"Devany..." Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Devany yang jiwanya masih belum terkumpul berjalan membuka pintu kamarnya.
"Loh, tidur ternyata." Ningsih melipat tangannya karena melihat Devany baru bangun dengan pakaian sekolah.
"Mama?" Devany terbelalak.
"Mama sama papa baru pulang. Oh iya,tadi pagi mama nelpon kamu. Kok gak kamu angkat? Mama mau bilang kalau nanti jam tujuh kita akan makan malam bersama dengan rekan kerja papa. Jadi tolong bantuin mama masak ya," Ucap Ningsih.
Devany menganggukkan kepalanya. Dia gak bertanya siapa yang akan datang. Setelah itu Ningsih pergi ke dapur sedangkan Devany mengganti pakaiannya. Dia pun merapikan rumah dan membantu Ningsih memasak.
***
"Cepat ma,mama lama banget sih dandanannya. Udah jam enam lewat nih," Ciko memanggil Ayu dengan posisi berbaring di atas sofa. Sudah hampir dua jam Ciko resah dan meminta ingin cepat pergi.
Ayu dan Tresno yang sedari tadi kebingungan mempercepat langkahnya ke ruang tamu.
"Kok kamu pengen cepat-cepat pergi sih? Tumben banget." Tresno merapikan bajunya lalu mengucek-ucek rambut Ciko .
"Gak tau yah,Ciko merasa kayak deg-degan ajah. Kayak semangat gitu,tapi gak tau kenapa." Ciko merapikan rambutnya.
Sudah dari jam lima sore tadi,dia mandi dan mengganti pakaiannya. Sekarang dia sedang menggunakan dalaman kaos oblong polos berwarna putih ditambah kemeja kotak-kotak berwarna merah dan celana jeans berwarna hitam kesayangannya.
"Sudah,ayo pergi." Ajak Tresno bersemangat. Mereka berjalan kegarasi lalu masuk kedalam mobil berwarna hitam itu. Ayu dan Tresno duduk di bangku depan, sedangkan Ciko di bangku belakang. Selama perjalanan,Ciko asik senyum aja. Tresno yang meliriknya dari kaca mobil ikut tersenyum juga.
Kok gue tiba-tiba ingat sama Devany ya? Pas gue main gitar di kantin,gue ingat gitar Devany yang gue coret-coret dengan spidol permanen. Hahahah,gue memang gila banget yah?
***
Devany sedang berdiri di depan kaca. Habis membersihkan rumah dan membantu Ningsih memasak membuatnya sedikit kelelahan.
"Devany,tamu kita sudah datang. Ayo turun sayang," Panggil Ningsih dari bawah.
Devany menghela nafas berat. Dia pun merapikan pakaiannya berupa dress putih lengan panjang dengan ukuran se lutut.
"Iya ma," Sahut Devany sambil berjalan menuruni tangga.
Tiba-tiba,
"Loh, Ciko?" Devany tidak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya.
***
Mobil Tresno memasuki gerbang rumah milik Bayu. Didepan pintu telah berdiri Bayu dan Ningsih yang hendak menyambut mereka.
Ciko dan keluarganya pun keluar dan mereka saling bersalaman. Ciko masuk,kemudian Ningsih memanggil Devany dari bawah. Ketika Ciko masih melihat-lihat, tiba-tiba dia terbelalak sewaktu Devany berjalan menuruni tangga.
"Loh, Ciko?" Devany terlihat begitu terkejut. Sedangkan Ciko yang sama terkejutnya hanya terdiam sambil menahan nafas.
***
"Ini rumah kamu?" Ciko bertanya dengan ekspresi seperti anak sholeh yang ada di tivi-tivi itu.
Devany menaikkan alisnya. Lalu dia melanjutkan langkahnya dan menyalam Tresno serta Ayu.
"Loh,kalian udah saling kenal?" Tanya Bayu kepada Ciko . Ciko tersenyum lebar. Dia menganggukkan kepalanya.
"Iya om,satu kelas malah." Ciko menjawab begitu baiknya,sedangkan Devany memutar bola matanya malas.
"Yaudah,kita makan yuk." Ajak Ningsih . Mereka pun makan bersama. Selama makan itu,Bayu dan Tresno asik bercerita tentang perusahaan mereka. Sedangkan Ayu dan Ningsih membahas soal mode gaya terbaru dari Perancis.
Ciko masih terus tersenyum sambil melihat Devany makan. Devany yang merasa risih langsung menatap garang kearah cowok yang sedang duduk di depannya.
"Apa Lo?" Ana berbisik tetapi penuh dengan penekanan dan tatapan tajam.
Ciko meneguk air putih dihadapannya. Kemudian dia tetap tersenyum,tanpa mengalihkan pandangan sedikitpun dari Devany.
Tiba-tiba Bayu mengarahkan pembicaraan kepada Ciko.
"Oh iya,nama kamu Ciko tadi?" Tanya Bayu di sela-sela makannya.
"Iya om," Ciko tersenyum sambil mengangguk pelan.
Devany mau muntah! Gak disangka,Ciko si perusuh kelas bisa berubah 180° di depan orang tuanya.
"Gimana hubungan kamu dengan Devany? Kalau disekolah, Devany gimana belajarnya?" Tanya Bayu lagi seraya mengunyah sepotong daging.
Ciko melirik kearah Devany. Sedangkan Devany menghela nafas berat lagi.
"Dia baik kok om," Jawab Ciko tersenyum.
Bayu menganggukkan kepalanya. "Dia punya seorang kakak. Namanya Chintya. Orangnya pintar banget,udah ikut olimpiade berkali-kali. Bahkan seringkali sekolah mereka menjadi perwalilan ke tingkat internasional." Jelas Bayu panjang lebar. Devany mulai gelisah.
Ciko melirik Devany lagi. "Ohh,gitu yah om. Tapi Devany juga pintar kok,dia sering menjawab soal fisika sama kimia yang sangat sulit. Seringkali tampil kedepan kelas atau di podium sekolah. Bahkan wali kelas kami sering muji dia karena kepintarannya." Balas Ciko.
Devany melihat Ciko. Dia sempat terdiam,tetapi karena Ciko melihatnya sambil tersenyum,Devany pura-pura tidak tahu.
"Iya,tapi itu hanya dikelas. Devany bukannya juara umum,atau pemenang olimpiade. Dia hanya juara kelas." Ucap Bayu tanpa memikirkan perasaan putrinya sendiri.
Devany mulai merasa sesak. Ada sesuatu hal yang gak bisa diungkapkan pada saat itu. Kayaknya pengen nangis,tapi ditahan.
Ciko mulai mengerutkan keningnya.
Loh,Om Bayu kok gak dukung Devany sih?
"Emangnya kak Chintya sekolah dimana om? Biarpun Devany cuma juara kelas,tetapi bagi teman-teman sekelas,dia itu memang juara yang sesungguhnya. Devany baik,sopan,dan gak pernah sombong. Banyak orang yang juara diluar sana,tapi hanya beberapa yang berkarakter om," Ucap Ciko panjang lebar yang sukses membuat Bayu sejenak tertegun.
"Devany gak sepintar itu kok,pah" Sanggah Devany dengan suara parau. Ciko melihatnya,ada beribu tanda tanya dikepalanya saat ini. Kok bisa kekgini sih?
"Yaelah,kamu ternyata rendah hati sekali yah Dev. Kamu ingat,waktu Bu Endang lagi jelasin biologi? Trus satu kelas gak ada yang tau,dan kamu mampu menjelaskan dengan detail. Hebat sekali," Ciko berdecak kagum sambil bertepuk tangan sendiri.
Suasana di meja makan itu tiba-tiba hening! Tresno dan Ayu saling berpandangan,sedangkan Ningsih dan Bayu menundukkan kepala dan memakan makanannya dalam diam.
"Tapi itu gak seberapa dengan kakaknya. Dia cuma bisa sebatas itu aja,gak bisa sampai tingkat internasional." Tiba-tiba Bayu memecah keheningan.
Ciko menatapnya seolah tidak percaya. Apa mungkin ini masalah yang dihadapi Devany selama ini? Kenapa Bayu terlihat begitu merendahkan Devany? Ciko melihat kedua orangtuanya. Mereka mengedipkan mata seolah memberi kode untuk 'diam' kepada Ciko. Lalu Ciko melihat Ningsih yang hanya diam. Dan terkahir,Devany yang diam. Tak melanjutkan makannya,dengan air mata terbendung. Ada sesuatu yang mendorong hati Ciko untuk selalu membela Devany. Otaknya seakan berputar kencang ingin membalas setiap perkataan dari Bayu.
"Tapi om-"
"Pah,Devany sama Ciko keluar sebentar ya. Papa sama mama kan mau bahas soal pekerjaan. Devany ajak Ciko keliling sebentar." Devany baru bangkit lalu menyilangkan sendoknya. Dia menatap Ciko dengan mata memelas. Ciko pun menyilangkan sendoknya juga. Lalu bangkit dan mengikuti Devany.
"Sebentar yah ma," Ucap Ciko yang mendapat senyuman dari Ayu.
Devany langsung menyambar tangan Ciko dan menariknya keruang tamu. Lalu mereka berjalan kedepan rumah yang ada tamannya disitu. Devany menghempaskan tangan Ciko kasar.
"Ngapain Lo sok bela-belain gue?" Tanya Devany dengan suara serak . Ciko melihatnya gak percaya. Ia mengernyitkan dahinya.
"Kenapa Om Bayu seperti merendahkan Lo banget,yah gue gak terimalah." Bantah Ciko sambil berjalan kearah ayunan disana. Devany mengikutinya.
"Tapi Lo gak tau cik,Lo gak tau." Pekik Devany dengan suara emosi yang tertahan.
"Gue gak terima kalau Lo direndahin. Mau siapapun orangnya, TITIK." Ucap Ciko tanpa melihat Devany lagi.
"Hiks..Hiks..Hiks.." Tiba-tiba,Devany menangis. Dia berdiri disampingnya Ciko yang lagi main ayunan. Ciko yang terkejut pun sontak bangkit lalu melompat menuju depan Devany.
"Lo marah sama gue?" Tanya Ciko lembut. Dia memegang kedua bahu Devany dan menatap mata Devany lekat-lekat.
Devany mendongakkan kepalanya. "Enggak." Lalu menggeleng pelan.
"Trus sama siapa dong?" Tanya Ciko lagi. Sumpah! Suara Ciko lembut banget,membuat Devany melepaskan kesesakannya dengan puas. Dia menangis sekuat yang dia bisa.
Ciko yang awalnya pengen banget meluk,apalah daya. Dia menahan gejolak dalam hatinya dan mengalihkan itu dengan menepuk pundak Devany lembut.
"Lo bisa cerita sama gue,kok." Ucap Ciko berusaha menenangkan Devany dan membuatnya merasa nyaman.
Devany menatap dalam-dalam mata Ciko. Meskipun dia merasa sedikit membencinya,tapi entah kenapa ada dorongan dari hati Devany yang memaksa bibirnya untuk curhat sama Ciko.
"Gue mau cerita,Lo mau denger? Tapi janji gak bakalan bocor sama temen sekelas." Devany mengangkat jari kelingkingnya,kemudian Ciko melingkarkan jari kelingkingnya juga ke jarinya Devany.
"Iya,gue janji." Balas Ciko dengan senyuman manisnya.
Mereka berjalan ke ayunan itu,lalu duduk bersampingan. Ciko merasa ada ledakan-ledakan kecil di hatinya. Sedangkan Devany merasa perutnya sedang dipenuhi dengan kupu-kupu.
***