Prior to Part Five
Pembangunan restoran sebagai rencana keji dari pemusnahan para Pendawa ini ternyata benar-benar dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Dua bulan penuh pembangunan restoran berlantai empat itu membutuhkan dana yang tidak sedikit, begitu juga dengan pengerjaannya yang membutuhkan waktu yang tidak singkat. Pengerjaannya dilakukan siang dan malam hampir tanpa berhenti.
Bale Sigalagala dibangun dengan menggunakan bahan sembilan puluh persen kayu. Bangunan berambisi ini menunjukkan nilai estetika dan seni yang tidak biasa. Purocana yang berdiri paling depan dalam penanggungjawaban pembangunan dan pelaksanaan proyek ini terlihat sekali memiliki kemampuan yang mumpuni. Ia merancang setiap detil ruang, lorong, lantai, atap bahkan interior bangunan yang kesemuanya terlihat begitu elegan, berseni sekaligus mahal dan mewah. Penggunaan kayu sebagai bahan bangunan dengan jumlah sebegitu besar jelaslah sangat mahal. Namun hasilnya memang sangat terlihat. Bale Sigalagala menjadi sebuah bangunan yang sangat megah.
Harya Suman langsung melaksanakan bagian kedua dalam rencana besarnya ini. Ia merasa perlu untuk menaikkan kepercayaan masyarakat dan publik terlebih dahulu mengenai proyek ‘kecil’ Astina Enterprise ini yang disponsori oleh dirinya serta keluarga para Kurawa. Harya Suman merasa perlu mengundang para pers sebagai bentuk hubungan masyarakat dan sarana promosi.
Para wartawan datang bergerombol terpancing rencana ini bagai semut terbujuk gula. Shutter kamera Dacora 120 roll dan flash kamera Zeiss Ikon Nettar 518/16 120 roll film berdesis dan bertaburan bahkan beberapa minggu sebelum bangunan restoran besar itu selesai sempurna dan melaksanakan grand opening. Para wartawan mengenakan fedora atau homburg dan suit hitam, coklat atau abu-abu berseliweran dan menumpuk di depan bangunan Bale Sigalagala yang masih dalam tahap pembangunan.
Untuk membuat drama yang lebih meyakinkan, Harya Suman meminta Purocana untuk kerap menunjukkan dirinya secara sengaja kepada media agar terus memancing rasa penasaran mereka. Ia juga perlu sekali-kali menjelaskan perkembangan yang terjadi dan bagaimana konsep restoran ini.
Sebagai sebuah perusahaan besar yang bagai kerajaan di dalam negara Jagad Wayang itu, tentu akan menarik banyak sekali minat dari beragam pihak. Kaum batara, pasar saham, para kelompok mafia, pejabat pemerintahan serta tentunya para anggota keluarga Pendawa.
Para pers benar-benar termakan oleh kehebohan yang dibangun oleh Harya Suman dan para Kurawa. Ini adalah langkah kedua yang cukup sesuai rencana dan pertimbangan matang mereka. Ketika kepopuleran Bala Sigalagala meroket, tidak sulit untuk mendapatkan keuntungan di awal-awal pembukaan sembari menunggu para Pendawa sebagai target untuk termakan umpan dan jebakan mereka.
Di satu sisi, Drestrarata terdiam di balik meja kerjanya. Lady Gendari merangkul lengannya. Keduanya menatap kosong ke arah yang berbeda, namun wajah Lady Gendari menyunggingkan senyum samar.
“Aku tak tahu apakah yang dilakukan oleh anak-anak kita benar adanya, istriku,” buka Drestrarasta.
Lady Gendari memeluk lengan suaminya dengan lebih kencang. “Apa yang membuatmu berpikir seperti itu? Apakah kita masih akan membahas hal yang sama seperti awal dahulu? Mengenai kelayakan anak kita, para Kurawa, mengambil hak mereka atas Astina Enterprise?”
Drestrarasta menggeleng pelan. “Apa yang akan orang lihat mengenai kita ketika bila kelak bangunan yang sedang ramai muncul di berita media massa prakarsa Kakangmu itu akan benar-benar terbakar, meledak, dan hancur dengan para Pendawa mati terpanggang di dalamnya? Apa yang akan terjadi pada pasar saham, citra perusahaan yang dibangun ratusan tahun oleh para pendahuluku ini?” ujar sang pemimpin buta itu menerawang.
Lady Gendari tersenyum semakin lebar. “Kakang Harya Suman pasti sudah memikirkannya matang-matang, Kakang. Para Pendawa memang harus musnah, mereka harus tewas. Itu adalah sebuah keniscayaan dibanding mereka selalu menjadi duri dalam daging dalam penguasaan Astina Enterprise. Untuk membunuh mereka, cara-cara mafia dengan penyerangan frontal akan sangat beresiko besar. Pertarungan di dalam Astine Enterprise hanya akan menjadi makanan pihak-pihak yang bertentangan dan ingin mengambil keuntungan dari permasalahan ini. Oleh sebab itu, menyingkirkan para Pendawa haruslah dengan cara yang sedikit berongkos, namun efektif,” Lady Gendari menarik nafas untuk melanjutkan perkataannya. “Bale Sigalagala yang dibangun dengan mahal itu, rasa-rasanya pantas untuk kematian para Pendawa. Kita semua akan bersedih. Kerugian besar, saham anjlok, kepercayaan masyarakat menurun terutama dalam masalah keamanan bangunan. Kita juga akan berkabung atas kejadian ironis dan menyedihkan, kematian para Pendawa. Kita akan membiarkan seluruh negeri tahu bahwa kita kehilangan keluarga dan orang-orang penting di dalam Astina Enterprise. Namun … semuanya akan berlalu tak berapa lama. Kematian Pendawa akan menjadi sesuatu yang dikenang jua. Sebuah pengorbanan kecil dibanding hasil yang anak-anak kita capai,” ujar Lady Gendari panjang lebar. Wajah cerdasnya bersinar beriringan dengan senyum liciknya.
Seperti biasa, Dretrarasta dapat merasakan senyuman mengembang di wajah istrinya itu dari hembusan angin dan atmosfir ruangan. Semesta bekerja dengan cara yang berbeda bagi orang buta. Ia menghela nafas. “Aku akan mendukung apapun yang anak-anakku lakukan selama mereka berani bertanggungjawab atas konsekwensi yang akan mereka terima. Sebagai orangtua, tidak ada yang kita bisa lakukan selain menginginkan yang terbaik bagi mereka,” tutupnya.
Di sisi lain, Harya Suman sudah siap merencanakan grand opening restoran tersebut seminggu ke depan. Ia memang adalah seoran g laki-laki yang cerdas dan licik, berbagi DNA dengan Lady Gendari, adik perempuannya. Harya Suman tidak sekadar bekerja di bagian lapisan dasar atau permukaan saja, ia juga mempelajari semua seluk beluk rancangan bangunan Bale Sigalagala.
Ruangan-ruangan indah dari kayu itu telah dilapis dengan lilin dan lapisan minyak yang sangat mudah terbakar. Ada bom rakitan yang bisa diledakkan tanpa meninggalkan jejak ditanam di bawah lantai. Untuk menghindari kebakaran terjadi sebelum hari yang diinginan, sisa sepuluh persen bahan non-kayu sengaja digunakan untuk keamanan kelistrikan dan lampu serta dapur. Maka, kemungkinan besar bangunan yang tidak terbakar habis adalah dapur, secara ironis.
Lorong-lorong pelarian yang bisa digunakan sebagai jalur evakuasi bila terjadi kebakaran atau bencana, sesuai dengan aturan keselamatan, dibuat dua macam, salah satunya merupakan jalur tipuan. Hanya orang-orang tertentu yang memahami jalur evakuasi ini. Karena, bagaimanapun kelak, casualties atau korban tak akan mungkn terhindari.
Harya Suman mempelajari blue print Purocana dengan seksama. Tidak hanya itu, kecerdasannya yang di atas rata-rata membuatnya mempu memahami rancangan ini dalam waktu yang cepat. Diam-diam, Harya Suman juga ternyata melakukan beberapa penyesuaian dengan meminta para pekerja konstruksi, terutama orang-orangnya sendiri untuk membangung bagian-bagian tertentu. Entah apa yang ada di dalam otaknya sehingga ketiak Purocana sedang sibuk menghadapi para wartawan, Harya Suman menyelinap masuk dari belakang dan menyabotase pekerjaan Purocana. Purocana tak mengetahuai ketika dua minggu penuh, ada bagian dari dalam bangunan yang diubah berdasarkan keinginan Harya Suman.