Prior to Part Twelve - Bale Sigalagala Pt VII

1068 Kata
Musik swing jazz, bebop, soul dan funk sampai rockabilly diputar terus-menerus di ruangan ballroom. Bir, whisky dan champagne terus diputar ke seluruh pengunjung. Lampu disko berputar-putar memantulkan warna-warna nya ke segala arah, memandikan tubuh-tubuh para pengunjung yang terus bergoyang-goyang mengikuti irama musik. Kegiatan ini dilakukan setelah para tamu dijamu habis-habisan dengan beragam jenis makanan dari main course sampi finger foods untuk pesta cocktail seperti Chex Mix, seledri yang dicelupkan pada keju pimiento atau peanut butter, cheese and crackers, dan salted sweet-and-salty nuts. Taburan snacks termasuk Kellogg’s Frosted Flakes dan sereal Special K, General Mills’ dan Cocoa Puff, Star-Kist Tuna, Minute Rice, Eggo Waffles, Pepperidge Farm Cookies, kentang chips Ruffles, Rice-A-Roni, Ramen Noodles, dan es krim Haagen-Dazs, mengalir tiada henti. Yang tidak diketahui para Pendawa, Harya Suman benar-benar sudah memerintahkan para bawahannya dengan detil dan terukur, memberikan obat tidur secara gradual kepada khusus para Pendawa. Setiap tindakan mereka tidak boleh salah. Obat-obat tidur itu tidak boleh diberikan sekaligus karena akan sangat mencurigakan. Dosis bertahap diberikan dengan cepat ketika salah satu anggota Pendawa hendak makan atau minum. Selama berjam-jam, para Kurawa menjamu habis-habisan para Pendawa. Russian Roulette dimainkan berkali-kali oleh Samiaji. Permadi dikelilingi para wanita cantik dengan pakaian minim Cocktail party Swing dress hitam, Cocktail Halter dress rockabilly biru laut, Floral Flared A-Line swing dress, atau sleeveless wrap V-neck A-Line Bridesmaid Cocktail Party Dress merah terang, yang terus memberikan ia minuman beralkohol, yang tentu saja, ditugasi untuk memberikan obat tidur itu pula. Kedua kembar Pinten dan Tangsen yang tidak tertarik judi dan wanita, disuguhi beberapa orang dengan kemampuan berbicara yang baik. Mereka berbicara mengenai politik kenegaraan dan pembahasan mengenai koleksi senjata tajam dari belati sampai pedang. Tentu saja, hal ini juga membuat Pinten dan Tangsen terpana dan kehilangan kontrol akan diri mereka sendiri. Mereka terhidap ke dalam pesona para lawan bicara mereka, yang lagi-lagi disiapkan oleh Harya Suman. Mereka pun tak sadar ketika minuman yang ditawarkan kepada mereka juga telah berisi obat tidur. Hanya Bratasena yang susah dicari tandingannya dalam perihal kontrol diri. Selain itu, memang fisiknya tak bisa dianggap sepele. Makanan tak mudah mengenyangkannya, minuman tak mudah memabukkannya. Apalagi hari ini ia makan dan minum sedikit saja. Ia sudah mulai merasa tidak begitu yakin dengan keadaan ketika perlahan pandangannya membayang, padahal ia tak banyak minum. “Kakang, sekarang sudah hampir jam dua belas malam. Suyudana sebelumnya mengatakan bahwa ia akan memberikan pengumuman penting tengah malam ini,” ujar Bratasena berbisik kepada Samiaji yang mulai sekali terlihat mabuk meski wajahnya masih dingin dan masih terus memainkan beragam fasilitas gambling. “Tak perlu khawatir sekarang, Adi Bratasena. Lebih baik kau nikmati semua apa yang diberikan kepada kita,” ujar Samiaji pendek. Permadi mendadak hadir dengan dikelilingi wanita dan menyambung ucapan kakang mereka itu, “Dalam keadaan yang ramai seperti ini, tak mungkin para Kurawa berani melakukan apa-apa, Kakang Bratasena,” ujarnya terlihat begitu mabuk. Ada apa ini sebenarnya, pikir Bratasena. Semua saudara kandungnya tak berperilaku wajar meski dalam keadana pesta semacam ini. Ia segera mencari Pinten dan Tangsen namun kemudian melihat keduanya telah terlelap di sebuah sofa. Ia segera mendekat dan berusaha membangunkan mereka, ketika ia mendengar bunyi ledakan kembang api di luar. Suara Suyudana dari speaker juga kemudian terdengar keras, “Kejutan bagi para pengunjung. Silahkan keluar dan menikmati fireworks show di luar, di atas langit taman Bale Sigalagala, para tamu terhormat kami.” Tak menunggu waktu lama bagi para pengunjung berbondong-bondong ke luar hotel sekaligus restoran tersebut dimana langit Astinapura menjadi seterang malam dengan pertunjukan spektakuler yang terlihat sekali telah dirancang dengan serius tersebut. Bratasena masih mencoba membangunakn kedua adik kembarnya tersebut. Mereka tak bereaksi, meski ia telah berusaha sekuat tenaga. Instingnya langsung menyala terang. Bratasena berlari dan menyibak para pengunjung yang berjalan dengan cepat ke luar tak mau kehilangan kesempatan menikmati pertunjukan heboh tersebut. Benar saja, Permadi dan Samiaji juga telah terbaring tak sadarkan diri, entah mabuk, entah tertidur, entah pingsan. Bratasena menyentuh dan menggoyangkan keduanya dengan keras namun tanpa hasil. “Kurang ajar kalian, Harya Suman dan Suyudana!” seru Bratasena. Suaranya tertelan musik dan riuh rendah suara para pengunjug yang perlahan menghilang dari ballroom. “Ibu!” seru Bratasena mengingat Madame Kunthi, sang ibunda yang tidak hadir di ballroom. Ia ingat bahwa Madame Kunthi memutuskan untuk menunggu di kamar hotel yang telah dipersiapkan baginya oleh para Kurawa sembari menunggu pengumuman yang akan disampaikan Suyudana tengah malam nanti. Tanpa pikir panjang lagi, Bratasena berlari ke tangga berputar menuju ke ruangan sang ibunda yang Bratasena tahu pasti sengaja diletakkan di lantai teratas Bale Sigalagala. Di luar, angkasa benar-benar seperti siang. Ledakan cahaya merambat memecah langit, membuat kegelapan malam retak oleh percikan dan lecutan sinar warna-warni tersebut. Harya Suman memandang Suyudana, kemenakannya dengan penuh makna. “Purocana ada di dalam Bale Sigalagala. Aku rasa ia siap untuk melaksanakan rencana kita ini. Bersiaplah, ngger. Hari besar ini adalah saatnya.” Ledakan kembang api makin menjadi-jadi. Beberapa orang sudah bersiap mengarahkan letusan kembang api dengan sengaja ke atap Bale Sigalagala. Dalam hitungan yang sudah dipertimbangkan dengan baik sejak Harya Suman memberikan perintah, beberapa kembang api meluncur laju ke target. Ledakan yang beruntun membabi-buta menjadi sebuah kekacauan besar. Semua orang perlahan mulai merasa ada yang aneh dengan pertunjukan ini, sampai mereka melihat asap mengepul dari sisi ujung atap gedung restoran dan hotel Bale Sigalagala yang estetik tersebut. “Kebakaran, kebakaran. Cepat segera padamkan!” Teriakan-teriakan panik terdengar di mana-mana. Ledakan kembang api masih menimbun dan menyamarkan suara-suara itu. Harya Suman dan Suyudana pura-pura tak memerhatikan kejadian ini. Mereka menunggu satu kejadian yang mereka harapkan, yaitu sebuah ledakan besar yang langsung menggema bahkan menutupi suara kembang api. Setelah ledakan itu, barulah Harya Suman dan Suyudana berpura-pura merasa sadar sesuatu yang buruk tengah terjadi. Padahal, ledakan besar itu adalah tanda bahwa rencana mereka akan sukses. Bukan mengapa, namun memang ledakan itu membuat bangunan kayu itu langsung dilahap api di seluruh sisi dengan cepat. Bangunan yang dirancang mudah terbakar itu justru terbakar dengan sistematis. Dari bagian tepi terus menyerang ke tangah, sehingga bisa dipastikan siapapun yang ada di dalam bangunan pasti akan mati terpanggang. Bahkan Purocana pun sudah menyalakan ledakan-ledakan kecil yang tidak terdeteksi dari luar. Di dalam sana, Purocana melakukan tugasnya dengan baik. Harya Suman tersenyum karena prihatin bahwa Purocana tak tahu bahwa dirinya akan menjadi tumbal. Lorong rahasia penyelamatan dari dapur ternyata buntu. Api langsung menyerangnya dan melahap tubuhnya sampai habis.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN