Prior to Part Seven - Bala Sigalagala

1099 Kata
Sanjaya sudah beberapa minggu mengikuti dua orang anggota Lebur Geni yang lucunya juga menyelinap masuk ke dalam proyek pembangunan Bale Sigalagala. Kedua anggota Lebur Geni tersebut diperintahankan tuan buta mereka, Drestrarasta, yang mana juga merupakan paman sekaligus tuan dari Sanjaya sendiri, untuk mencari tahu perkembangan dan rahasia di dalam pembangunan restoran dan hotel yang terbuat dari kayu tersebut. Sanjaya harus mengakui kejeniusan Purocana dalam merancang bangunan restoran sekaligus hotel yang memang sangat berkelas tersebut. Setiap lorong dibanguan dengan ketelitian yang tidak bisa dianggap sepele. Namun, sejak masuk bangunan itu, Sanjaya sendiri sudah paham bahwa ada sesuatu yang fishy alias mencurigakan tentang bangunan ini. Sinar lampu temaram yang sengaja dibuat comfortable ini nyatanya bisa saja menipu. Sinar menyembunyikan misteri dan rahasia di baliknya. Bau kayu yang dibalut dengan wewangian cendana serta bau-bau unik lain menciptakan penyamaran kembali seakan-akan bebauan itu hanyalah digunakan sebagai bagian dari konsep yang ditawarkan restoran dan hotel Bale Sigalagala ini. Nyatanya, Sanjaya menemukan bau lilin yang kuat. Ada pula banyak detil bau yang mengarah ka hal yang serupa. Benda-benda di sekeliling tempat ini dirancang mudah terbakar! Sebuah fakta yang benar-benar mencengangkan bagi Sanjaya. Sekali lagi dari sisi profesionalisme, ia mengakui kehebatan Purocana sebagai arsitek dan tentu kelicikan garis miring kecerdasan Harya Suman yang mampu menjadikan bangunan yang mudah terbakar ini sekaligus aman di saat yang sama. Paling tidak, Purocana mampu dengan baik menyembunyikan rencana busuknya tersebut. Sanjaya, sebagai orang yang diutus sang Rama, Yamawidura, mampu mencium rencana jahat dibalik pembangunan ini jelas karena sudah tahu apa yang dibicarakan di balik pintu Astina Enterprise. Dengan kekuatan uang dan pengaruh sang ayah, Yamawidura, serta tentunya Drestrarata sendiri, Sanjaya berhasil membayar lima belas pekerja bangunan yang bukan kuli biasa, melainkan memang orang-orang yang diserahi posisi, status dan fungsi khusus di dalam proyek ini. Di saat yang sama, ia juga memerhatikan dua orang anggota Lebur Geni yang mencoba mencari tahu perkembangan pembangunan. Sekali ini, kegiatannya menjadi cukup rumit. Di satu sisi, Sanjaya berusaha tidak terlihat oleh anggota Lebur Geni yang tidak ikut campur urusan Harya Suman dan Purocana, di sisi lain, ia berencana untuk ambil bagian besar dalam misteri ini. Dari lima belas pekerja ini, dengan menyogok lumayan mahal, Sanjaya menemukan bahwa hanya ada satu ruangan yang akan aman dari api bila kebakaran disulut dengan sistematika khusus pada waktu yang telah ditentukan. Bagian itu adalah kitchen alias dapur. Sistematika kebakaran hanya diketahui oleh beberapa pekerja yang berbeda divisi dengan kelimabelas orang yang sekarang berada di bawah Sanjaya tersebut. Namun, Sanjaya tahu pasti bahwa menurut mereka, dapur yang besar dan elegan itu akan menjadi safe room bagi para VIP dan orang-orang pilihan. Setelah itu, dari dapur, akan ada lorong rahasia yang dibangun menuju ke belakang parking lot di titik jauh Bale Sigalagala. Tujuannya jelas. Agar bila kebakaran terjadi, semua yang selamat akan jauh dari masalah lanjutan. Lucunya bagi Sanjaya, meski sangat ia pahami, Harya Suman memerintahkan para pekerjanya untuk memotong lorong rahasia dari dapur itu setengah jalan. Intinya, para pekerja diminta membangun lorong tidak sampai selesai. Sisanya dibuat sebagai jalan buntu. Sanjaya melaporkan hal ini kepada sanga Rama, Yamawidura. Don Yamawidura mengernyit dan memicingkan matanya bingung, “Aku tahu orang itu licik sekali. Tapi aku tak paham apa maksudnya. Bukankah itu berarti tidak ada jalan keluar sama sekali dari Bale Sigalagala, tidak bagi para Pendawa, tidak bagi para VIP dan dirinya sendiri?” ujarnya tak menutupi kebingungan tersebut. “Aku juga sedang mencari tahu, Rama. Tapi aku berani jamin bahwa paman Harya Suman sudah dipastikan tak akan lama berada di dalam Bale Sigalagala ketika datang waktunya untuk membunuh para Pendawa. Masalah yang lain, aku pun masih tak paham,” balas Sanjaya. “Aku pukir, jangan-jangan dia memang ingin membunuh tidak hanya Pendawa namun juga korban lain sebagai casualties atau collateral damage agar kebakaran itu dianggap sebagai murni kecelakaan,” lanjut Don Yamawidura. “Ah, kau benar, Rama. Tidak aneh bagi seorang Harya Suman untuk mengorbankan nyawa siapapun demi tercapainya rencana dan keinginannya,” ujar Sanjaya tersadar akan kemungkinan tersebut. “Lalu, mengapa Rama tidak katakan saja kepada para Pendawa mengenai rencana percobaan pembunuhan ini. Aku rasa masalah akan selesai. Tak peduli berapa lama Bale Sigalagala beroperasi, tak perduli seberapa sering mereka mengundang para Pendawa, selama Samiaji dan adik-adiknya tak ikut serta, maka pembunuhan itu tak akan pernah terlaksana.” “Samiaji memiliki pemikiran yang sangat kompleks dan tak dapat diterka terutama dengan wajahnya yang selalu dingin itu. Bila toh mereka tahu bahwa Bale Sigalagala ditujukan untuk membunuh mereka, Samiaji tetap akan berangkat bila diundang. Haram baginya menolak undangan saudaranya, para Kurawa, meski tahu mereka telah berkali-kali lolos dalam usaha pembunuhan. Samiaji merasa mereka adalah saudara yang harusnya saling membantu dan bekerjasama. Selain itu, aku jamin, kecerdasan Harya Suman tetap akan mampu bagaimanapun menarik para Pendawa ke dalam umpan dan jebakan mereka.” “Lalu, apa yang harus kita lakukan, Rama?” Biarkan para Pendawa tidak mengetahui rencana ini. Bila saatnya kelak mereka benar diundang ke Bale Sigalagala, biarkan mereka bertindak sewajarnya. Bila para Pendawa mengerti rencana ini, maka gerak-gerik mereka akan jelas dicurigai. Sebagai akibatnya, rencana akan berubah dan Pendawa malah akan berada di dalam bahaya yang sesungguhnya karena kita tidak akan tahu apa rencana para Kurawa,” jelas Don Yamawidura panjang. Sanjaya mengangguk paham dan setuju. Namun ia masih menunggu perintah sang Rama. Don Yamawidura berdehem membersihkan tenggorokannya, kemudian menyalakan sebatang cerutu Benson & Hedges. Sebelum menghirupnya, ia menuangkan segelas whisky dengan tangan satunya yang bebas. Setelah menenggak setegukan kecil dan merasakan cairan penenang itu menyebar ke seluruh syarafnya, Don Yamawidura mulai menghisap cerutunya. “Gunakan orang-orang yang kau beli dari para pekerja bangunan Bale Sigalagala untuk diam-diam membangun jalan rahasia dari dapur ke lapangan parkir di sisi jauh banguan itu. Agar tak terlalu menonjol, buat saja jalan rahasia dari lorong yang dibangun separuh itu cukup untuk dilalui tubuh besar Bratasena saja.” “Maksud Rama?” tanya Sanjaya yang kali ini bingung dan bertanya-tanya mengenai rencana ayahnya itu. “Sudah kukatakan bahwa ini agar pekerjaan orang-orangmu tidak terlalu menarik perhatian. Sisanya serahkan saja padaku. Aku yang akan mengurus keselamatan para Pendawa kelak di hari mereka akhirnya diundang dan memutuskan untuk hadir di sarang macan,” ujar sang Don  menutup pertemuan ia dan anaknya tersebut. Sanjaya menghela nafas. Ia tahu bahwa sang Rama pasti memiliki cara sendiri yang telah terukur. Ia sendiri terkekang oleh tanggung jawab dan profesionalisme pekerjaannya sebagai asisten dan penuntun tuannya yang buta. Ia tak bisa berbuat seenaknya, apalagi tanpa diketahui tuannya dan tanpa dicurigai keluarga Kurawa dan Astina Enterprise. Maka jalan satu-satunya untuk membantu sang ayah dan keluarga Pendawa, ia harus melaksanakan perintah sang ayah membangun lorong rahasia tersebut secara diam-diam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN