Para anggota Lebur Geni melaporkan setiap saat apa yang sudah terjadi pada keluarga Pendawa tersebut selama ini kepada Drestrarasta. Setiap tindakan keluarga Kurawa yang diarahkan untuk menyakiti, merugikan bahkan membunuh adik beradik itu tidak lepas dari telinga sang pemimpin. Tapi, sampai saat ini, Drestrarasta bersikap seakan ia tidak tahu apa-apa. Lagipula, bukankah ia buta?
Hanya saja sejatinya memang tidak ada suatu hal pun yang tidak rumit dalam kehidupan keluarga mafia yang bergerak di dalam bisnis dan kekuasaan tersebut. Loyalitas adalah segalanya, namun di saat yang sama, pengkhianatan pun sama dipuja. Bisnis hanya akan berjalan lancar bila orang-orang atau kelompok tertentu dapat ditekan sedemikian rupa atau malah dihilangkan sama sekali agar tak mengganggu jalannya kekuasaan.
Para Kurawa yang dipimpin anak yang tertua, Suyudana, sudah melakukan beberapa kali percobaan pembunuhan kepada semua keluarga Pendawa. Target utama mereka adalah dua orang yang paling berpengaruh, disegani, dan memiliki kemampuan dan skill terbaik diantara kelima saudara mereka yang lain. Mereka adalah Bratasena dan Permadi.
Sialnya, jaringan mobster para Kurawa masih belum bisa secara efektif melenyapkan orang-orang tersebut. Untuk hal ini, Suyudana tidak memerlukan ijin atau pengetahuan dari sang Rama, Drestrarasta.
“Kau yakin ingin melenyapkan mereka, anakku?” ujar Drestrarasta suatu saat.
“Rama yakin bertanya hal seperti itu kepadaku? Apa aku perlu menjelaskan secara mendetail sekali lagi ratusan alasan mengapa para Pendawa harus dilenyapkan?” ujar Suyudana dengan ketus. Tubuhnya yang menyerupai sang sepupu, Bratasena, itu berdiri tegak di depan sang ayah yang tak dapat melihat secara langsung kehadirannya. Belasan anggota Lebur Gini berdiri mematung tanpa emosi di sekitar sang penguasa Astina Enterprise itu.
“Aku sudah memegang Astina Enterprise. Kau juga kelak akan memilikinya. Mengapa kita tidak berikan saja hak mereka seperlunya, Suyudana? Biarkan mereka mengurus apa yang mereka dapatkan. Toh, Astina Enterprise dan seratus perusahaan yang kau dan adik-adikmu miliki sudah lebih dari cukup,” ujar Drestrarasta.
Suyudana tertawa tipis di balik fedoranya. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku rockabilly denim blue jeans nya yang longgar. Otot-otot lengannya menyembul di balik kemeja lengan pendek yang digulung lengannya.
“Engkau tahu bukan seperti itu caranya, Rama. Bisnis besar ini sudah ratusan tahun umurnya. Kekuasaan dan kesejahteraan perusahaan kita bukan untuk dibagi-bagi. Paman Pandu sudah memiliki jatahnya semasa ia hidup. Dan, Rama harus ingat bahwa hak yang ia gunakan dahulu adalah hak Rama, dan yang jelas itu menjadi hakku dan adik-adikku, para Kurawa,” ujar Suyudana. Ia mengambil sekantung rokok Camels dari saku belakangnya. Mengambil satu batang dan menghidupkannya.
Sepasang mata Drestrarasta yang buta bergerak-gerak. Penciumannya merasakan asap rokok membumbung ke udara.
“Tidak pernah ada dualisme dalam kekuasaan, Rama. Cukup tidaknya sebuah perusahaan untuk dibagi bukanlah permasalahan utamanya, karena jawabannya pastilah tidak cukup. Selama para Pendawa masih hidup, Astina Enterprise akan terus dirongrong dan dipertanyakan kepemilikannya. Untuk itu, tidak ada cara lain selain membinasakan dan melenyapkan mereka,” lanjut Suyudana.
“Kau sudah melakukannya berkali-kali, bukan, Suyudana? Bahkan tanpa sepengetahuanku,” ujar Drestrarasta datar, pelan dan dingin.
“Ya, Rama. Dan aku akan terus melakukannya sampai mereka benar-benar habis tak tersisa, sampai tujuanku tercapai, apapun caranya. Lagipula, kegagalanku bukan karena kesalahan dan kecerobohanku sendiri, tapi karena aku tak mendapatkan restumu, Rama,” balas Suyudana ketus.
“Ah, jadi kau ingin aku ikut andil dalam rencana-rencana licikmu?”
“Bukankah itu yang seharusnya seorang ayah lakukan kepada anak-anaknya, membantu?” Bukan hanya merestui, Rama, engkau juga harus mengambil tindakan. Kau memiliki pasukan Lebur Geni yang luar biasa. Sedangkan, anak-anakmu sendiri, para Kurawa, adalah orang-orang hebat dan memiliki skill dalam memimpin perusahaan dan menggerakkan orang. Kami hampir memiliki semuanya, kecuali dukungan dari Rama kami sendiri,” lanjut Suyudana berusaha meyakinkan sang ayah.
“Harus kau ingat baik-baik pula, Suyudana. Mereka, para adik-beradik Pendawa, adalah semua kemenakanku. Apakah menjadi sebuah hal yang wajar melakukan hal kotor ini terhadap mereka, berusaha membunuh mereka?”
Suyudana setengah mendengus, “Apakah wajar sepupu-sepupu yang tak memiliki hak di Astina Enterprise terus saja merengek dan meminta paksa hak mereka yang sudah tak ada lagi? Rama, mereka juga akan melakukan hal yang sama terhadap kita bila mereka memiliki kekuatan. Saat ini memang kita memegang tampuk pemerintahan dan kekuasaan utama, tapi itu hanya sementara. Kelak, ketika mereka memiliki sedikit saja tambahan kekuatan, kita sudah pasti juga akan disingkirkan,” seru Suyudana tak sabar.
“Kau menempatkan diriku di posisi yang begitu sulit, anakku. Aku menanggung beban sebagai seorang pemimpin dari keturunan Kuru. Perang akan terjadi diantara keluarga kita, anakku,” ujar sang Rama.
“Lalu, bertindaklah sebagai seorang ayah, Rama! Engkau harus membela kepentingan anakmu. Lagipula, ini hak ku, hakmu pula sebagai penerus kekuasaan Astina Enterprise. Jangan biarkan dunia menertawakanmu sebagai seorang yang buta, Rama. Biarkan mereka paham siapa dirimu sebenarnya, siapa kita. Biarkan para batara, begawan, kaum buta, jin, gandarwa, wanara dan segala kelompok mafia di negeri ini gentar pada kekuatan kita,” balas Suyudana.
Drestrarata terdiam. Ie menopang dagunya sedangkan kedua matanya yang buta bergerak-gerak liar, tanda ia sedang berpikir keras. Terlihat sekali kerumitan yang semakin ruwet. Permasalah ini tidak terjadi begitu saja. Akar permasalahan telah menumpuk bahkan sejak ia baru menikah dengan Lady Gendari yang memiliki ambisi besar untuk mendapatkan kuasa atas Astina. Ketika anak-anak mereka lahir, permasalahan menjadi semakin lebar. Ketika Master Pandu wafat, sudah terlalu banyak pihak yang menempatkan posisi di samping kubu Kurawa.
Pemikiran Dretrarasta pun sebenarnya masih dapat dimaklumi. Ia sendiri tidak memiliki keraguan bahwa anak sulungnya, Suyudana lah yang berhak atas kepemilikan Astina Enterprise, bukannya Samiaji, anak tertua keluarga Pendawa, kemenakannya, anak dari mendiang adiknya sendiri, Master Pandu. Namun, permasalahannya adalah bahwasanya dalam dunia mafia, dimana kekuasaan dan loyalitas adalah syarat dan pencapaian utamanya, setiap tindakan harus dilakukan dengan pertimbangan yang sangat matang dan baik.
Segala keputusan yang membabi buta atau sembrono, apalagi tergesa-gesa, hanya akan menyebabkan sebuah kekacauan besar. Perang antar kelompok yang biasanya terjadi dalam skala kecil-kecil atau rahasia sehingga terhindar dari radar para batara, akan dapat melebar menjadi sebuah pertempuran terbuka ala geng dan kelompok-kelompok kriminal yang terlalu nyata. Bila sudah begini, tentu akan menjadi sangat runyam.
Tak lama seorang anggota Lebur Geni maju mendekat dan membisikkan sesuatu kepada Drestrarasta. Sang pemimpin mengangguk.
Tak lama pintu besar salah satu ruangan utama pusat perusahaan raksasa Astina Enterprise itu terbuka. Seorang laki-laki masuk. Semua orang di dalam ruangan, bahkan Drestrarasta mampu mengenali dari caranya berjalan, sebagai Harya Suman.