Cerita berlanjut ketika hasil kelicikan dan hasutan Harya Suman membuahkan hasil. Arimbaka kemudian tewas oleh Master Pandu. Bandung Bandawasa lah yang membunuh pemimpin perusahaan Pringgandani Corporation tersebut. Itu faktanya.
Sekarang, wajah seorang anggota buta dengan dua giwang lebar yang datang bersama para Pendawa mengingatkan dirinya dengan Arimbaka. Siapa buta ini sebenarnya? Pikir Bandung Bandawasa.
Dengan jelas di otaknya tergambar masa lalu dimana saat itu sang pemilik Pringgandani Corp. dengan akal-akalan Harya Suman berhasil dibuat 'menghianati' Astina Enterprise. Harya Suman dan Arimbaka berhasil membajak klien-klien Astina untuk berbisnis dengan Pringgandani Corp., apalagi mereka memiliki banyak teknologi baru dalam bidang medis sehingga Arimbaka yakin bahwa Pringgandani Corp. bisa menguasai pasar lepas dari Astina Enterprise, bahkan mungkin dapat mencaplok Astina itu sendiri.
Hanya saja, Arimbaka bertindak terlalu jauh. Ia menyerang pusat-pusat bisnis hiburan dan pabrik minuman keras Astina demi meneror para pengunjung dan pembeli, kemudian memaksa mereka memikirkan ulang untuk pergi ke club, bar dan casino tersebut. Selain itu, peredaran narkoba oleh Pringgandani Corp. adalah menu utama dibalik bisnis medis, kosmetik dan makanan yang mereka tawarkan. Ini jelas membuat Master Pandu murka. Masalah persaingan bisnis ia tidak memperkarakan, tapi perihal penggunaan taktik licik dan kotor membuat Master Pandu juga merasa ia bisa melakukan hal yang sama, bahkan lebih.
Harya Suman mengambil untung dari kasus ini. Ia secara khusus mengajukan dirinya dan Gandamana sebagai orang yang langsung terjun ke lapangan menyelesaikan permasalahan ini.
Harya Suman bersama orang kepercayaannya, Minyak Tala, menjebak Gandamana dan Bandung Bandawasa dengan bekerja sama dengan para buta di Jala Sutra. Mereka dibombardir di area perumahan elit tersebut. Tapi tanpa disadari oleh Harya Suman dan para buta, Gandamana dan Bandung Bandawasa bukanlah orang-orang biasa. Jala Sutra berantakan dan ditinggal pergi para penghuninya sejak itu. Kekacauan yang ditimbulkan para buta ternyata tidak memberikan hasil memuaskan.
Harya Suman dan Minyak Tala kembali ke pusat Astina Enterprise dan menyatakan bahwa Gandamana bersekongkol dengan Arimbaka ingin menjatuhkan Astina, meski mereka belum tahu bahwa Gandamana dan Bandung Bandawasa masih hidup. Master Pandu termakan hasutan Harya Suman yang luar biasa licik ini. Namun sebelum Master Pandu kehilangan akal, para buta berhasil masuk dan menyerang Astina.
Dengan disingkirkannya Gandamana, pertahankan Astina dibuat kendor sehingga Arimbaka dan anak laki-lakinya, Arimba yang masih sangat muda saat itu berhasil menyeruak masuk ke dalam bangunan utama Astina.
Lima penjaga tewas diberondong M1A1 .45 caliber Thompson Sub-machine gun. Arimbaka berdiri di depan Master Pandu, menyayangkan posisi mereka sekarang. Dahulu Master Pandu adalah mentor bisnis Arimbaka, mereka sudah bagai saudara yang memiliki hubungan kental. Namun menurut Arimbaka, Pandu terlalu lemah dan tidak memberikan kesempatan bagi Pringgandani Corp. untuk berkembang dan melaksanakan arah mereka sendiri. Apalagi Arimbaka mendengar bahwa Astina akan menghapus Pringgandani Corp. dan mengubah anak perusahaan itu menjadi sebuah perusahaan yang berfokus pada industri dan bisnis hiburan seperti spesialisasi Astina Enterprise.
Tapi, tentu saja kesalahpahaman ini diciptakan oleh Harya Suman tanpa kedua pihak sadari. Sialnya, ketika semuanya hampir menemukan kejelasan, Harya Suman mengambil Smith & Wesson Model 27 .357 Magnum Revolver nya yang ia gelari sendiri sebagai Udeng, dan langsung mencoba membunuh Arimbaka. Tembakannya meleset dan mengenai sang anak, Arimba, serta melukainya.
Tembak-menembak tak bisa dihindari lagi.
Arimbaka memberondong Pandu dengan Kyai Kalanada, senjata andalannya yang berupa senapan patah alias shotgun dengan model Winchester Model 21. Pecahan peluru sempat melukai paha Master Pandu dengan parah, menyobeknya sampai ke tulang.
Tiba-tiba Gandamana dan Bandung Bandawasa muncul bagai pelangi setelah hujan. Mereka membantai habis orang-orang buta yang berhasil masuk ke bangunan utama Astina Enterprise. Para penyerang itu tidak sempat mempersiapkan diri dari rentetan tembakan Gandamana dan Bandung Bandawasa dari belakang.
Gandamana sendiri secara pribadi mengejar Harya Suman untuk mencari perhitungan. Ia begitu dipenuhi dengan dendam terhadap Harya Suman dengan dendam tanpa menyadari bahwa sang Master dalam keadaan terluka parah.
Dalam keadaan genting, Master Pandu tetap berhasil menanamkan dua peluru revolver nya pada bahu dan kaki Arimbaka, namun Bandung Bandawasa lah yang menghadiahi sang pemimpin Pringgandani Corp. itu dengan sebutir peluru yang bersarang di tengkorak kepalanya sehingga tubuh itu terdiam selamanya. Bandung Bandawasa juga hampir menghabisi nyawa Arimba, sang putra Arimbaka tertua sebelum ia dicegah oleh Pandu.
Setelah semuanya usai, Harya Suman sendiri berhasil dihajar habis-habisan oleh Gandamana. Pada dasarnya saat itu Harya Suman pun dalam keadaan sekarat, hampir mati, melebihi keparahan Master Pandu. Namun, di sinilah letak kesalahan angkara murka dan amarah. Master Pandu yang kemudian terbaring sakit keras karena luka yang diakibatkan dan terlambatnya pertolongan karena Gandamana sibuk mengejar dan menghajar Harya Suman merasa marah dan memutuskan ‘memulangkan’ Gandamana ke Pancala. Ini lebih karena Master Pandu menganggap Gandamana tidak mampu berpikir jernih dan dimakan oleh amarahnya. Begitu juga dengan Bandung Bandawasa yang harus ikut sang tuan karena ia hampir membunuh Arimba muda, yang Master Pandu anggap bukan pusat kesalahan. Pikiran untuk membunuh anak itu harusnya memang tak pernah terlintas di pikiran Bandung Bandawasa, bagaimanapun ia masih seorang anak bau kencur. Walau Arimba muda selamat, namun luka fisiknya menempel menjadi luka hati. Inilah yang sedang terjadi sekarang, kepemimpinan Arimba masih melanjutkan sedikit banyak kesalahan yang dilakukan sang ayah, Arimbaka. Apalagi, Arimba hanya tahu bahwa Master Pandu lah menghabisi nyawa ayahnya, bukan Bandung Bandawasa.
Kemiripan wajah Arimbaka, Arimba dan anggota buta misterius yang sedari tadi menempel di samping sang tuan, Bratasena, mau tidak mau mengendapkan memori sejarah gelap yang ada di otak Bandung Bandawasa. Ia tidak tahu apakah ia menyesal telah membunuh Arimbaka atau tidak. Tapi yang jelas, mendiang Master Pandu sangat tidak menerima tindakan main hakim sendiri dan kecerobohan akibat emosi yang berlebihan. Masalah kelicikan Harya Suman adalah masalah lain lagi. Buktinya sampai nafasnya yang terakhir pun, Gandamana tidak membenci Master Pandu. Ia bahkan meminta Bandung Bandawasa untuk melanjutkan pengabdiannya kepada para Pendawa.
Matahari sudah menunjukkan kembali kekuasaannya pada alam. Terang membuat suasana Wanamarta kembali hidup. Jala Sutra kembali menjadi puing-puing dengan mayat dan potongan tubuh berserakan. Mretani siap siaga dengan kebalinya Dandun Wacana dan Nakula serta Sadewa. Anggota jin dan gandarwa yang jumlahnya sulit dihitung saking banyaknya, berkumpul di lapangan pusat kota Mretani. Orang-orang yang lalu-lalang sepagi ini mengendus hal yang tidak baik. Beberapa melipat koran yang sedang mereka baca, memperbaiki fedora dan segera meninggalkan area tersebut. Toko-toko kembali tutup, hanya buka sejenak melayani pelanggan yang biasa membeli kopi dan donat. Setelah itu, kota menjadi seakan mati. Jauh di balik bukit sana, Arimba menghembuskan nafas panjang di ruang kamarnya di Pringgandani. Ia tidak suka keadaan ini. Apa yang sudah ia lakukan sebenarnya? Ia mulai bertanya-tanya.