyaman tentu saja.
Yang jelas Ayla akan tetap mencari tahu. Dan ia berjanji, akan selalu memastikan bahwa Jodi baik-baik saja. Akan ia pantau. Mungkin setelah ini Ayla akan menjadi semakin menempel dengan Jodi. Ayla tidak peduli jika Jodi lama-lama malah bilang feeling padanya. Yang penting bagi Ayla, kesehatan Jodi lebih penting. Toh Ayla sudah merasa insecure sepenuhnya. Yakin bahwa perasaannya pada Jodi memang tak akan pernah terbalaskan.
***
Mbah Jum kembali masuk ke kamar, dengan membawa satu nampan berisi minuman dan cemilan.
"Astaga ... Mbah Jum ... jangan repot-repot lah, Mbah. Ayo bawa sini aja semuanya." Iput yang pertama menyambut kedatangan wanita itu.
Di mana Iput langsung mendapat sentilan gemas dari Fariz. "Emang lo kalo soal makanan nggak pernah bisa selow!"
"Ish ... lo kenapa sih, Riz? Diem aja napa!" Iput tak terima disentil oleh Fariz.
Mbah Jum langsung meletakkan nampan itu di atas meja, yang berada pada bagian sudut. Memang terdapat mini counter dan set sofa beserta mejanya di dalam kamar Jodi ini. Tujuannya jika teman-teman Jodi datang, mereka bisa mendapatkan privacy sepenuhnya dengan cukup berada di dalam kamar Jodi.
Iput langsung berhambur turun dari ranjang. Mengejar mbah jum. Iput langsung duduk di sofa, menikmati makanan dan minuman yang disediakan oleh Mbah Jum.
Mbah Jum tersenyum bahagia melihat bagaimana Iput makan dengan begitu lahap.
Fariz menyusul duduk di sofa. Yang mana anak itu langsung dapat teguran dari Iput.
"Tadi ngatain gue, sekarang malah ikutan ke sini!"
Fariz berjengit. "Apaan sih? Orang gue haus. Gue ke sini mau minum. Nggak rakus langsung makan banyak-banyak kayak lo!"
Mbah Jum terkikik melihat interaksi Fariz dan Iput yang menurutnya sangat lucu.
Mbah Jum kemudian berjalan mendekati Jodi dan Ayla. Sekadar untuk kembali mengecek bagaimana kondisi Jodi. Namun Mbah Jum malah salah fokus pada mangkuk bubur yang kini sudah berada di atas nakas. Mangkuk itu sudah kosong tanpa sisa sama sekali.
"Masya Allah ... alhamdulillah ... buburnya sudah habis ...." Mbah Jum langsung mengucapkan kebahagiaanya.
Ayla tersenyum menanggapi Mbah Jum. Jodi hanya mengangguk kecil.
"Astaga ... Mbak Ayla harus sering-sering ke sini sepertinya. Biar Mas Iyaz mau makan. Mbah Jum sulit banget suapin Mas Iyaz. Mual terus dari tadi, bikin Mbah Jum nggak tega paksa cepat-cepat makannya."
Ucapan Mbah Jum itu seketika membuat Ayla makin yakin dengan opininya tentang kondisi Jodi. Dan Jodi kini menatap Mbah Jum, berusaha memberi kode pada wanita itu, untuk jangan membahas tentang kondisinya di sini. Atau Ayla akan semakin ingin tahu tentang kondisinya.
"Mbah ... jangan dipuji si Ayla-nya. Nanti dia gede rasa." Fariz malah menggodai Ayla dari sofa.
"Iya, tuh. Mbah Jum pasti mikir kalau Ayla itu pacarnya Jodi, kan? Bukan kali, Mbah. Jodi mah udah punya pacar bohay. Mbak Titi namanya." Ditimpali oleh Iput.
Seketika mereka langsung mendapatkan tatapan tajam dari Jodi. Jodi yang lemas itu bahkan mampu melempar bantal pada kedua temannya, supaya mereka segera diam.
Tentu saja Jodi ingin menjaga perasaan Ayla. Memang benar bahwa Jodi sendiri yang mengatakan pada Fariz dan Iput bahwa Mbak Titi adalah pacarnya. Tapi bukan berarti mereka harus mengatakan hal itu secara terang-terangan di hadapan Ayla dan Mbah Jum. Meskipun Ayla juga sudah tahu bahwa Mbak Titi adalah pacarnya. Tapi tetap saja, Ayla pasti malu akibat kata-kata Fariz dan Iput itu.
"Mas Iyaz, lebih baik putuskan saja Mbak Titi itu." Mbah Jum langsung bereaksi. "Pacarnya sakit kok nggak jenguk. Malah Mbak Ayla yang jenguk. Sama Mbak Ayla aja Mas Iyaz. Cantik dan telaten rawat Mas Iyaz. Mbah jum suka sama Mbak Ayla. Sederhana, nggak neko-neko."
Ayla seketika tersenyum menanggapi ucapan Mbah Jum. Senangnya hatinya karena Mbah Jum sejak tadi sangat pro padanya.
Jodi pun juga tersenyum, ikut senang karena Ayla juga senang.