"Loh, kok kangen sih? Aku hanya bertanya kabar kakakmu, Sayang. Seharusnya kau senang karena aku perduli dengan keluargamu..." Bujuknya sembari menggenggam tangan wanita yang menjadi tunangannya. Hingga membuat Nissa kembali mengembangkan senyum.
“Aku gak peduli, dia kakakku atau bukan, Mas. Yang jelas aku tidak ingin ada satu wanita-pun yang dekat dengan Mas selain aku, calon istrimu…” jawab Nissa dengan bibir cemberut.
“Iya, iya. Sayang. Kalau ngambek cakepnya ningkat nich…” jawab Farhan terhenti karena ada panggilan masuk melalui ponselnya. Dia tersenyum simpul. “Mas udah di panggil nich, karena ada pertemuan dokter bedah di rumah sakit Papa. Mau ngumpul gitu…”
“Aduh, Mas. Kenapa kita gak stay di rumah sakit papa kamu aja sih? Di sana kan kita bisa kerja dengan jam kerja kita yang atur, kalau di sini kan ketat banget, susah!” rengek Anandia Farratunissa Luthfi atau yang akrab di sapa Nisa itu mencoba membujuk sang kekasih agar bekerja di rumah sakit milik orang tuanya.
“Sebagai dokter kita harus memiliki jam terbang yang tinggi dan jangan focus di satu rumah sakit, Sayang. Kita harus terus berkembang dan jangan mudah berpuas…” nasihat Farhan
“Serah kamu aja dech Sayang, yang penting gak boleh ganjen, okee?”
“Iya, Sayang. Calon udah secakep ini, ngapain nyari lagi coba? Bikin ribet aja, yang satu aja gak abis-abis...” rayu Farhan membuat wajah Nissa memerah. “Yaudah, Mas pergi dulu ya?”
Meski cemberut, akhirnya Nissa menganggukkan kepalanya perlahan. Sepeninggal Farhan, Nissa menghubungi salah satu sahabatnya untuk bertukar cerita seperti biasa, dengan bumbu-bumbu saling mengingatkan.
“Niss, lo bisa aja ketikung sama kakak lo itu, soalnya keliatan banget dokter Farhan suka ama dia, kecuali lo bisa buat kakak lo nikah...”
Kalimat itu selalu terngiang-ngiang hingga malam hari dan membuatnya kesulitan tidur. Lalu Nissa beranjak ke kamar sang ibu, karena dia tahu ayahnya belum pulang sampai jam segini.
“Mah, sejujurnya Nissa belum bisa tenang, meskipun Sasya jauh dari rumah dan gak ganggu pas Mas Farhan ke rumah, karena Mas Farhan juga bukan orang yang bisa gampang nyerah gitu aja kalau cerita dari sepupunya...” rengek Nissa membuat sang ibu mendengkus kesal.
“Hmm..iya, bener juga. Gimana kalau dia goda nak Farhan dan malah main di belakang kamu, bisa bahaya. Bisa-bisa dia yang di nikahi Nak Farhan dan dia jadi mantu orang kaya raya...” gumam sang ibu sembari menganggukkan kepalanya perlahan.
“Mah. Gimana kalau kita nikahkan aja Sasya?” ucap Nissa tiba-tiba hingga membuat sang ibu bertepuk tangan.
“Nah, bener kamu, Nak. Tapi, permasalahannya mau kita nikahkan sama siapa dia?” tanya sang ibu dengan dahi menyatu memikirkan tentang pria yang akan di nikahkan oleh sang putri.
“Siapa aja, Mah. Yang penting pria itu mau beli Sasya. Kita patokkan harga tinggi, siapa yang berani beli, berarti dia yang berhak menikahi Sasya. Terserah dech maksudnya mau di nikahi atau Cuma di jadiin piaraan. Yang penting Sasya ada pria yang monitor dia dua puluh empat jam, jadi Nissa bisa tenang gak ketakutan ginni, sampai gak bisa tidur...” rengek Nissa lagi membuat sang ibu membelai wajah sang putri.
“Duhhh...anak mama, jangan sampai wajah kamu kusam karena kurang tidur, trus mata kamu menghitam, bisa-bisa nak Farhan ilfil lihat kamu...” ucapnya memperhatikan lingkar hitam di wajah putri kesayangannya. “Ide kamu benar, kita jual saja dia di tempat pelelangan, nanti siapa yang beli, dia yang berhak...coba kamu cari informasi dimana tempat pelelangan untuk jual beli wanita, kita tinggal nambahin syarat wajib di nikahin aja...”
Nissa bersorak seketika mendengar ide sang ibu, baginya terserah mengenai Sasya sang kakak menikah atau tidak yang terpenting sudah memiliki pria.
“Mama jempolaaaan!! Emang mama terbaik di dunia ini, Nissa janji akan bawa mama keliling Eropa setelah Nissa menikah nanti, siapa tahu di Eropa ketemu papa baru yang tajir melintir...huhu...mauuu...”
Sang ibu tersenyum senang melihat putrinya mengerti apa yang dia inginkan.
“Hustt! Nanti kedengeran orang lain....” jari telunjuk sang ibu menempel di bibir seksinya. “Yang jelas bawa mama keliling Eropa aja dulu, soal yang lain biar nyusul aja...”
“Ahh siap, Mama terbaiknya Nissa peyuk dulu...” pelukan hangat dari Nissa membuat sang ibu membalas pelukan itu.
“Yaudah, bobo kamu Sana. Nanti mama bujuk papa buat menyetujui ide kita, gampang papamu itu mah...”
“Ahh... serius mah?” sorot mata putri kesayangannya membuat sang ibu mengangguk antusias, lalu berbisik.
“Papamu itu udah kena hipnotis sama mama, jadi kamu tenang aja, tunggu hasil. Mamamu ini bisa di andelin...”
Mereka saling berpelukan lalu Nissa kembali ke kamar dengan wajah sumringah dan perasaan bahagia, dia akhirnya bisa tertidur nyenyak efek mantra yang di ucapkan sang ibu. Hingga dia terjaga di keesokan harinya dengan wajah segar dan berseri, hingga menambah kecantikannya.
Dia menggeliat manja sembari menyibakkan tirai kamar yang telah di sinari oleh mentari pagi. Lalu dia bergegas mandi dan bersiap untuk ke rumah sakit, terlihat di meja makan sang ayah dan ibu tengah menikmati sarapan pagi bersama dengan bercanda ria.
“Duhh! Mesranya mama papa Nissa, semoga nanti Nissa dan Mas Farhan bisa gini, ya?”
Nissa menarik kursi lalu dirinya duduk di hadapan kedua orang tuanya yang tengah menikmati menu sarapan pagi. “Pagi, Mama cantik, pagi juga papa jagoannya Nissa paling ganteng sedunia...”
“Pagi, Sayang...”
“Pagi, Nak...”
Sahut keduanya lalu saling bertatap dan tersenyum.
“Anak Papa ceria banget pagi ini, wajahnya semakin berbinar cerah. Cantik sekali kamu, nak. Beruntung nak Farhan dapetin kamu, cantik pinter, sopan dan berhati baik...” ucap sang ayah memuji sang putri dengan antusias.
“Tapi, Pah. Rasanya Nissa mau menunda pernikahan Nissa dech...” jawab Nissa kemudian merubah mimik kedua orang tuanya yang saling menatap lalu mengangkat bahu.
“Kenapa, kamu nak? Kok tiba-tiba gitu? Bukannya kamu sangat antusias pengen nikah dengan nak Farhan? Ada yang salah kah? Atau sedang berantem sekarang dengan nak farhan?” tanya sang ayah menatap istrinya penasaran.
“Iya, kenapa mendadak gini, Nak?” sahut sang ibu.
“Nissa mah gak ada masalah dengan mas Farhan, Pah, Mah. Cuma Nissa gak mau nikah sebelum Sasya menikah terlebih dahulu atau setidaknya dia tunangan terlebih dahulu...” sahut sang putri membuat pria paruh baya itu mengangguk perlahan. “Nissa gak mau egois pah, kabarnya kalau misalnya kakak kita sudah di dahuluin adeknya, mentalnya bakalan down dan dia merasa insecure. Jadi, Nissa putuskan untuk tidak menikah sebelum Sasya menikah, Pah...” ucap Nissa berapi-api.
“Betul, juga pah. Kalau kaya gini kasihan Sasya juga kalau harus di langkahi, trus kalau ,mau nunggu Sasya mau sampai kapan Nissa putri kita bakalan nikah? Kita jangan ambil resiko terburuk, ya?” sahut sang ibu membuat sang ayah berfikir sejenak.
“Iya, juga sih. Yang di katakan Nissa benar. Permasalahannya adalah, calonnya Sasya gak ada. Dia itu aneh, gak pernah pacaran, deket sama cowok ya gitu-gitu saja Cuma buat temen. Gimana mau minta dia nikah?” tanya sang ayah membuat sang ibu mengerlingkan sebelah matanya kearah Nissa.
Nissa mengacungkan ibu jarinya sembari pura-pura menggaruk hidungnya.
“Tenang kalau soal itu, Pah. Temen Nissa banyak. Tar kita taarufin aja. Jadi gak banyak dosa. Lagian kalau Sasya di paksa dia mana bakal mau, dia aja doyan ama laki-lagi kaga. Makanya kita jodohin saja, Pah. Biar semua mamah dan Nissa yang atur, papah cukup diam dan perhatikan, oke?”
Sorot mata dokter muda cantik itu penuh harap dengan jawaban sang ayah.
“Hmm..terserah kalian saja, dech...gimana bagusnya. Cuma ya kalau bisa jangan serampangan nyariin Sasya jodoh. Kasihan dia nasibnya...” jawab sang ayah, ada mendung di raut wajahnya seolah terdapat rahasia tersembunti di baliknya, di tambah helaan nafas beratnya membuat orang bisa menebak, bahwa saat ini ada beban berat yang tengah dia tanggung.
“Okee, papah. Tenang aja dech Pah. Gak mungkin juga kita cariin dia pengangguran. Syarat pria bertanggung jawab kan setidaknya punya materi, jadi Nissa akan test tentang materi pria itu, papa gak usah ikut campur yang jelas setujui saja apapun keputusan Nissa, oke papa?” rengek sang putri yang kini memasang wajah menggemaskan kearah sang ayah hingga membuat pria paruh baya itu langsung luluh.
“Terserah kalian saja. Diskusikan baik-baik. Jangan sampai pengangguran saja, setidaknya yang layak untuk menjadi suami dan bisa bertanggung jawab terhadap kehidupan Sasya, jangan menyakiti dia lagi, kasihan...” ucap sang ayah membuat kedua ibu dan anak itu saling pandang.
Sepeninggal sang ayah, mereka merencanakan tujuan kedepan mengenaik pernikahan Sasya.
Hari berlalu, kedua ibu dan anak di sibukkan dengan pencarian jodoh untuk Sasya. Sayangnya keduanya mencarikan jodoh tidak di tempat-tempat baik, misalnya melalui rekan-rekan yang memiliki relasi yang telah di kenal dengan baik. Tapi, kedua ibu dan anak itu mencari justru melalui genk mafia dan mengadakan lelang terhadap putrinya.
Hingga akhirnya di hari ke tiga pencarian, pelelangan di haruskan berakhir, Sasya telah menemukan peminatnya dengan harga tertinggi, karena sang ibu tidak mau dengan harga di bawah satu miliar, sehingga membutuhkan waktu tiga hari untuk mencari pembelinya.
Dengan senyum bahagia sang ibu, menerima transaksi pelelangan dan menanda tangani dokumen-dokumen untuk serah terima Sasya. Hanya saja untungnya sang ibu memiliki sedikit kebijaksanaan, sehingga di surat perjanjian jual beli itu, dia menuliskan tentang kebebasan Sasya untuk menjalani kehidupan dan tetap di perbolehkan bekerja sesuai dengan keinginan sang putri, ada beberapa klausul perjanjian yang meringankan sang putri di bawah kepemilikan pembelinya.
Waktu yang di janjikan adalah dua puluh empat jam sejak penanda tanganan surat perjanjian jual beli itu, Sasya harus segera beada di rumah sang pembeli sebagai istri.
Karena perjanjian itu, sang ibu sibuk menghubungi Sasya melalui ponselnya.
“Kamu dimana? Pulang sekarang, jangan membantah!”
Sebuah pesan singkat yang di kirim sang ibu ke ponsel sang putri, tak lama kemudian sebuah balasan dari sang putri.
“Sya lagi interview, Ma. Sudah lolos tahap selanjutnya, doain Sya, ya Ma…”
Sang ibu menunjukkan pesan singkat tersebut ke hadapan Nissa, membuat Nissa mencibirkan bibirnya. “Paksa aja, Mah, biar mama bilang dia hebat makanya dia bilang lagi interview. Palingan dia lagi rebahan sambal mainin hp mandangin cowok-cowok keren, dia kan gitu, Ma. Ganjennya gak ada obat kalau Sasya orangnya…”
“Makanya kita wajib paksa dong, jangan sampai kita yang kalah ama anak begitu, kamu tenang saja Sayang. Apapun akan mama lakukan untuk membuat anak mama paling cantik ini bahagia….” Sang ibu mengakhiri kalimatnya dengan mencubit gemas pipi sang putri.
“Nissa percaya sama mama, apasih yang gak di lakuin mama paling keceh ini buat anak kesayangannya…”
Mereka berdua lalu terkekeh. “Yasudah, mama kirimin dia balasan pesan dulu, ya?”
Nissa menganggukkan kepalanya, tersenyum cerah menatap sang ibu yang kini tengah memegangi ponselnya untuk membalas pesan singkat kepada Sasya sang kakak yang berjarak satu tahun dengannya.
"Terserah, apapun kegiatanmu di luaran. yang jelas kami wajib balik kerumah, malam ini. atau kamu benar-benar di coret dari KK keluarga Luthfi? jangan membantah sebagai anak. paham kamu! jangan banyak drama, kalau plot twistnya sudah ketebak, jadi tidak ada alasan. Mama tunggu kamu di rumah, jangan sampai papamu marah karena kamu melawan!"