Permainan pikiran dan pertarungan urat syaraf mengambang kental di dalam ruangan ballroom Bale Sigalagala. Harya Suman memang tidak menyangka bahwa para Pendawa membawa serta sang ibu, Madame Kunthi ke undangan terhormat mereka ini. Para Pendawa sepertinya telah berpikiran bahwa bila memang Harya Suman dan para Kurawa bermaksud membunuh mereka. Maka mereka juga harus membunuh Madame Kunthi, dan ini adalah tantangan terbuka bagi para Kurawa.
Sebaliknya, Bratasena sebenarnya ingin memrotes keputusan Samiaji ini. Ia berpikir bahwa sang Kakang seakan memaksakan taruhan dalam undangan ini. Bukan mengapa, bila benar para Kurawa bermiat membunuh mereka entah dengan cara apa, maka mau tidak mau san ibunda juga akan menjadi korbannya.
Tidak sampai disitu, Samiaji membawa taruhan ke tingkat yang lebih tinggi. Ia mengajak serta enam orang masyarakat sipil, random guys, yang ditemui mereka dalam perjalanan. Samiaji mengajak keenam orang tersebut ke dalam acara besar ini. Lagi-lagi Bratasena berpikir bahwa Samiaji kembali menggunakan tameng dan taruhan besar nyawa menghadapi rencana busuk para Kurawa.
Tapi sekali lagi Samiaji dengan wajah nya yang super dingin dan emosinya yang tak terbaca itu berusaha meyakinkan Bratasena dan adik-adiknya bahwa ia sama sekali tidak berniat untuk menantang Harya Suman dan para Kurawa. Ia benar-benar berharap saudara-saudara mereka dalam Astina Enterprise tersebut tidak sedang berencana buruk terhadap mereka. Itu sebabnya, dalam rangka memberikan apresiasi dan rasa hormat kepada para Kurawa, Samiaji membawa serta Madame Kunthi dan keenam orang warga Astinapura City yang ia temui di jalan itu. Keyakinannya kepada para Kurawa ditunjukkan dengan ketidakkhawatirannya pada perlakuan para kurawa.
Bratasena tidak dapat berkata apa-apa lagi. Ia tak tahu apakah yang dijelaskan oleh sang Kakang, Samiaji, itu benar adanya, ataukah hanya caranya menutupi apa yang sebenarnya ia sedang pikirkan dan rencanakan. Sialnya, bahkan Bratasena pun tahu bahwa sang Kakang tak pernah berbohong.
Harya Suman juga tahu ini. Sang ahli strategi ini menjelaskan dan berusahan meyakinkan pada Suyudana dan adik-adiknya, bahwa mungkin saja Samiaji memang benar cerdas dan cerdik. Bisa saja ia dan para Pendawa mengetahui bahwa mereka sedang diincar marabahaya dan percobaan pembunuhan untuk kesekian kalinya. “Tapi, Samiaji adalah orang yang jujur, dan itu adalah kelemahannya, ngger Suyudana. Dengan ia membawa serta sang ibu, itu sudah menjadi bagian dari resiko yang bakal ia terima hari ini. Kita tak boleh mengendurkan kesiapan pelaksanaan rencana. Samiaji telah termakan pemikiran positifnya sendiri untuk memercayai kita, ngger. Jadi, kita tak boleh menyia-nyiakannya,” ujar Harya Suman.
“Aku sebenarnya tak peduli sama sekali, paman. Bila Samiaji, Bratasena, Permadi, Pinten dan Tangsen ingin membawa serta seluruh rakyat bersamanya, aku akan tetap membakar mereka semua,” ujar Suyudana. Kata-katanya ini membuat Harya Suman terkekeh senang. Ia juga tak heran bila kemenakannya ini memiliki sifat yang sejalan dengannya. Suyudana bahkan memercayai setiap perkataannya.
Suyudana dan kesembilan saudara dan saudarinya, secara umum percaya bahwa kekuasaan Astina Enterprise pantas berada di tangan mereka, meski beberapa anggota keluarga tidak terlalu setuju dengan hal ini. Apalagi dengan tata cara barbaric dan licik tersebut. Namun, sebagai anggota keluarga, mereka harus kompak dan saling dukung. Mereka tidak mau dikalahkan kekompakan keluarga Pendawa sehingga mereka bisa saling dukung dan terus-terusan lolos dari percobaan pembunuhan.
Master Pandu sebelum wafat sebenarnya sudah menitipkan kepemimpinan Astina Enterprise kepada sang kakang, Drestrarasta, untuk kemudian dilanjutkan oleh anak-anaknya setelah ia tidak ada lagi. Saat itu, para Pendawa masih berumur sangat muda. Begitu juga para Kurawa. Pergaulan mereka di masa kecil saja sudah terlihat penuh dengan persaingan.
Para mentor para sepupu Kurawa dan Pendawa ini bahkan sudah berat sebelah sedari awal. Harya Suman jelas merupakan bentuk nyata ambisi dan dendam kesumat. Harya Suman ingin sekali membantu sang saudari perempuan, Lady Gendari, untuk membuat Astina Enterprise murni dipegang oleh keturunannya, bukannya keturunan Master pandu.
Akar dari dendam itu terjadi bertahun-tahun yang lalu. Saat itu, Harya Suman rela menjodohkan kakak perempuannya, yaitu Lady Gendari, dengan pemimpin Astina Enterprise, Master pandu. Penjodohan ini dengan syarat agar sang pemimpin perusahaan raksasa itu bersedia menukarkannya dengan Madame Kunthi yang mana telah Harya Suman gila-gilai sejak lama.
Tentu Master Pandu tak bersedia. Ia menipu Harya Suman dengan justru menjodohkan dan menikahkan kakak perempuan Harya Suman itu dengan Kakangnya sendiri yang buta, Drestrarasta. Perlakuan rendah itu memercikkan kebencian yang tak terhingga pada dua hati sekaligus, kedua kakak beradik, Lady Gendari dan Harya Suman. Bahakan Lady Gendari sendiri juga begitu menyukai Master Pandu dan di saat yang sama memiliki mimpi dan ambisi agar keturunannya kelak bersama Master Pandu akan menjadi penguasa Astina Enterprise dan mendapatkan nama besar dalam sejarah.
Mulai saat itu, Lady Gendari dan Harya Suman seakan mengikrarkan diri untuk selalu memusuhi dan tak akan memberi kesempatan sedetik pun kepada Master Pandu untuk mengenyam kebahagiaan bersama keluarga, sanak kerabat dan keturunannya. Jiwa ambius dan bengis Lady Gendari membawanya ke sebuah keputusan dan pengorbanan yang begitu besar. Meski akhirnya ia bersedia dinikahi oleh Drestrarasta, Lady Gendari tetap menyimpan baik-baik bahkan memelihara dendam kesumat di dalam hatinya. Ia bertekad, kelak akan mewariskan dendam itu kepada putra-putranya. Itulah akar awal dari permasalahan yang terus-menerus terjadi dan mengarahkan ke tragedi Bale Sigalagala ini.
Suasana ballroom sangat ramai dan gegap gempita. Para tamu tidak menduga bahwa malam hari ini mereka kedatangan tamu yang mengejutkan. Para Pendawa bagaimanapun dikenal sebagai orang-orang terhormat di kancah bisnis negeri Jagad Wayang, diluar isu permasalahan dengan sepupu-sepupu mereka yang sementara memegang Astina Enterprise.
Begitu pula dengan para Pendawa, terutama Permadi yang merasa bahwa akan terlalu beresiko bila para Kurawa akan melakukan percobaan pembunuhan di tempat seramai ini. Selain korban akan berjatuhan, berita juga akan tersebar dengan cepat serta mengancurkan reputasi mereka secara kilat. Sedikit banyak Permadi menjadi tenang.
“Rekan-rekan, saudara dan sahabat-sahabat Astina Enterprise, perkenankanlah saya, Suyudana, anak tertua keluarga Kurawa, dengan rendah hati menyampaikan sesuatu,” mendadak musik yang dimainkan berhenti. Suyudana mengambil microphone dan mulai berbicara di depan para tamu. Para Pendawa melihat ini menjadi semakin mengejutkan. Apa benar Suyudana akan mengumumkan penyerahan Astine Enterprise kepada mereka? Hal ini mungkin saja dan semakin kuat kemungkinannya karena Suyudana sudah bersiap mengumumkannya di depan khalayak ramai.
“Kami ucapkan selamat datang kepada saudara-saudara kami yang hebat, para Pendawa, yang telah hadir di tempat kami ini, Bale Sigalagala, yang bukan apa-apa. Kedatangan mereka sangatlah penting bagi kami disini. Akan ada sesuatu yang penting akan kami sampaikan mengenai para Pendawa malam ini. Namun, mengapa terburu-buru, bukan? Mengapa tidak kita nikmati dahulu musik, hiburan dan jamuan kita malam ini?” ujar Suyudana lantang. Tepuk tangan riuh rendah mengakhiri penjelasan pendek anak laki-laki tertua Kurawa tersebut.