The Fourth Diary

808 Kata
Malam Di, gue lagi seneng banget malam ini. Tadi Ciko sama keluarganya dateng kerumah. Trus papa kayak meremehkan gue. Eh ternyata,si Ciko malah bela-belain gue. Trus gue tarik dia ke taman depan rumah. Dan akhirnya gue curhat sama Ciko. Entah kenapa gue ngerasa lega banget. Dan semenjak Ciko minta nomor gue,hati gue deg-degan. Sekarang,gue lagi nulis diary ini dengan senyum yang belum hilang dari wajah gue. Gue ngerasa gak sabar buat sekolah besok. Trus waktu gue siap nangis,Ciko menghibur gue. Gini ceritanya, Flashback on "Gue itu gak pernah dibanggain sama papa. Mereka selalu mengharapkan hasil maksimal dari gue. Tapi apa? Mereka gak pernah sekalipun peduli sama gue. Mereka selalu bandingin gue sama kakak gue. Mereka gak pernah gitu loh,entah nanyain study,atau masalah hidup,atau kebutuhan,atau perasaan gue. Gue selalu tertekan Cik," Devany akhirnya curhat juga. Ciko mendengarkan dengan seksama. "Trus setiap gue mau nunjukin hasil usaha gue,tetap aja papa merasa kalau itu gak seberapa. Iya,gue tau kalau kak Chintya itu memang pintar banget. Cuma, kemampuan setiap orang kan berbeda-beda." Devany memotong ceritanya. Ia mengusap air mata dengan punggung tangan kirinya. Ciko menghela nafas panjang. Dia gak mengira kalau sebenarnya anak pintar itu masih bisa juga diremehkan. Padahal dirinya yang hanya membawa kertas dengan nilai dibawah KKM aja gak pernah segitunya. Padahal,Ciko berpikir kalau orang pintar itu gak pernah punya masalah. Yah paling punya masalah saat menyelesaikan suatu masalah. "Jadi,Lo gak pernah bilang kalau Lo gak suka dibanding-bandingkan dengan kak Chintya?" Tanya Ciko lembut. Devany menarik nafasnya. Lalu mengeluarkannya melalui mulut. "Enggak. Yah karena gue ngerasa itu memang kesalahan gue. Gue gak bisa sepintar kakak gue." "Tapi Lo juga salah Dev," Ciko menatap lurus ke depan. "Kenapa?" Tanya Devany keheranan. Ciko meliriknya,kemudian dia mengambil gadget dari kantong celananya. "Bagi w******p Lo dong," Ucapnya santai. Devany yang tidak bisa menerawang pikiran Ciko hanya memberikan nomornya dengan polos. "Siap itu apa?" Tanya Devany menunggu reaksi dari Ciko yang meminta nomor WhatsAppnya. "Yaudah, berarti gue sekarang bisa ngubungin Lo kapan aja. Buat sekarang gue gak bisa ngasih Lo solusi. Tapi gak tau kapan-kapan. Soalnya otak gue kalau mau cair kadang macet. Jadi harus di kocok ekstra." Jawabnya. Yaudah, setelah itu suasana hening. Mereka berdua tenggelam dalam imajinasi masing-masing. Hingga saat Ciko berdehem. "Lo tau gak, kalau setiap gue mau ujian,gue nonton konser besar-besaran." Tiba-tiba Ciko membuka pembicaraan. Devany mengerutkan keningnya. "Kok bisa? Seharusnya Lo itu belajar kek,malah nonton konser." Ciko tersenyum lalu mengacak rambut Devany. "Sabar dulu neng,konsernya ini bermanfaat bagi anak sekolah." Devany menaikkan salah satu alisnya. "Konser apaan?" "Konser 'Sukses ujian harian dengan lima dasar'. Didalamnya terdapat rumus Kimia,Biologi,Matematika,sama fisika. Setelah itu penyanyinya guru sekolah kita. Ada konsep cepat bahas soalnya juga." Devany sontak bergeser. "Konser apaan itu? Dimana?" Tanyanya penasaran. Ciko merangkul Devany lalu membisikkan sesuatu ke telinganya. "Konser dalam mimpi Devany,dan diakhir konsernya gue disiram air karena gue ikutan nyanyi. Eh ternyata,mama gue nyiram gue karena gue bangun kelamaan. Dan sampai disekolah gue gak ingat satupun rumus itu,karena gue terlambat. Dan karena gue terlambat, akhirnya gue bolos. Tamattt," Lalu kembali keposisinya semula. Devany yang meresapi dan menyimak setiap detail dari cerita Ciko akhirnya mengerti. "Hahahaha,gak lucu. Lo mau ngelawak atau mau cerita alasan Lo sering bolos waktu ujian? Gak lucu," Devany melipat tangannya. Ciko kembali berpikir keras. "Aha! Gue mau nanya sama Lo. Bahasa Arab nya gajah duduk baca koran apa?" Tanya Ciko. Devany mulai berpikir lagi. "Gak tau," Jawabnya nyerah. Ciko ketawa seperti kakek-kakek kesedak ongol-ongol. "Jawabnya adalah..." "Apa?" "Jengjengjeng" "Cepet dong," "Mustahil!" "Apa?" Devany bertanya balik gak percaya. Sedangkan Ciko si kunyuk malah ketawa gak jelas. Meskipun begitu,melihat Ciko ketawa begitu lepasnya, akhirnya Devany tersenyum tipis . "Ada lagi?" Tanya Devany. Ciko kembali berpikir. "Mmm,benda apa yang dimasukkan tegang,trus dikeluarkan lemas. Hayo,apa? Please positive thingking ya," Ciko kembali membuat teka-tekinya. "Mmm,apa yah?pensil? Kalau mau diraut kan tegang,trus kalau keluar lemas. Karena mengecil. Benar gak?" Jawab Devany antusias. Ciko menggeleng. "Salah!" "Trus apaan dong?" Tanya Devany gak sabar. Ciko menarik nafas,"Jawabnya adalah..." Dia melirik Devany yang mendengar dengan seksama. "Tebu." Devany menyipitkan matanya. Entah apa yang sedang dipikirkannya! Yang jelas dia udah mau tersenyum kembali. Ciko merasa lega. "Oh iya Dev,gue minta maaf karena gue udah jahat sama Lo. Gue gak nyangka kalau Lo punya masalah. Maaf ya," Ujarnya serius. Devany tersenyum lalu mengangguk pelan. Ciko tiba-tiba aja bersorak kegirangan seperti anak kecil dikasih permen coklat. "Yes..Yes.. kalau gitu peluk yah?" Ciko merentangkan tangannya. Devany bergidik ngeri lalu memukul bahu Ciko. "Ogah!" Tolaknya mentah-mentah. Ciko tertawa terbahak-bahak. Beberapa menit kemudian Ayu dan Tresno keluar rumah. Ternyata mereka ingin pulang . Devany menyalam mereka berdua. Lalu mereka pulang. Setelah itu,Devany langsung berlari ke kamarnya. Tanpa memperdulikan panggilan Bayu . Flashback off Nah,begitu ceritanya Di. Entah kenapa rasanya gue seneng banget. Memang gue marah kalau Ciko gangguin gue. Tapi, sejujurnya gue juga kangen sama dia. Kok bisa yah? Tapi yaudahlah. Sekarang gue mau bobo dulu... Malam Didi, Love Devany. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN