"Ciko,Lo ngapain sih duduk di samping gue? Sana Lo!" Pekik Devany sembari mendorong tubuh Ciko.
"Gak mau! Kemaren malam Lo udah setuju. Lagipula ini bangku milik pemerintah,gue bebas duduk dimana aja." Ciko bersikeras menahan tubuhnya,membuat Devany makin marah dan malu setengah mati.
"Pergi dong Cik,gue gak mau dikira orang yang aneh-aneh tau. Banyak anak kelas lain yang suka sama lo, bisa-bisa gue dilabrak kayak kemaren."
Devany terus menerus mendorong lengan Ciko. Tapi mau sampai ayam bertanduk pun Ciko gak bakalan pernah nyerah. Dia tetap tersenyum dan tidak mau bergerak. Alhasil Devany lelah lalu kembali keposisinya.
"Nyerah Lo? Segitu doang ternyata,hahah" Ciko mengacak rambutnya Devany.
"Awas lo." Devany menepis tangan Ciko.
Ciko memandangi wajah Devany. Dia sangat suka kalau lihat wajah Devany lagi kesel. Katanya kayak ada manis-manisnya gitu. Trus kalau Devany lagi kesel digangguin lagi, ekspresi wajahnya terlihat lucu.
"Jadi,Lo pernah dilabrak sama fans gue? Gimana ceritanya?" Ciko menyenderkan kepalanya di atas meja.
"Kemaren. Di toilet sewaktu Lo nyoret dinding gerbang sekolah. Ada dua cewek,kayaknya anak IPS. Mereka membentak gue." Ucap Devany kesel.
Ciko masih tersenyum. "Trus Lo jawab apa?" Tanyanya lagi berusaha mengajak Devany berbicara.
"Yah gue bentak baliklah." Jawab Devany agak marah. Ciko spontan tertawa,namun dia langsung diam, berusaha menahannya.
"Tenang aja Lo. Mau satu sekolah ini aja suka sama gue,yang dihati tetap nama Lo." Gombal Ciko.
Guru pun datang! Bu Endang sebagai guru biologi.
"Loh,ngapain kamu duduk disitu Ciko? Kembali ke tempatmu yang semula!" Perintahnya saat melihat Ciko yang lagi cengingisan gak jelas lagi duduk di sampingnya Devany.
"Saya mau pintar Bu. Duduk di belakang membuat saya sering ngantuk dan auranya memaksa saya untuk ribut."
"Hahahaha" Teman sekelas tertawa mendengar jawaban gila dari Ciko. Sedangkan Devany menutup mukanya dengan buku paket.
"Yasudah lah kalau begitu. Suji gak masalah duduk di belakang nak?" Tanya Bu Endang sambil menunjuk kearah belakang.
"Enggak papa Bu," Suji menganggukkan kepala. Lalu James si kembaran alien merangkulnya.
"Tenang aja Bu,saya bakalan jagain Suji selayaknya ninja dari Bandung berjuang demi menjaga Suji sang pujaan hati."
"Hahahah," Kembali teman sekelas tertawa mendengar ucapan James yang sebelas dua belas gilanya sama ciko.
"Sudah-sudah! Kita lanjutkan pelajaran kita. Kumpul tugas yang ibu berikan kemaren." Bu Endang akhirnya duduk.
Mereka maju kedepan mengumpulkan tugasnya.
"Gue kumpul ya tugas Lo," Ciko mengambil buku Devany lalu mengantar ke meja guru. Kemudian dia duduk.
"Buku Lo mana? Lo enggak ngerjain tugas?" Devany memukul lengan Ciko geram.
Ciko menggeleng pelan. "Enggak,soalnya kemaren malam Lo nyuruh gue pulang dan langsung istirahat kan? Yaudah,gue langsung tidur. Makan pun gak sempet." Jawabnya yang sukses membuat Devany terbelongo tak tau mau jawab apa lagi. Nurut sih iya,tapi gak gitu banget Ciko.
"Jadi,kalau Lo disuruh maju gimana?"
"Yah maju ajalah. Gitu aja kok repot,"
Devany berdecak kesal. Baru sebentar saja sebangku dengan Ciko, rasanya Devany mau gila setengah mati.
"Siapa yang tidak mengumpulkan tugasnya,maju kedepan!" Seru Bu Endang dengan mata mengintimidasi.
"Iya Bu,"Jawab Ciko dan James bersamaan. Mereka maju bergandengan tangan,tak lupa senyuman gila yang membuat Devany ingin muntah pada saat itu juga.
"Kenapa kalian gak siap tugas? Kan ada waktu lima hari? Kalian malas atau tidak mendengar apa yang saya bilang sih?" Bu Endang seperti sedang menyidang para terdakwa yang tersenyum manis didepan para saksi.
"Saya lupa Bu,soalnya selain tugas ibu,masih banyak tugas pelajaran lainnya yang sulit dicerna sama lambung saya Bu." Jawab James mendahului Ciko.
"Kenapa dengan pencernaan lambung kamu?" Tanya Bu Endang kesel. Yaelah,jangan diladeni kalau ada jawaban ngawur macam itu Bu guru.
"Asam basa saya lagi berkelahi Bu. Jadi keseimbangan antara rasa malas dan rajin saya juga terganggu. Otomatis malas saya yang berkuasa. Saya tidak bisa melakukan apapun. Tamat." James tersenyum puas karena karangan cerita pendeknya telah selesai.
"Huhhft.. kamu bagaimana Ciko? Dari tadi senyum-senyum saja." Telunjuknya menunjuk kearah seorang cowok yang lagi tersenyum seperti orang gila.
"Saya Bu?" Tanya Ciko memastikan. Dia menunjuk dirinya sendiri.
"Ya iyalah,gak mungkin tukang somay depan sekolah." Jawab Bu Endang gerem.
"Saya sebenarnya ingat Bu. Hanya saja,saat hendak mengerjakannya,buku tulis saya tidak nampak Bu. Trus setelah saya cari,ternyata di atas meja belajar." Raut wajahnya itu loh,kayak anak lagi pengakuan dosa mau tobat.
"Emang kamu cari dimana buku kamu sebelumnya?" Bu Endang mulai emosi.
"Di toko buku Bu,pas saya pulang. Eh dia nongol di sana. Pas mau ngerjain tugas, pulpen saya gak kelihatan Bu. Jadi saya pergi ke toko mau beli pulpen."
"Terus?"
"Saya pulang lagi bu."
"Kenapa?"
"Saya lupa bawa uang."
Teman-teman sekelas malah tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Devany dan Bu Endang mendadak terkena serangan jantung.
"Jadi,kenapa tugas kamu gak siap?" Bu Endang kehabisan kesabaran.
"Saya ngantuk Bu,yaudah. Ibu'kan bilang kita gak boleh begadang,jadi saya tidurlah Bu. Tamat," James dan Ciko saling menepuk tangan. Mereka tertawa karena sukses mengarang cerita pendek tergila yang pernah didengar anak di bawah umur. Hedehhh,Ciko... Ciko..
"Kalian berdua!!!!" Bu Endang bangkit dengan mata merah menyala-nyala.
"Duduk!" Tiba-tiba berubah menjadi seorang malaikat. Ciko dan James saling berpandangan. Kemudian mereka duduk dengan entengnya.
"Baik,kita lanjutkan. Buka halaman 98. Ibu mau nanya,siapa yang tau pengertian dari sistem ekskresi?" Tanya Bu Endang mencoba melepaskan penat pikirannya.
"Saya Bu. Itu seperti sebuah sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi dari tubuh kita." Jawab Devany. Semua mata mengarah kepadanya.
"Bagus. Kalau organ ekskresi pada manusia,siapa yang tau?" Tanya Bu Endang lagi.
James angkat tangan. Semua mata mengarah kepadanya. " Sistem pernafasan Bu," Jawabnya kuat. Teman sekelas pada ketawa.
Bu Endang menghela nafas berat. "Benar! Jawaban kamu benar-benar salah! Ada yang lain? Ciko," Bu Endang menunjuk Ciko.
"Saya Bu?" Lagi-lagi Ciko bertingkah seperti anak polos.
"Iya Ciko," Ingin rasanya Devany menumis Ciko dengan kangkung.
"Enggak tau Bu. Biarlah waktu yang menjawab." Jawab Ciko santai.
Jedeeerrrr
Bu Endang bangkit dari tempat duduknya. Dan kelas menjadi hening karena terjadi pemandangan yang tak biasa.
"Berdiri!" Perintah bu Endang penuh emosi. Ciko berdiri dengan santainya.
"Naik keatas kursi!"
Ciko melakukannya lagi dengan ekspresi santai. Apa yang ada dipikirannya yah?
"Angkat satu kaki kamu,dan kedua tangan. Jangan bergerak sampai ibu bilang duduk." Kemudian Bu Endang berjalan ke kursinya lagi.
"Psssstt... Dev,ambilin buku paket gue." Ciko mencuri-curi waktu.
Devany memutar bola matanya malas. "Untuk apa?" Tanyanya bingung.
"Udah,ambil aja." Ucap Ciko sambil tersenyum lebar. Devany mengambil buku itu lalu diberikan kepada Ciko. Semua mata melihat Ciko. Apa yang bakalan dilakukannya lagi yah?
"Mau untuk apa sih Cik?" Devany menatap Ciko dengan mengerutkan keningnya.
"Ciko!! Apa yang kamu lakukan?" Jengjengjeng, bu Endang menunjuk Ciko yang lagi meletakkan buku paket diatas kepalanya lalu menutup mata seolah lagi bersemedi. Dia mengangkat lalu menyilangkan kaki kanannya. Tetapi tiba-tiba saja Ciko bergoyang, karena gak seimbang.
"Ciko,kamu!"
Brukk
"Ciko!!"
Mereka semua spontan berteriak karena si pemilik nama sedang terjatuh jungkir balik ke atas lantai. Kursi dan bukunya juga terjatuh. Devany yang panik langsung melihatnya, kali-kali Ciko amnesia kan susah.
"Ciko?" Devany memanggilnya.
Ciko berdiri dengan senyum manis. Lalu berjalan sempoyongan.
"Kok Devany jadi lima sih? Kalian banyak banget? Mau gebukin gue?"
Brukk
Dia kembali terjatuh.
"CIKOOOOOOO...."
***