4| Awal Mula Permainan

1090 Kata
"NAMANYA Derren Nielsen, punya dua sahabat ganteng, yang satu namanya Al Delano, dan yang satu lagi Arkan Roovi. Sekelebatan denger sih sebenernya mereka punya tiga sahabat lagi, but I'm not sure." Mezy memulai pemberian informasinya, hal yang kadang gadis berkacamata itu lakukan sebelum Nasya menjalankan aksinya. "Yang jelas cuman mereka bertiga yang kuliah disini," Mezy melanjutkan, mengundang ketiga perhatian sahabatnya dengan seksama, "Derren, target lo Sya, jurusan Matematika, sedangkan dua sahabatnya lagi Jurusan Manajemen Bisnis," Dengan napas yang dirinya hembuskan kasar, Nasya terlihat menabrakan punggungnya pada kursi kelas, "Kenapa harus jurusan matematika, sih? Udah tau gue benci ngitung." Dari posisinya, Kristina terlihat melipat kedua tangannya di depan d**a, menelaah informasi yang baru saja dirinya dapatkan, "Gue baru kali ini liat cowok yang pinter, tapi gak cupu." Alea ikut mengangguk antusias, "Di SMAnya dulu gimana, Zy?" "Di SMA?" Mezy membeo, "Nakal, super nakal. Kerjaannya dipanggil ke ruangan khusus karna kena banyak kasus." Alis Nasya terlihat naik sebelah, mulai tertarik memasuki arena pembahasan ini, "Senakal apa?" "Hm," Mezy menimang, "Lo semua pernah denger ada anak-anak nakal yang hobi nutup jalan dan buat keributan?" Dengan cepat, ketiga gadis itu mengangguk singkat. Tentu mereka tahu, kasus itu sudah menyebar diseluruh jagad raya. "Derren salah satu anak nakalnya." Tidak bisa ditahan untuk tak membuka mulutnya lebar-lebar, Alea nampak menutupinya menggunakan kedua telapak tangannya, "Dia? Si cowok kacamata itu?" "Yaps, gak cuman itu, dia sama temen-temennya juga langganan masuk penjara karna kasus-kasus gak penting. Salah satu kasus yang gak pernah bisa dilupain bokap gue, waktu mereka lemparin batu ke toko baju orang." "Lemparin batu ke toko baju orang?" gantian Kristina yang membeo, "Alesannya?" "Mereka bilang sih iseng doang." Informasi yang kembali Mezy berikan bahkan sempat berhasil mengingatkan para sahabatnya akan pekerjaan Ayah Mezy sebagai seorang polisi, membuat sahabatnya itu semakin mudah mengakses informasi-informasi penting yang dibutuhkan saat ini. "Dia pasti Playboy, kan?" Alea yang sedari tadi sibuk berpikir, akhirnya ikut pensaran. Pertanyaan yang segera Mezy balas dengan gelengan kepala penuh keyakinan, "Itu dia masalahnya, dia gak tersentuh." "Maksud lo?" Nasya bertanya cepat. "Maksud gue, dia gak pernah pacaran dan bukan tipe yang mau nyambut kehadiran orang asing," ujar Mezy penuh keraguan, "Dan beban lo Sya, adalah mutusin predikat tak tersentuhnya." "Untuk jadi yang pertama itu gak mudah, Sya." Kristina ikut andil sebelum dirinya terlihat menggigiti bibir bawahnya khawatir. "Target kita model baru, lo yakin berhasil?" kata Alea tidak yakin, terlihat menatap manik abu Nasya lekat. Dan entah mengapa, ujaran penuh keraguan yang diutarakan oleh ketiga sahabatnya berhasil memunculkan adrenalin baru dalam darahnya. Hanya membalas tatapan khawatir itu dengan seringaian penuh tanda tanya. "Sayang-sayangku, dia cuman mahasiswa baru yang beruntung karna jadi mangsa kita. Kenapa kalian seserius itu, sih?" hampir meledakkan tawanya saat mendapati ekspresi mengerikan dari arah ketiga rekannya. Hanya terlihat menyilangkan kakinya sembari menatap lurus ke arah depan. Menunggu dosen tercintanya itu untuk memasuki kelas dengan otak yang mulai menyusun sebuah rencana. "Abis kelas, gue bakal jalanin misi pertama. Gue mau liat, seberapa tak tersentuhnya sih itu orang." ••• Sejak saat kelas terakhir mereka usai, tepatnya dua jam lalu, Nasya, Alea, Kristina dan Mezy masih belum juga berhasil menemukan sosok yang mereka tunggu. Meskipun sudah berjam-jam memantau situasi kantin kampus ini, ketiga orang yang kehadirannya sudah mereka nantikan belum juga memunculkan batang hidungnya. Jus alpukat kedua yang Nasya pesan, bahkan sudah berhasil masuk tanpa jeda ke dalam kerongkongannya. Sudah mulai merasakan kembung meskipun mulutnya tidak dapat berhenti menelan cairan kental berwarna hijau itu. "Jangan-jangan dia gak ada kelas lagi?" dua jam menunggu, Alea akhirnya mengeluarkan rasa kesalnya. "Gue udah nanya Kak Rino kok, katanya Matematika itu kelasnya full sampe jumat. Harusnya sih dia dateng, kecuali kalo mereka bolos." respon Nasya dengan sedotan yang sudah nampak rusak karna gadis itu gigiti. "Ya kali mereka bolos terus? Belum apa-apa udah mau di D.O?" sambar Kristina tak yakin yang segera Mezy balas dengan gelengan kepala tak setuju. "Mereka bahkan gak ikut Ospek dan kelas pertama, jadi bolos di kelas hari ketiga, itu mungkin banget." ujar wanita berkacamata itu yang segera menghadirkan dengusan napas penuh kelelahan dari ketiga sahabatnya. Bahkan Nasya yang biasanya tak pernah absen dari merokok ketika tengah berada di kantinpun, kali ini memilih untuk tidak menyentuh benda kecil itu karna terlalu sibuk memperhatikan keadaan sekitar. "By the way, Sya?" perhatian gadis berambut cokelat itu teralihkan saat Alea tiba-tiba menyebutkan namanya, "Mata lo kenapa bengkak banget deh kayak abis nangis?" "Hm?" geming gadis bermanik abu itu panik, ia lupa mengenakan kacamata penolongnya karna terlalu bersemangat untuk menemui mahasiswa baru saat kelas berakhir. Mencari alasan yang masuk akal agar kebohongannya dapat tertutupi dengan sempurna. Tidak mungkin menceritakan masalah yang menimpa keluarganya kepada sahabat-sahabatnya. Karna yang boleh mereka ketahui, hanya kehidupan indah saja yang mengelilingi dirinya. "I-itu, Bu Aymana kan ngasih tugas minggu lalu untuk design baju kesukaan kita sendiri. Otak gue pusing karna masih belum kepikiran ide designnya." sebuah alibi sempurna yang berhasil dirinya pikirkan dengan cepat itu, berhasil mengalihkan perhatian ketiga sobatnya. Nampak dengan kesal mengumpat dalam hati karna Nasya baru saja mengingatkan mereka atas pekerjaan rumah yang belum sempat tersentuh. "Lusa lagi, ya? Mampus gue, calon bergadang nih." hanya Kristina yang mengeluarkan kegelisahaannya atas fakta yang baru saja Nasya utarakan. Merasa sudah aman dari pertanyaan Alea, gadis itupun kembali berusaha bersikap normal. Sesekali ia terlihat menyisir rambut tergerainya, memastikan kalau memar dibagian wajahnya sudah tertutupi dengan sempurna. Kaki beralaskan high heels bermodel gladiator itu terus saja bergoyang gelisah dari bawah meja, kembali meneliti seluruh mahasiswa berkacamata yang baru saja datang ke dalam kantin ini. "Itu bukan!?" hampir saja memekik bahagia kala sosok yang dua jam ini sudah mereka nanti, memunculkan dirinya. Sosok tampan dengan hiasan kacamata yang saat ini terlihat semakin tampan karna balutan kaos putih polos dengan tambahan kemeja hitam yang kedua lengannya tergulung sampai siku. "Gak heran sih, angkatan atas langsung pada kenal sama dia, padahal ikut ospek sama kelas perkenalan aja enggak." kagum Kristina sembari meletakkan dagunya tepat diatas tangan kanannya. Tidak dengan Alea yang kini terdengar membuang napasnya panjang, ikut mengagumi junior tampannya itu. "Muka secakep itu langka, paling satu dua orang yang punya." ikut Mizy sembari membenarkan posisi kacamatannya agar dapat melihat makhluk ciptaan Tuhan itu dengan sejelas mungkin. Kembali dengan Nasya yang saat ini masih dengan anggunnya bungkam, sibuk mengatur rencana dadakan diotaknya dengan kedua tangan yang nampak terlipat di depan d**a. "Gimana, Sya?" Mizy kembali mengalihkan pandangannya ke arah manik abu terang itu, menatap sahabatnya dengan ragu, "Yakin?" Namun, bukan Nasya namanya jika ia secepat itu mundur sebelum berperang. Bahkan dari bibir berlipstick nude itu, ia menampilkan senyuman. Menyuarakan permulaannya atas permainan gila ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN