"Jadi gitu pak, ceritanya." Suji menghela nafas lega.
Pak Barus masih berpikir sejenak. "Jadi,mana orang si Devany itu? Dari tadi kalian cerita,kok gak ada orang itu?" Tanyanya yang membuat seisi lapangan terkejut.
"Loh, Devany?"
???
"Dev,"
Ciko masih duduk di samping Devany. Dia memandangi gadis yang tengah menutup mata itu dengan perasaan cemas.
"Dev,jujur gue gak ada niat buat Lo kena bola. Cuma,gue kecewa aja sih. Kenapa Lo gak dateng kemarin? Tapi yah gak papa sih,gue cuma mau nanya doang ." Ucap Ciko dengan nada penuh penyesalan.
Sudah hampir satu jam dia menunggu Devany sadar,namun hasilnya masih nihil. Mereka lagi berada di ruang UKS. Yang terdengar hanyalah suara air menetes dari keran air dan keributan kelas dari kejauhan. Ciko termenung.
"Jadi,Lo cuma mau ngomong itu doang?"
Deg.. deg..
Tiba-tiba Devany bersuara meskipun matanya masih terpejam.
"Loh,kok Lo bisa ngomong sih?" Tanya Ciko terkejut.
Devany membuka matanya lalu duduk tegap dan memandangi Ciko. Ciko spontan terlonjak kaget.
"Gue udah sadar dari tadi. Cuma,gue males aja lihat Lo. Akhirnya Lo ngomong juga." Ucap Devany dengan suara naik satu oktaf.
"Gue,gue,apa,itu.."
"Apa? Lo marah sama gue cuma karena gue gak dateng kemarin ngelihat Lo main bola? Gue udah datang Cik,hanya aja tiba-tiba gue ada masalah. Akhirnya gue pulang deluan sebelum Lo mencetak gol." Jelas Devany tanpa melepaskan fokus matanya sedikitpun dari Ciko.
Ciko menghela nafas,lalu mendekatkan dirinya kesamping Devany.
"Oh. Yaudah. Gue cuma mau nanya doang,kenapa Suji gak ada. Gue kira dia sama Lo ." Ucap Ciko cuek. Devany menghela nafas panjang.
"Yaudah,kalau Lo malah nyariin Suji,kenapa Lo gak nanya dia aja langsung? Kalian kan sama,dia bisa main bola. Sama kayak Lo,kalau menurut gue kalian cocok deh." Ucap Devany lancar. Dia marah,dan gak suka kalau mereka berdua lagi ngomong,si Ciko malah bahas tentang si Suji. Gak tau sih,kenapa.
"Yaudah,gue mau balik kekelas. Makasih udah ngantar gue kesini." Lanjut Devany lagi. Niatnya sih dia mau turun, tapi kakinya terlilit selimut putih itu.
"Eh,eh,eh.." Devany mau jatuh. Tangannya liar meraba-raba angin hendak memegang sesuatu. Badannya tidak seimbang dan tidak bisa dikendalikan. Dengan pasrah dia membiarkan dirinya jatuh keatas lantai.
"Hop! Untung gue tangkep." Ciko menahan pundak Devany dari depan. Mata mereka kembali bertemu. Menciptakan sensasi aneh di d**a mereka. Jantung Ciko kembali berdegup kencang. Sedangkan Devany, wajahnya mulai merona.
"Makasih." Ucap Devany kaku. Dia turun dengan benar,lalu melipat selimut itu dan menyimpannya di dalam lemari. Ciko masih aja berdiri disamping Devany,menunggu gadis itu menutup pintu rumah lemari sehingga mereka bisa keluar bersama. Saat tiba dikoridor UKS,Ciko mendadak berhenti.
"Ayo balik."
"Malas,"
"Kenapa?"
"Gue mau bolos."
"CIKOOOOOOO...."
Tanpa hitungan detik cowok itu langsung menghilang ditelan bumi. Meninggalkan Devany yang lagi marah dengan wajah merah padam.
???
Bel istirahat berbunyi. Devany dan Suji berniat pergi ke toilet. Hingga pak Barus datang dan menghentikan langkah mereka.
"Tadi bapak menghukum si Ciko. Dia bolos,lagi makan dikantin sama anak kelas dua belas. Trus bapak kasih dia hukuman ngajari kau main bola. Kekmana? Maunya kau Devany?" Ucap pak Barus santai. Dia datang sendiri, tiba-tiba menemui Devany dan mengatakan hal itu.
Devany sama Suji cuma berpandangan. Mereka antara bingung,jantungan,dan lucu. Baru kali ini pak Barus menjumpai siswa hanya untuk mengatakan hal semacam itu.
"Maksud bapak,saya diajarin Ciko main sepak bola?" Tanya Devany gak percaya.
Pak Barus mengangguk sambil tersenyum.
"Iya,"
"APA??"
???
"Nah,siap itu,ini namanya menggiring bola. Ini.." Setelah pulang sekolah,Ciko sama Devany berduaan di tengah lapangan. Udah ada setengah jam si Ciko menjelaskan mengenai sepak bola. Memang, keahliannya dalam bidang itu patut diacungi jempol. Tapi,kalau diingat kembali kekonyolan yang dilakukan Ciko di kelas,hal itu seperti mimpi di negeri dongeng.
"Udah. Sekarang kita coba. Tendang ya," ucap Ciko antusias. Dia mundur supaya Devany bisa menendang bola itu.
"Okeh,gue bakalan nendang nih bola. Tapi siap ini kita pulang ya?" Devany mundur selangkah mengambil kuda-kuda hendak menendang tuh bola.
"Iya,asalkan Lo bisa nendang bola itu ke gawang." Ucap Ciko dengan mata elangnya yang tak pernah lepas dari kaki Devany.
"Oke,"
Devany melihat gawang yang hanya berjarak lima meter darinya.
"Lo tau Cik,"
"Apa?"
"Jarak gue dari titik ini ke titik ditengah-tengah gawang itu dinamakan s,sedangkan usaha yang gue lakuin buat menendang bola ini ke gawang sana dinamakan W,dengan rumus W sama dengan F dikali s. Dengan F yaitu gaya dan s yaitu jarak. Trus disaat gue nendang nih bola,gue juga ngeluarin energi. Rumusnya yaitu..." Jelas Devany sama antusiasnya dengan Ciko. Untung Ciko mau dengerin,dan dia cuma mengangguk-angguk aja.
"Lo udah paham?" Tanya Devany.
"Emangnya Lo butuh gaya buat nendang bola? Gaya apaan gaya Lo? " Tanya Ciko begitu polosnya.
"Bukan gitu maksudnya gue,Cik.." Devany menghentakkan kakinya sebel.
"Udah. Sekarang tendang aja bolanya." Ucap Ciko sambil melipat tangan. Tampaknya dia enggak terlalu ngeh sama ucapan panjang Devany tadi.
Devany berdecak kesal. Dia pikir dia gak bakalan nendang tuh bola lagi karena dia udah ngejelasin rumus fisika sama si Ciko.
"Satu,dua, ti,dak.." Devany mundur. Dia tersenyum. Dia melihat Ciko seolah berniat mempermainkannya.
"Satu,dua,tiga,em... Gak" Kembali Devany membatalkan tendangannya. Dia nampaknya mulai asyik menjahili si Ciko. Sedangkan Ciko masih berekspresi datar dari seberang sana.
"Satu, dua, tiga, empat,Li ... Malas" Devany tertawa kecil. Lucu juga yah,berniat membuat Ciko sebel. Devany memperlama menendang bola itu.
"Kalau sekali lagi Lo gak nendang tuh bola,percaya deh. Gue berani mencium Lo di sini. Para siswa udah pada pulang.Dan percaya juga,gak bakalan ada orang yang tau kalau Lo gue peluk trus gue .." Ancam Ciko. Dia berjalan selangkah demi selangkah dengan mata mengintimidasi dan ekspresi dingin seperti seorang bad guy.
Devany terpaku!
"Iya,iya.. gue serius. Lo berhenti aja disitu. Gue bakalan nendang nih bola." Ucap Devany terbata-bata. Dia berusaha supaya Ciko gak ngelakuin imajinasi gilanya itu.
Saat Devany udah mau nendang tuh bola,eh kakinya malah meleset. Dia tersenyum kaku lalu melihat Ciko. Kemudian dia mencoba lagi,dan hasilnya tetap sama. Bolanya ditengah,tapi kakinya Devany malah menendang keatas,atau kesamping, atau bahkan tidak kena sama sekali. Kembali Devany melihat Ciko yang mengintimidasinya dari jarak sepuluh langkah.
"Sekali lagi yah. Kalau gak bisa,gue bakalan mencium Lo beneran." Ancam Ciko dingin. Kayaknya sih,dia udah sebel. Tapi jujur,kali ini dia terlihat tegas dan berwibawa dengan gayanya itu. Devany melihatnya sekilas, lalu dia memfokuskan perhatiannya kepada gawang itu. Kemudian dia mengangkat kaki kanannya agak tinggi,dan badannya berpose begitu lebay.
Krekkk..
Satu detik..
Dua menit...
Tiga jam ..
Devany tetap gak menendang tuh bola. Kenapa yah dia?
"Dev," panggil Ciko datar. Gadis yang sedang menahan kakinya itu hanya diam gak menggubris.
"Devany!" Panggil Ciko untuk yang kedua kalinya. Tetapi Devany tetap gak bergerak. Akhirnya Ciko memilih untuk berjalan menuju arah Devany. Ciko sengaja menghentakkan kakinya,tapi Devany tetap diam tanpa bersuara.
"Dev,Lo ngapain sih? Mau buat make in chalenges? Gak zaman." Ciko sampai tepat di samping Devany. Dia menatap wajah gadis itu dari samping. Hingga Ciko menyentuh pundak Devany.
"Dev,Lo.."
"Awwwhhhhhh,Cik,Cik,jangan pegang pundak gue. Gue tadi salah gerak. Jadi kaki sama otot-otot punggung gue lagi kram banget. Plis,gue butuh waktu untuk melemasin otot gue lagi. Awwh," Pekik Devany kuat.
"AHahahaha..." Ciko langsung ketawa sengakak yang dia bisa. Dia pikir Devany mau ngejahilin dia lagi,eh ternyata dia malah kram. Hahahaha,Ciko geleng-geleng kepala melihat kekonyolan seorang gadis culun yang terkadang terlihat sok memberontak ini.
"Gue kira Lo kesurupan wewek gombel,eh ternyata terserang penyakit tua. Hahah,makanya Dev,jangan suka jahilin orang. Kena imbasnya Lo kan?" Ledek Ciko sambil tertawa terbahak-bahak.
"Yaudah,kalau gitu gue pulang deluan ya. Nanti kalau ada cewek rambut pirang dengan baju seksi menghampiri Lo,panggil aja nama seseorang. Kang Slamet penjaga sekolah. Biar Lo bertiga trio kram together ,hahahaha" Lanjut Ciko lalu berjalan mengambil ranselnya. Kemudian dia berjalan melewati Devany yang masih mematung.
"Dadah," Ucapnya lalu pergi begitu saja.
Devany masih belum bisa menggerakkan tangan sama kakinya,tapi karena rasa takut,terpaksa dia menggerakkan tubuhnya sekuat tenaga. Hingga dia berteriak kesakitan. Otot yang kram seakan bergeser dari tulangnya. Dan lebih sakitnya lagi,kaki Devany juga kebas setengah mati. Perlahan-lahan kakinya kembali lurus. Diapun berusaha berjalan, meskipun pincang, hendak mengambil ranselnya jua. Tetapi, tiba-tiba sebuah bola menggelinding ke arahnya.
Sserrr
Jantung Devany langsung berdegup keras. Bulu kuduknya merinding. Bola itu menggelinding sampai ke kakinya. Dia hanya sendiri di sana,kecuali..
"Deerrrr!!" Tiba-tiba Ciko mengagetkan Devany dari belakang. Devany spontan melompat dan berbalik kepada Ciko. Tanpa ia sadari,dia bergerak otomatis memeluk leher Ciko. Ciko yang awalnya terkejut,hanya diam lalu tersenyum. Sedangkan Devany,dia masih menutup mata sambil memeluk Ciko dengan eratnya.
"Gue takut,gue takut." Ucap Devany setengah meringis. Ciko masih terus tersenyum.
"Takut sama apa? Sama bola,hantu,atau sama gue?" Tanya Ciko santai. Dia tersenyum lebar menahan tawa yang meledak-ledak dalam paru-parunya.
"Gue takut sama..
Loh,kok Lo disini?" Ucap Devany keras. Saat dia membuka matanya,dia langsung mendorong tubuh Ciko kuat. Membuat Ciko mundur beberapa langkah darinya.
"Kenapa? Kok Lo marah? Cieee,yang meluk gue. Pake adegan nangis segala lagi. Kayak di pilem-pilem Korea aja." Ucap Ciko sambil mengambil bola tadi lalu berjalan kedepan Devany.
Ciko menatap jahil si Devany. "Lo marah?" Tanya Ciko kepada gadis itu. Devany hanya menatapnya tajam.
"Kenapa? Kurang lama yah meluk gue? Nyaman? Hayooo.. sini gue peluk lagi," Tiada henti-hentinya Ciko mengganggu Devany. Kemudian dia mencubit pipi Devany gemes.
"Pulang yuk,gue rasa Lo udah mahir main bolanya." Ucap Ciko sembari menggenggam tangan Devany. Sayangnya Devany tetap diam gak mau bergerak. Ciko menatap lekat-lekat mata gadis berkacamata itu.
"Kenapa,"
"DIAM LO."
"Lo marah sama gue?"
"DIAM LO."
"Hahahaha.. kalau gue diem,gak Ciko namanya."
"Arrhggggg.." Devany mengeluarkan semua nafas residu dari paru-parunya. Perasaannya kali ini bercampur aduk. Ada takut, seneng, malu, jantungan,dan satu lagi,nyaman. Dia merasa nyaman aja berdua sama si Ciko. Merasa nyaman saat menjahili Ciko,dan terakhir... Merasa nyaman meluk dia.
"Cup... Cup... Cup...
Jangan marah Dev,sini gue peluk kalau Lo gak mau meluk gue deluan." Ucap Ciko ngaco sambil merentangkan kedua tangannya. Dia berjalan mendekati Devany.
Sama halnya dengan Devany,yang lagi dialami Ciko sekarang juga lagi campur aduk. Ada capeknya, seneng, asik, lucu, dan terakhir nyaman. Nyaman ngajarin Devany main bola,nyaman diajarin Devany rumus fisika,dan nyaman juga berduaan sama dia. Terkahir lagi,dia nyaman dipeluk sama Devany. Oh My God... Mereka berdua sedang tenggelam di dalam kenyamanan.
"Yaudah. Pulang yuk,"
Flashback off
"Hahahaha..." Devany sama Ciko gak berhenti tertawa sambil menceritakan masa lalu mereka berdua. Apalagi Ciko,dia gak nyangka kalau dulu dia memang nakal sama Devany. Jangankan dulu, sekarang aja masih sama juga sih.
"Jadi,gimana? Lo mau kita jalan sama?" Tanya Ciko untuk yang kesekian kalinya.
Devany berpikir sejenak. Akhirnya dia memilih nyerah daripada nanti si Ciko ngelakuin hal gila diluar penalaran manusia.
"Yaudah,tapi jangan lama-lama yah." Ucapnya santai. Kemudian dia memakai ranselnya lalu berjalan bersama Ciko keluar kelas.
***