Sepulang sekolah,Ciko mau ngajakin Devany jalan-jalan,'katanya'. Alasan terkuatnya karena mereka pulang cepat. Guru-guru lagi rapat pleno mau membahas soal-soal ujian kakak kelas dua belas.
Ciko, salah satu siswa yang paling anti sama yang namanya belajar merasa merdeka empat lima.
"Dek,gue mau ajak Lo jalan-jalan. Terserah Lo mau kemana. Gue bakalan jagain Lo. Gue bakalan jadi supir pribadi Lo." Ciko masih merayu Devany dengan berbagai cara supaya Devany menyanggupi permintaan Ciko .
"Gombal aja Lo. Ogah ah,nanti gue kena karma! Belum permisi sama papa mama." Devany masih tetap duduk di kursinya. Dia juga telah mengucapkan berbagai alasan supaya Ciko mau mundur. Tapi sama aja,bahkan biarpun ayam bertanduk,Ciko gak bakalan merubah pola pikirnya. Dia akan tetap berusaha mendapatkan apa yang dia mau.
"Kalau gitu, yaudah. Kita pulang ya," Akhirnya Ciko terlihat menyerah juga. Gak tau sih dia lagi ngerencanain apa.
Devany masih sangsi. Dia menyipitkan matanya, memandang Ciko dengan ekspresi curiga.
"Lo lagi nyusun rencana apa? Hayoo,gue sangsi kalau Lo lagi bohong sama gue." Ucap Devany curiga. Sedangkan Ciko meresponnya dengan tatapan tidak bersalah.
"Kok elo selalu aja sih negatif thinking sama gue? Emangnya muka gue kayak bandit banget yah? Atau emangnya ada tertulis di jidat gue 'jangan percaya sama Ciko, dia penjahat' gitu?" Ciko menunjuk jidatnya lalu mendekatkan wajahnya ke arah Devany.
"Yah,baru sadar dianya. Lo lupa? Sewaktu gue pernah jadi murid ajaran Lo supaya bisa main bola?" Tanya Devany menantang.
Ciko mundur. Dia seolah-olah mengingat-ingat kembali kejadian berpuluh-puluh Minggu yang lalu.
"Oh.. itu,"
Flashback on
"Golll!!"
Ciko berlari keliling lapangan sangking senangnya mencetak gol untuk yang kesekian kalinya. Sedangkan teman-temannya yang lain ikut berjoget heboh sambil merangkul Ciko. Penonton juga pada histeris karena Ciko,sang kapten sepak bola di SMA nya membawa kemenangan besar untukpertandingan itu. Teriakan makin heboh ketika tim kebanggaan mereka memegang piala kejuaraan.
"Ciko! Ciko!" Teriakan massa membuat cowok dengan baju sepakbola bertuliskan angka 7 dibelakangnya hanya tersenyum sambil meneroka seisi tempat duduk penonton yang ada di lapangan itu. Ditengah-tengah keramaian, cowok ini malah berjalan sendiri di lapangan seperti mencari seseorang.
"Weii.. kapten! Nyari siapa? Devany?" Tiba-tiba James datang lalu merangkul Ciko yang lagi mencari-cari itu.
"Ah enggak,mau nyari cewek cantiklah." Jawab Ciko santai. Mereka berjalan menuju ruang ganti baju. Meninggalkan ratusan penonton yang masih tak henti-hentinya berteriak kegirangan.
⚽⚽⚽
Keesokan harinya...
"Dev,kok lama banget sih Lo ganti bajunya? Buruan,ntar pak Barus marah, susah loh." Suji masih duduk di kursinya. Dia menunggu Devany yang masih memegang seragam olahraga miliknya.
"Gue benci banget Ji. Hari ini kita belajar sepak bola'kan?" Tanya Devany cemas. Tangannya sampe keringat dingin sangking takutnya bermain bola.
Suji memutar bola matanya malas. Memang dari dulunya sih,Devany paling anti sama yang ada hubungannya dengan bola.
"Yaudah kali,Lo gak sampai mati kalau kena bola kan? Ayolah Dev,Lo mau Lo gak dapat nilai? Trus nilai Lo gak tuntas trus Lo tinggal kelas. Lo mau?" Tanya Suji bertubi-tubi supaya Devany berubah pikiran. Dia sengaja menakut nakuti Devany biar dia mau ikut main bola.
"Tapi,"
"Yaudah. Kalau Lo gak mau. Gue pergi. Lo tinggal sendiri dan bakalan ditemani sama penghuni ruangan. Dadah," Baru saja Suji mengangkat pantatnya dari kursi,Devany langsung menahan tangannya.
"Iyah,gue mau."
"Buruan."
⚽⚽⚽
Gara-gara Devany tadi menunda-nunda waktu,mereka masuk barisan tepat pada saat pemanasan dimulai. Semua siswa lagi berhitung,di depan barisan ada pak Barus yang lagi berdiri.
"Bah Devany! Kok baru masuk kau? Yang ngapain ajanya kalian di kelas itu?" Tanya pak Barus ketika melihat Suji dan Devany menyelip masuk ke barisan. Mereka maju lalu menemui nya.
"Kenapa?" Tanya pak Barus lengkap dengan suara khas Bataknya.
"Itu pak,saya baru kebelet tadi. Siap dari toilet." Jawab Devany ragu-ragu. Pak Barus menyeringai lebar.
"Gak baku kalimatmu itu. Kalau mau berbohong,tinggal bilang aja,'pak saya malas main bola. Lebih bagus saya meringkas satu buku olahraga aja pak,' kekgitu" ucap pak Barus.
"Emang bisa pak?" Tanya Devany penuh harapan.
"Bisa sekali nak . Asal kamu mau beli vitamin rambut untuk kepala bapak yang botak ini."
Prett
"Yaudah,saya ikut deh pak." Akhirnya Devany pasrah. Dia berbaris paling belakang. Sebelum mengikuti pemanasan,dia sempat menangkap Ciko lagi melihatnya. Mata mereka bertemu,tetapi Ciko langsung cepat buang muka.
Pemanasan dimulai. Mereka lari keliling lapangan dua kali. Setelah itu,pak Barus membagi kelompok putri dan putra.
"Nah,yang main bola kali ini adalah tim putri. Sesuai dengan materi yang sudah bapak ajarkan kepada kalian. Sedangkan putra,duduk di pinggir lapangan mengawasi tim putri bermain." Jelas pak Barus panjang lebar. Semua siswa langsung mengambil posisi masing-masing.
"Pak,kami mengawasi bagian mananya pak? Yang bergoyang atau yang menendang?" Tiba-tiba Ciko berteriak dari seberang sana. Semua mata menuju kearahnya.
"Mengawasi bolanya aja. Kalau kau Ciko,lalap negatif mata kau itu." Ucap pak Barus.
Mereka hanya tertawa. Sedangkan Devany seorang diri lagi memandangi gawang sepakbola yang terlihat seperti lubang kematian baginya.
Akhirnya pertandingan dimulai. Tim putri di bagi dua. Dan sialnya,Devany malah dapat teman-teman yang sama susahnya bermain bola seperti dirinya.
Pritt
Peluit berbunyi. Suji yang berperan sebagai lawan Devany dengan sigap menggiring bola itu menuju gawang Devany. Sedangkan Devany,sebagai pemain pertahanan malah berusaha menghindari bola. Dia selalu berlari menjauh ketika bola datang. Aksi tendang menendang pun terjadi.
"Bola!"
"Devany,tendang bolanya."
"SIALL,DEVANY!"
"AWAS,"
"DEVANY!"
Permainan semakin keras. Tak terduga siswa putri di kelas Devany ternyata bisa diakui pandai bermain bola. Beda halnya dengan Devany yang malah menjadi buah simalakama dilapangan itu. Dia selalu mengelak dari bola. Sehingga teman satu timnya marah-marah sama dia. Hingga,
"Goll!"
Suji memasukkan bola kedalam gawang mereka. Alhasil tim Devany kalah satu poin.
"Lo gimana sih? Kalau ada bola,di tendang."
Maya. Cewek tercantik di kelas mereka tetapi sedikit kasar mendorong tubuh Devany dengan penuh emosi. Teman yang lain menahan Maya supaya tidak melanjutkan emosinya itu.
"Yah gue gak tau main bola. Apa yang mau gue tendang?" Devany mencoba melawan. Dia merasa tidak terima diperlakukan seperti itu. Siapa yang suka melakukan sesuatu yang mengganjal di hatinya? Begitulah Devany. Suji adalah satu-satunya orang yang ngerti kalau Devany phobia sama bola.
"Lo gak usah ngelas. Gue tau Lo mau jaim doang kan?" Maya tetap bersikukuh ingin mengajak Devany adu mulut. Untung semua teman cewek pada datang trus memisahkan kedua belah pihak.
"Kok elo gitu sih ngomongnya? Untuk apa pula gue jaim di tengah nih lapangan. Gak banget," Ucap Devany kesal. Kesal dengan si Maya yang mendorongnya,kesal dengan permainan sepakbola yang membuatnya kalah,dan kesal kepada Ciko yang asyik ketawa dari seberang sana.
"Yaudahlah May,kitakan masih ada kesempatan. Gausah dibawa hati banget,namanya permainan. Gak selamanya kita harus menang." Bujuk Suji mencoba menenangkan keadaan.
Mata Maya masih terfokus dengan Devany. "Okelah kalau begitu. Gak papa kita kalah satu poin, tapi... Devany jadi kiper. Yuk balik ke posisi." Ucapnya lalu berjalan meninggalkan Devany yang mau narik nafas,untuk berteriak gak terima. Tapi apa daya,mereka udah pada bubar mau ngambil posisi.
"Hahah... Makanya,main bola itu nendangnya make kaki,bukan otak Albert Einstein." Terdengar ledekan kuat dari arah pinggir lapangan. Gak salah lagi si Ciko.
Devany melihatnya hanya sekilas,kemudian dia menghela nafas panjang. Berusaha gak memperdulikan si kunyuk itu.
SIALL,udah gue takut sama bola. Eh,malah gue disuruh jadi kiper. Oh Tuhan,cobaan apa ini? Gue tambah kesel ditambah si kunyuk sana masih ngejekin gue aja. Huhhhff... Sabar Dev,sabar. Ini cobaan supaya Lo bisa keluar dari zona nyaman Lo.
Pritt
Peluit kembali berbunyi. Maya dan yang lainnya sigap menggiring bola kearah tim lawan. Sedangkan Devany,dia tengah berdiri gemetaran berharap bola gak mengarah kepadanya. Dia melebarkan kedua kakinya sejajar bahu dan bersiap-siap untuk menangkap bola, kalau-kalau bolanya datang.
"Pissttt.. Devany," Bisik seseorang dari belakang Devany. Awalnya Devany gak ngerespon. Tapi suara itu terus aja berulangkali terdengar.
"Devany,gue dibelakang Lo." Katanya lagi. Mau tak mau akhirnya Devany menoleh juga. Oh, ternyata Ciko.
"Mau ngapain sih Lo? Ganggu konsentrasi gue aja. Balik sana!" Ucap Devany sebel .
Ciko cuma tersenyum tipis lalu menyandarkan kepalanya ke besi gawang itu.
"Kemaren Lo kemana?" Tanya Ciko santai. Dia menutup mata seperti sedang menikmati sesuatu.
"Apa urusan Lo emangnya?" Devany bertanya balik. Dia melihat kebelakang. Tanpa sengaja, Ciko membuka matanya dan mata mereka bertemu. Mereka saling menatap dibatasi jaring-jaring gawang yang terbilang lebar.
"Lo tau,sekolah kita kemaren tanding melawan SMA cendrawasih?" Ciko berjalan menuju samping Devany. Devany hanya melihatnya,kemudian dia berdiri tegak lalu melipat kedua tangannya.
"Iya,emang kenapa?"
"Lo dateng?"
"Enggak."
Ciko menghela nafas panjang. Entah kenapa dia nanyanya kekgitu. Sedangkan Devany,dia malah memandang wajah Ciko tanpa rasa bersalah.
"Oh," Devany kayak baru bangun tidur. Dia menepuk jidatnya. Seolah baru ingat sesuatu.
"Jadi,siapa yang menang?" Akhirnya Devany agak merespon sedikit.
"Lo tanya orang lain aja deh. Gue lagi malas ngomong." Ucap Ciko cuek sembari berjalan meninggalkan Devany.
"Loh, Cik,gue.."
"DEVANY,BOLA!!!!"
Tuing..
Bola itu mendal dari kepalanya Devany. Suara teriakan dan kericuhan mulai terdengar. Dan Ciko, seketika berbalik lalu melihat Devany yang lagi jalan sempoyongan sambil memegang keningnya.
"Devany?"
Brukk
Devany langsung jatuh,tapi untung Ciko sigap menangkapnya. Siswa pada berkumpul mengerumuni mereka berdua.
"Dev,Dev," Ciko menepuk pipi Devany pelan. Jantungnya berdegup keras.
"Lo sih, nendangnya kekerasan." Ucap seorang siswa sambil menyikut lengan seseorang yang lagi terdiam.
"Kok gue? Salah dia sendirilah,diakan kiper,malah cerita-cerita sama Ciko." Ucap seseorang tadi tak terima.
"Lo apain sahabat gue? Emang ya May,kapan sih Lo bisa baik sama dia?" Ucap Suji sambil mendorong tubuh Maya kuat. Siswa yang lain bukannya memisahkan,malah berteriak heboh. Akhirnya para cowok berlari menuju massa.
"Awas aja yah,kalau misalnya ada apa-apa sama dia. Gue bakalan ninju mata sok lentik Lo itu." Suji pitam tingkat dewa!
Semua terjadi ketika para siswi sibuk menendang, menggiring, merebut bola dari lawan. Sedangkan Devany,tengah cakap-cakap sama si Ciko . Trus si Maya merasa gak terima,dengan nekad dia melakukan adegan bunuh diri. Dia menendang bola itu kegawangnya sendiri. Devany yang gak ada persiapan akhirnya terkena hantaman bola yang begitu keras.
Siswi pada ribut. Ditambah lagi para cowok yang dipimpin oleh James si kembaran alien membuat suasana begitu ricuh. Suji dan Maya tak henti-hentinya adu mulut. Hingga seseorang berdehem.
"Ehemm.."
Beberapa orang terdiam. Sebagian lagi masih pada ribut.
"Ehemm"
Setengah massa udah pada diam. Kecuali Suji dan Maya.
"Ehemm.."
"Apaan sih Lo,ehem-ehem aja. Gue lagi sebel ta.." Mata Maya langsung memelas sewaktu pria berotot dengan kepala tak berambut tengah menatapnya bak jin ijo lagi minta sesajen.
"U.." sambung Maya pelan. Suji langsung diam. Dan semua orang yang ada disitu tidak bergeming.
"Kok ribut kali bibir kalian itu satu-satu? Tadi bapak suruh kalian main bola. Kok kayak mamak-mamak minta sembako kalian ini. Nahh,yang putra lagi. Ngapain disini kalian? Macam gak laki kalian. Ikut-ikutan mau minta sembako?" Ucap pak Barus udah marah. Semua siswa pada gemetaran.
"Kenapa ini Suji? Kau pun satu. Jelaskan dulu sama bapak,kenapa kalian ini?" Tanyanya sambil melipat tangan.
Suji menarik nafas. Kemudian dia hendak menceritakan apa yang terjadi.
"Jadi gini pak,"
***