Dalam pengamatannya, mendadak Arimbi mendengar bunyi raungan sebuah mobil Buick RoadMaster Skylark lebar mendekat ke gedung kecil berpintu tersebut. Seseorang - anggota buta lainnya - keluar dari dalam sedang tersebut dengan gaya yang luar biasa perlente. Anting-anting lebar di kedua telinganya semacam menjadi jaminan status bahwa ia boleh masuk. Arimbi dapat memastikan ini karena tidak ada pemeriksaan tertentu dari para penjaga bersenjata itu terhadap orang yang baru datang dan ditengarai merupakan anggota buta tersebut. Bahkan sang buta dan para penjaga saling menyapa dan bertukar kata-kata c***l dengan begitu kerasnya sampai Arimbi ingin muntah mendengarnya karena kesal dan jijik.
Tiba-tiba, sebuah gagasan muncul di kepala Arimbi.
Ia meraba saku dan mengambil sepasang giwang lebarnya. Ia mengenakan kembali kedua anting-anting identitas buta tersebut. Ia juga kemudian merapikan overcoatnya, melepas bandana yang menutupi mulutnya namun menurunkan ujung topi cap nya sehingga menutupi separuh wajahnya, menyamarkannya.
Arimbi menarik nafas dan menghempaskannya. Ia berdiri dari tempat persembunyiannya kemudian berjalan pelan namun pasti menuju pintu berlambang api tersebut. Tanpa canggung ia melambaikan tangannya ke arah kelima penjaga tersebut. Tubuh Arimbi yang jangkung dengan berpakaian overcoat tersebut memang membuat dirinya terlihat bagai seorang pria. Arimbi beruntung dalam hal ini karena memerlukan beberapa waktu untuk orang agar dapat benar-benar mengetahui bahwa ia adalah seorang perempuan. Dan Arimbi tidak berniat memberikan waktu tersebut.
Salah satu penjaga melihat kedatangan sosok laki-laki dari balik kegelapan. Ia memicingkan mata dan menyapanya, "Hey, bro. Nampaknya ini baru pertama kali bagimu? Aku rasa-rasanya belum pernah lihat kau di sini," ujarnya. Sang penjaga adalah salah satu anggota buta dengan cambang dan brewok tebal.
"Minggir bung, aku sedang tidak ingin bicara," jawab Arimbi kasar.
"Woo, chill bro, chill ... Sudah tidak tahan sepertinya”, ujarnya sembari memandang ke arah teman-temannya. Semuanya bertukar senyum mengganggu.
“Tapi perlu aku beritahu sedikit, sobat. Stok kami malam ini sedang kosong sekarang. Tapi, bila kau mau, kami masih memiliki banyak yang sudah matang," ujar rekan lainnya lainnya yang berbadan sedikit tambun dibarengi tawa yang lain.
Entah karena aura Arimbi, buta tertinggi kedua di Pringgandari setelah Kakangnya, Arimba, atau karena hal lain, para penjaga sepertinya tak menyangsikan identitas kebutaan dan kelelakian sosok yang berdiri di depan mereka tersebut. Arimbi sendiri masih harus menahan mimik wajahnya ketika mendengar informasi yang diberikan penjaga tersebut. Ia mencoba menebak-nebak apa yang sebenarnya ada di dalam sana.
Arimbi tidak membalas, sebaliknya ia menggeser tubuh orang yang menghalangi pintu tersebut dengan kasar.
"Wooo ... Oke, oke. Kalau benar menang sudah tidak tahan teman kita yang satu ini, silahkan nikmati kalau begitu," ujar buta yang terdorong ke samping karena ulah Arimbi. Ia lalu membukakan pintu dan mempersiapkan Arimbi masuk, tanpa curiga.
Seperti yang sudah Arimbi perkirakan dan pertimbangkan modal sepasang giwang dan kepercayaan diri seorang buta adalah tiket masuknya. Ini jelas juga berarti kaum jin dan gandarwa mendapakatkan keistimewaan pula. Ia tak tahu bagaimana dengan tamu-tamu yang lain.
Ketika pintu terbuka, Arimbi melihat cahaya dari bawah. Di dalam ruangan itu rupanya hanya ada sebuah tangga besi lurus menuju ke bawah yang nampaknya adalah rumah atau bangunan bawah tanah. Lamat-lamat ia mendengar alunan musik swing di bawah sana.
Ia pun menuruni tangga dan mendapatkan sebuah ruangan luas serupa strip club. Aroma alkohol dan tembakau terbakar merebak. Para buta dengan setelan jas lengkap duduk melingkari meja-meja bundar kecil. Di panggung di depan mereka tubuh-tubuh perempuan meliuk-liuk mempermainkan nafsu para pria. Perlahan satu persatu busananya mereka lucuti sendiri disertai tepuk tangan riuh, siulan dan teriakan m***m para penonton.
Adegan demi adegan tidak mengganggu Arimbi sekuat adegan yang baru saja kemudian ia lihat ini. Tiga orang gadis di bawah umur, mungkin berumur dua belas sampai empat belas tahun berwajah sendu muram dengan kaku maju ke panggung. Dua orang anggota buta di kiri dan kanan dengan menggenggam pentungan berdiri mengancam, memerintahkan mereka untuk melakukan apa yang tadi dilakukan oleh perempuan-perempuan yang lebih 'matang' dibanding mereka.
Arimbi tak bisa menahan diri lagi. Ia ambil kedua baton yang diselipkan di balik overcoatnya. Ia melompat maju secepat kilat ke atas panggung, menabraki beberapa buta laki-laki sepanjang jalan. Sesampainya di atas panggung, ia langsung menarik ketiga gadis muda itu, menempatkan mereka di belakangnya.
Sepersekian detik, keadaan menjadi aneh di dalam ruangan tersebut. Kebingungan menyergap semua orang. Termasuk para penjaga yang seperti telah ia duga, kedua buta penjaga pembawa pentungan itu langsung sadar dan maju ke arah Arimbi yang dianggap sebagai tukang onar tersebut. Antara bingung dan harus mengambil sikap, keduanya melaju ke arah Arimbi. Hanya saja tindakan mereka terlalu lambat untuk Arimbi. Dalam kurang dari tiga kali gebrak Arimbi menghajar kepala, leher dan lutut keduanya dengan baton, membuat mereka tersungkur dan terkapar tak sadarkan diri … secepat itu gerakan Arimbi yang menunjukkan betapa terlatihnya dirinya.
Kepanikan yang lebih pada bentuk kemarahan langsung terjadi di dalam ruangan itu, "Kalian semua ikut aku," perintah Arimbi kepada ketiga gadis muda yang kebingungan tersebut. Seakan seperti insting yang bekerja, perempuan-perempuan 'matang' lainnya yang dalam keadaan setengah tak berbusana juga langsung mengikuti Arimbi karena sadar kekacauan akan terjadi. Strip club ini bukan club atau bar biasa, hampir semuanya berisi para anggota buta, gandarwa atau rekan bisnis yang ada sangkut-pautnya dengan mereka. Semuanya memiliki kesadaran dan kemampuan bertarung yang tinggi.
Arimbi bak masuk ke dalam sangkar hyena buas.
Tanpa banyak kata dengan kedua baton nya Arimbi menghajar semua orang yang menghalangi jalannya, sengaja maupun tidak. Tubuh jangkung nya yang masih membuatnya dianggap sebagai sosok laki-laki itu terus membabati orang-orang yang menghalangi jalannya. Ia tidak mau menghabiskan waktu, malah menggunakan kebingungan mereka untuk membuka jalan keluar. Tidak sempat ada pistol atau senjata jenis apapun yang keluar dari sarungnya. Arimbi sudah membuat lebih dari lima orang terkapar dan beberapa lagi terluka sehingga tak sanggup berdiri lagi.
Ketika ia, ketiga gadis muda dan para perempuan penari itu sudah sampai di puncak tangga, Arimbi mengeluarkan dua buah benda serupa granat namun lebih kasar bentuknya. Mungkin sebuah granat yang dimodifikasi. Ia lepaskan safety pin ring dari kedua granat tersebut dan melemparkannya ke bawah. Bunyi ledakan tertahan - lebih seperti letupan - dengan asap kehijauan merebak. Kapanikan di strip club berubah menjadi ketenangan, semua orang yang menghirup asap kehijauan itu langsung menggelepar tak sadarkan diri. Beberapa yang kuat tetap tak bertahan lama setelah terseok-seok berjalan menuju anak tangga pertama. Sebelum asam membumbung, Arimbi mendobrak pintu, mencelat keluar, membabat lengan penjaga yang tak awas. Ia sudah duga bahwa ruangan bawah tanah tersebut dibangun kedap suara untuk menyembunyikan aktifitas di dalamnya.