5| Target Balas Dendam

1617 Kata
SESUDAH menghabiskan gelas keduanya, Nasya terlihat mengangguk yakin atas pertanyaan yang Mizy lontarkan sebelum memilih untuk bangkit dari posisinya. Berjalan meninggalkan meja kantin yang ditempati oleh ketiga sahabatnya, berniat untuk menghampiri cowok tampan yang saat ini terlihat sibuk memilih menu minuman di depan penjual jus aneka rasa. Ditemani oleh kedua sahabatnya disisi kanan dan kirinya, seakan menjaganya agar makhluk itu tak tersentuh oleh orang asing. Sebelum langkahnya benar-benar berhenti tepat dihadapan Derren, gadis itu sempat memutar kepalanya singkat sebelum merebut paksa jus mangga milik seorang cowok berambut gondrong yang baru saja berniat untuk duduk diatas bangku kantin. Tidak menerima omelan, karna sebelum pemilik jus mangga yang bahkan tidak dirinya kenali itu membuka mulutnya, Nasya sudah lebih dahulu meminta maaf dengan cara mengedipkan sebelah matanya. Kedipan yang secepat kilat berhasil membungkam sosok asing itu, malah dengan bodohnya memberikan senyuman manis ke arah pencuri minumannya. "Hai?" tepat satu langkah dihadapan ketiga manusia tampan itu, Nasya mengeluarkan suara manisnya. Berhasil memancing perhatian ketiga orang itu dalam waktu singkat, sebelum cowok bernama Derren itu terlihat membuang wajahnya jauh-jauh saat bertatapan dengannya dalam waktu hitungan detik. "I-iya?" Al, adalah orang yang menyapa sapaan Nasya meski dengan wajah bingungnya. "Ada yang bisa dibantu, Kak?" sosok lain yang Nasya ketahui bernama Arkan itu ikut berkomentar atas kehadirannya. "Jangan panggil Kak," respon gadis itu cepat, "Gue Nasya, jurusan fashion design." "Hm?" Al bergeming semakin tak mengerti, namun merasa tak sopan kalau dirinya tak segera membalas perkenalan itu, "Gue Al, Manajeman Bisnis." "Arkan, Manajeman Bisnis." ikut cowok tampan lainnya dengan diakhiri senyuman. "Hm-" perhatian Nasya berlaih pada sosok yang sedari tadi memilih bungkam, "Kalo dia?" Melihat kemana arah pandang gadis dihadapan mereka ini berakhir, senggolan cukup kencangpun menjadi hal yang dilakukan oleh dua orang disisi kanan dan kirinya. Menghadirkan wajah terganggu dari arah Derren karna dirinya merasa tidak harus turun ke dalam acara perkenalan tak penting itu. "Nyet, senior anjir gak sopan." dengan gemas, Al berbisik meskipun Nasya masih dapat mendengarkannya dengan sangat jelas. "Kenapa bawa-bawa gue? Yaudah sana lo berdua kenalan." ucapan menyebalkan yang berhasil membuat Arkan ikut kesal dibuatnya. Nampak dengan tak enak menampilkan senyuman canggungnya, "Sori, dia emang anaknya begitu." "Namanya Derren, jurusan Matematika." selesai mengatakannya, senggolan tak suka nampak menyapa bahu Al. "Sori kalo gue ganggu, niatnya cuman mau ngajak kenalan doang kok." mulai menjalankan aksinya, Nasya berusaha untuk merubah wajahnya menjadi murung. Hal yang berhasil menarik simpati dari arah Arkan juga Al. Kedua cowok itu terlihat melirik sobat berkacamatanya dengan kesal. Namun apa daya, batu memanglah tetap akan selamanya menjadi batu. Jadi yang dilakukan cowok cerdas itu hanya mematung tanpa memperdulikannya. "Ini," Nasya menjulurkan tangan kanan yang terlihat menggenggam sebuah gelas kaca berisikan cairan kental berwarna kuning tua, "Sebagai tanda permintaan maaf, karna udah gangguin lo." Tidak dengan Al dan Arkan yang nampak terkejud dengan perlakuan tiba-tiba senior cantiknya, Derren justru hanya melirik gelas kaca itu singkat. "Makasih, gue bisa beli sendiri." penolakan yang sudah pasti mengundang seluruh pasang mata yang saat ini tengah berada disekitar mereka. "Nyet, gila lo ya?" Al yang melihat hal itu, nampak kembali menegur sahabatnya dengan sebuah bisikan. "Senggaknya ambil, dia diliatin orang-orang." bantu Arkan yang semakin menghadirkan rasa risih pada cowok itu. "Dia yang diliatin, urusannya sama gue apa?" lagi, dengan kejamnya malah ucapan menyakitkan seperti itu yang terdengar. Dan Nasya yang kali pertama berada dalam kondisi seperti ini, terlihat mematung ditempatnya dengan jantung yang berdebar. Merasa sudah kalah sebelum berperang, menghadirkan kekesalan yang luar biasa di dalam dadanya. Untuk itu, sebelum dirinya bertambah malu atas penolakan terang-terangan itu. Iapun kembali mengambil langkah, berjalan mendekati sosok dingin itu sebelum berusaha untuk meletakkan minuman pemberiannya pada tangan si tampan. Hampir berhasil menyentuh pergelangan tangan itu sebelum hempasan kuat nampak tiba-tiba menyapanya. Hempasan yang berhasil melayangkan gelas kaca itu ke arah baju dan juga rok pendek yang tengah Nasya kenakan. Mengotori hampir seluruh tubuh Nasya akibat respon dadakan yang lawan bicaranya itu berikan. Tidak mampu mengatakan apapun dalam waktu hitungan menit, terlalu terkejud dengan kotoran yang berhasil mengenai tubuhnya. Belum lagi pandangan seluruh penjuru kantin yang kali ini berhasil menjadi miliknya. Membuat gadis itu semakin menundukan kepalanya malu, enggan memandangi wajah-wajah menyebalkan yang Nasya yakini tengah menertawai dirinya. "So-sori, Kak, gue yakin dia gak sengaja," Al yang sempat membuka mulutnya lebar karna terlalu terkejud, akhirnya bersuara. Berusaha untuk meraih kotak tissue terdekatnya sebelum memberikan beberapa helai tissue itu ke arah korban Derren. "Nyet, lo gak minta maaf!?" Arkan yang sudah tidak mengerti lagi dengan jalan pikiran Derrenpun ikut bersuara. Menghadirkan tatapan mata cowok itu dalam waktu hitungan detik, "Dia yang harusnya minta maaf karna udah nyentuh tangan gue seenaknya, kenapa jadi gue?" "Nyet--" "Gue gak apa-apa kok," Nasya yang sudah berhasil mengumpulkan nyawanya, terdengar memotong pertikaian itu. Berjuang menahan malu akibat kejadian yang baru saja dirinya terima, "Gue permisi ke toilet dulu." Ucapan terkahir yang mampu gadis itu keluarkan sebelum dirinya memilih untuk memutar arah. Berjalan meninggalkan keramaian yang dirinya buat dengan disusul oleh ketiga sahabatnya. Sebisa mungkin menahan mulutnya agar tidak mengeluarkan makian sekarang juga. Hanya mampu mengepalkan tangannya kuat-kuat dengan usapan kasar yang sesekali terlihat dirinya lakukan pada wajahnya yang ia yakini ikut terkena cipratan jus mangga itu. "Sya, are you okay?" sibuk memperhatikan kondisi mengenaskan sabahatnya sembari melangkah cepat disamping gadis itu, Alea bertanya khawatir. "Gu-gue ambil baju ganti di mobil." sambar Kristina yang segera Alea setujui, segera melangkah pergi menuju parkiran kampus. "Sya, ngomong! Lo gak kesurupan, kan?" Mezy yang semakin khawatir karna memperhatikan ekspresi menyeramkan Nasyapun terlihat mengguncang singkat tubuh kotor gadis itu. Guncangan yang berhasil menghentikan langkah brutal Nasya. Dengan napas yang tak karuan, gadis itu terlihat menatap lurus ke arah depan disertai aura setan disekelilingnya. Sibuk mengepalkan tangannya kuat-kuat kala memorinya memutar jelas perlakuan mengerikan yang baru saja ia dapatkan selama menjalankan misi ini. "Gue bakal bikin dia cinta mati sama gue. Kalian bisa pegang kata-kata gue." **** "DERREN!?" Penyebutan nama disertai nada meninggi dan tambahan wajah tak percaya itu terdengar lantang dari bibir salah satu penunggu ruang tamu mewah itu. Wajah tampan disertai beberapa tatto yang terlihat ditubuhnya itu nampak menolehkan kepalanya tak percaya kepada sobat berkacamatanya. "Cari gara-gara sama senior?" lanjut cowok bertubuh besar itu dengan alis menaut. Pertanyaan yang segera disambut Al dan Arkan dengan sebuah anggukan kepala cepat secara bersamaan. "PMS lo? Hari ke berapa? Lagi sakit-sakitnya ya pasti mangkanya sensi?" Tak bisa dipungkiri lagi, seberapa datarnya wajah Derren ketika sobat bertattonya itu menanyakan hal tak masuk akal. Memilih untuk mendengus kesal sembari memainkan ponselnya. "Lo harus liat muka itu senior waktu bajunya basah karna disiram si anak setan satu ini." lanjut Al yang diakhiri dengan tunjukan gemas ke arah sosok yang terlihat tanpa perduli dengan ucapannya. "Lo tau kan gue jarang muji orang?" giliran Arkan yang ikut bersuara, "Tapi yang ini beneran cakep, gue akuin." "Lo kenapa?" dari balik stick playstasion yang sedari tadi sosok itu pegang, seseorang yang biasanya tak perduli dengan keadaan sekitarpun ikut menyuarakan rasa penasarannya. Pertanyaan yang berhasil mengalihkan ke-empat pasang mata itu secara cepat, cukup terkejud karna salah satu makhluk irit bicara itu terdengar ikut memasuki arena. "Kenapa apanya?" tanya Derren balik dengan wajah tak nyamannya, menatap sobat berwajah datarnya itu dengan alis menaut. "Lo gak biasanya aja kayak gitu, kayak bukan Derren yang kita kenal." respon cowok tampan itu lagi yang segera disetujui oleh ketiga pendukungnya. "Iya, biasanya lo yang paling tenang diantara kita. Lebih tenang dari Arga bahkan." timbrung Arkan menyetujui ucapan dari arah manusia tampan bernama Arga itu. Enggan menjawab kecurigaan yang tengah terjadi, Derren memilih bungkam seribu bahasa. Sibuk dengan pikiran dan hatinya sendiri. Karna jujur, ia juga tidak mengetahui kenapa dirinya dapat bersikap sebajingan itu. Terlebih ia melakukannya di hadapan orang banyak, dan kepada seorang wanita pula. Hampir saja memejamkan matanya saat dirasa kepalanya yang tiba-tiba pusing sebelum tepukan singkat menyapa bahunya. Berhasil mengalihkan perhatian cowok itu yang saat ini sudah tertuju kepada sahabat berambut keritingnya. "Cerita, lo tau kita disini selalu ada buat dengerin semua masalah lo." ucap Al mantap sebelum cowok itu terlihat mendaratkan bokongnya tepat disamping Derren. "Bagiin beban bakal bantu lo lebih tenang, percaya sama gue." sambung Arkan yang masih berusaha untuk membantu sobatnya itu. Gak segampang itu. "Gue gak apa-apa." nyatanya, daripada harus membagikan semua masalah di dalam dirinya dan hanya berakhir terlihat menyedihkan dihadapan para sahabat-sahabatnya, Derren memilih untuk mengatup mulutnya rapat-rapat. Bukannya tak percaya, namun ia lebih meyakini kalau tidak mengatakannya adalah hal yang lebih baik. "Nyet-" "Bentar." Sebelum selesai mengatakan apa yang ingin dirinya ucapkan, cowok itu sudah lebih dahulu memotong perkataan Al. Beralih pada layar ponsel yang saat ini terlihat menampilkan sebuah panggilan masuk. Memilih untuk beranjak dari posisinya dan menjauhi keramaian sebelum menggeser tombol hijau. "Halo, Mas Derren? Ini saya Suster Fenia." tak perlu menunggu waktu lama, suara lembut dari arah suster berparas manis itu terdengar di telinganya. Suara manis yang entah mengapa mampu memunculkan firasat buruk di dalam diri cowok berkacamata itu. Pasalnya, mendapatkan telfon dari suster pribadi yang disewa khusus untuk menjaga Mamanya, sangatlah jarang cowok itu dapatkan. Itupun karna terjadi sesuatu yang genting, jadi tak heran jika kini Derren mulai berwajah khawatir. "Itu, Ibu-" Suster Fenia menggantungkan ucapannya, "Ibu muntah darah." Bagai mendapatkan mimpi buruk disiang bolong, jantung Derren seakan berhenti berdetak dengan normal. Kepalanya seakan terbentur oleh benda yang sangat keras, menghadirkan rasa pusing yang luar biasa. "Dokter Fajar udah dihubungin?" mencoba untuk mengatur kembali pikirannya yang sempat terpecah belah, Derrenpun mempertanyakan solusi pertama dari penyelesaian masalah ini. "Dokter Fajar sudah dijalan." tersirat sedikit kelegaan dalam dirinya saat pemeran utama yang sangat dirinya butuhkan hampir muncul. "Tolong titip Mama, saya kesana." Selesai dengan sambungan telfon, cowok itu nampak bergegas kembali pada sahabat-sahabatnya yang terlihat masih setia berkerumun. Membereskan barang bawaannya dengan kilat, terlihat asal memasukan buku-buku pelajarannya ke dalam tas. Tidak memperdulikan tatapan memburu yang kembali di dapatkannya. "Mau kemana?" Arkan yang sudah memantau gelagat aneh cowok berkacamata itu nampak menyuarakan rasa penasarannya tanpa menunggu lama. Hanya berhasil mendapatkan lirikan singkat dari arah cowok itu sebelum maniknya mulai satu persatu memandangi seluruh pasang mata yang berada di dalam ruang ini. "Gue cabut dulu, Richard udah dijalan, kan? Salam buat itu monyet." tidak perlu menunggu waktu lebih lama atas respon lamban ke empat sahabatnya, Derren sudah lebih dahulu melangkah gusar. Meninggalkan semua panggilan yang nampak menyapanya, enggan membuang waktu lebih lama. "Mens sih itu anak, fix guys."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN