Negara Jagad Wayang dimana seluruh kisah ini diceritakan sudah berdiri sejak lebih dari tiga ratus tahun yang lalu melalui beragam kejadian. Pada awal-awal sejarahnya, negara ini berbentuk pemerintahan monarki atau kerajaan dengan kekuasaan raja yang absolut, dimana para pengganti pemimpinnya hanyalah keturunan dan berhak. Begitu juga kekuasaannya hanya diatur dan dibagi-bagi di dalam circle atau lingkaran mereka saja. Namun kemudian, permasalahan besar terjadi berulang-ulang. Dari pertempuran antar kelas sampai pemberontakan. Pemerintahan yang korup terpaksa membuat Negara Jagad Wayang mengganti sistem pemerintahannya menjadi monarki konstitusional. Tapi tentu itu tidak cukup. Beberapa gerakan besar dan intrik politik yang terjadi di dalam masyarakat yang benar-benar heterogen dan penuh dengan beragam keperluan itu kemudian mengubah Jagad Wayang menjadi sebuah negara Republik Sosialis. Kegagalan demi kegagalan memaksa Jagad Wayang mencoba berdamai dengan sejarah sehingga sekarang memutuskan menggabungkan semua jenis politik dan pemerintahan terdahulu dengan sebuah sistem politik berbentuk pemerintahan republik demokratis palsu dengan kedikatatoran pemerintah yang lebih serupa tiran fasisme.
Presiden atau pemimpin utama dipilih oleh anggota kelompok yang berkuasa itu sendiri. Ada kelompok batara yang terdiri atas pemerintah, kepolisian dan politikus partai-partai pro-pemerintah. Ada kelompok begawan atau resi yang terdiri dari partai-partai oposisi yang kerap kong kalikong dengan para batara, tentara dan mantan tentara yang juga berafiliasi dengan pemerintahan batara, walau tidak jarang mereka berselisih pula - lebih pada bentrokan kepentingan uang dan kekuasaan.
Lucunya, kehidupan masyarakat berjalan biasa dan terkesan mengadopsi liberalisme dan bersifat kapitalis, dimana pemegang modal adalah penguasa. Para penguasa di bawah penguasa inilah yang saling berebut kekuasaan dan pengaruh di bawah atau akar rumput, seperti raja-raja kecil yang bermain-main nyawa dan kuasa.
Sedikit banyak, persinggungan antara para batara dan raja-raja ini tak terhindarkan.
Dahulu negara ini membagi tiga status wilayah, atau negara bagian, yang terdiri atas Mayapada, Madyapada, dan Arcapada. Mayapada adalah state yang berfungsi sebagai ibukota pemerintahan, keamanan, militer dan pusat kekuasaan. Di sini lah tempat tinggal para batara yang mengatur jalannya pemerintahan dan kontrol politik. Madyapada adalah tempat tinggal para pelaku bisnis, industrialis, dan ekonom. Dari sinilah para dimulainya kelompok-kelompok mafia bisnis dan industri seperti buta, jin dan gandarwa. Mereka merasa sebagai pelopor dan pendiri perusahaan-perusahaan raksasa di segala bidang. Oleh sebab itu, sudah ratusan tahun mereka terus berusaha mempertahankan eksistensi mereka, meski dengan cara-cara kotor dan kejam. Sedangkan Arcapada adalah negara bagian yang berfokus pada agrikultur, perikanan serta pertambangan. Praktis, state ini adalah tempat tinggal para pekerja. Banyak diantaranya sangat ulet dan berhasil di bidangnya. Sudah barang tentu Arcapada juga menjadi semacam area dengan raja-raja kecilnya.
Dua ratus tahun kemudian, ketiga negara bagian ini dipecah menjadi empat negara bagian. State Mayapada diubah namanya menjadi state Suralaya yang pada dasarnya berarti 'surga'. Jelas bahwasanya nama ini merujuk pada keadaan dimana negara bagian itu berada. Sebuah negara bagian yang wilayahnya menjadipakan para penghuninya begitu bahagia dan aman sentosa. Para anggota kelompok batara memegang kekuasaan besar yang hampir tak tersentuh oleh masyarakat, apalagi rakyat biasa. Hanya orang-orang dengan status istimewa saja yang bisa bersentuhan dengan mereka. inilah yang dimaksud dengan Suralaya sebagai sebuah surga. Suralaya menjadi negara bagian yang secara wilayah, sebenarnya paling kecil dibanding negara bagian lainnya, namun merupakan yang termegah. Segala bangunan dan infrastruktur bahkan keamanan negeri menunjukkan tingkat yang berbeda dengan negeri-negeri lainnya di bahwa Negara JaGad Wayang. Suralaya menarik keuntungan dari state lain dalam bentuk pajak dan kebijakan ekonomi lainnya.
Madyapada hilang. Para penduduk Arcapada yang berlatar belakang petani, peternak, nelayan, buruh, penambang dan pada dasarnya pekerja, hijrah ke Madyapada. Mereka adalah imigran negara bagian yang berani, ulet namun juga tidak jarang licik dan penuh tipu daya. Perpindahan penduduk besar-besar ini menimbulkan clash dengan para pelaku bisnis di Madyapada. Namun, berpuluh-puluh tahun, perlahan para pendatang dari Arcapada bisa dikatakan mengambil alih mayoritas kontrol ekonomi Madyapada. Penduduk Madyapada yang tidak bisa menerima keadaan ini terus memberikan perlawanan. Inilah awal kemunculan gerakan mafia dan organized crime oleh kelompok-kelompok yang menyatakan diri mereka sebagai buta, jin dan gandarwa.
Sedangkan orang-orang yang merasa tidak perlu dan tidak mau meninggalkan Arcapada malah memperkuat area mereka. Arcapada terpecah menjadi dua state, yaitu Negara Bawah Bumi dan Negara Samudra. Negara Bawah Bumi masih memfokuskan kekuatan ekonomi dan politik mereka dengan berbasiskan pada agrikultur dan pertambangan. Negara Samudra, seperti namanya, merupakan negara bagian kepulauan dengan garis pantai yang luas dan industri kelautan yang kokoh. Madyapada sendiri kemudian berubah menjadi Arcapada, diadopsi dari nama negara bagian yang sebelumnya merupakan rumah bagi para pendatang yang kini telah menjadi sukses dan menguasai negara bagian tersebut.
Praktis, Suralaya dan Arcapada adalah dua negara bagian yang paling kompleks kehidupan sosial, politik dan ekonominya. Keduanya saling bersinggungan, saling mendukung dan saling menghancurkan di saat yang sama. Suralaya menempatkan Jonggring Saloka sebagai ibukotanya dengan beberapa kota lain sebagai pusat divisi dan pemerintahan sedangkan Arcapada seratus tahun yang lalu beribukota di Ayodya, di area Kosala. Namun kemudian ketika waktu berganti, kesuksesan sebuah perusahaan besar bernama Astina Enterprise, membuat negara bagian ini menempatkan Astinapura sebagai ibukotanya. Orang-orang memberikan penghargaan pada Astina Enterprise yang awalnya didirikan oleh begawan Palasara, nenek moyang dinasti Kuru, yaitu keluarga Pendawa dan Kurawa. Namun baru pada masa kekuasaan Master Pandu Dewanata muda lah, nama Astinapura baru benar-benar disyahkan sebagai nama ibukota Arcapada.
Negeri Bawah Bumi, beribukota Jangkarbumi. Meski keadaan masyarakat Negeri Bawah Bumi tidak sekompleks Suralaya dan Arcapada, tetap saja, permasalahan antar perusahaan dan lembaga berbasis agrikultur dan pertambangan tidak jarang terjadi. Rakyat asli Jangkarbumi kerap diberi cap sebagai kaum ular dan naga. Industri pertambangan yang merupakan keunggulan mereka juga menjadi sumber masalah. Lirikan Suralaya dan Arcapada akan kekayaan sumber daya ini menciptakan intrik-intrik tertentu yang melibatkan kaum batara, begawan, buta, jin dan gandarwa, dan tentu saja kaum ular dan naga. Begitu juga dengan kaum ular dan naga itu sendiri yang lebih berkecimpung di agrikultur dan kehutanan yang bertempat tinggal di area perbatasan dengan state Arcapada. Karena berada di area perbatasan, secara sosial, ekonomi dan politik, para pelaku ekonomi dan bisnis disebut sebagai kelompok buaya, karena mungkin mereka berdiri di antara Negeri Bawah Bumi dan Arcapada.