Kana kembali dengan minyak pijat dan mulai mengoles ke punggung mamanya dengan perlahan.
"Mama capek ya?" tanya Kana pelan.
"Iya. Capek kerja seharian. Setiap hari."
"Nggak ambil libur?"
"Kamu mau makan apa kalo Mama nggak kerja? Nasi tanpa lauk?"
Kana pijat punggung mamanya dengan perasaan sayangnya. Bagaimanapun, mamanya telah melahirkannya ke dunia ini dengan selamat dan memberinya makan hingga tumbuh besar tinggi. Meski gendut, Kana lebih tinggi dari kakaknya.
"Aku sebentar lagi tamat SMP. Aku bisa cari kerja," ujar Kana.
"Kerja apa tamat SMP?" Asih balik bertanya.
"Jaga warung kelontong Pak RT bisa. Atau ikut Mama kerja di laundry."
Asih terdiam. Dia nikmati pijatan Kana yang tidak terlalu keras dan tidak terlalu lembek.
"Nggak perlu lanjut sekolah, Ma," ucap Kana.
Asih tampak berpikir.
"Iya juga ya, Kana. Kamu nggak perlu lanjut sekolah. Kerja saja. Tapi nggak usah ikut Mama di Laundry."
"Kenapa, Ma?"
Asih diam sejenak. "Mama nggak kepingin jadi bahan omongan."
"Oh."
Kana mengerti. Mamanya malu memiliki anak berbadan bongsor seperti dirinya. Wajahnya juga tidak cantik dengan mata sipit dan hidung yang tenggelam karena pipi gembulnya.
"Nanti aku cari aja yang agak jauhan ... hm ... atau aku merantau saja ke Jakarta?" tanya Kana.
"Ongkosnya? Kamu jangan bikin susah."
Bibir Kana mencebik. Dia selama ini merasa mamanya keberatan berdekatan dengannya, tapi saat dia meminta pergi, Mama juga melarangnya.
"Hm ... Kak Yuna mau nikah ya, Ma?" tanya Kana yang langsung mengalihkan topik pembicaraan.
"Iya. Nanti pestanya di rumah ini. Pesta besar dengan organ tunggal. Rencananya pestanya tiga hari tiga malam," jawab Mama.
"Wow," decak Kana kagum. Calon Kak Yuna benar-benar berduit, pikirnya dalam hati. Jika pesta pernikahan dilaksanakan lebih dari satu malam di lingkungan rumahnya, itu pertanda sang mempelai pria adalah orang yang berduit banyak dan kaya raya.
"Trus setelah menikah mereka akan tinggal di sini kan?" tanya Kana lagi.
"Iya. Rencananya mereka akan tidur di kamar Mama. Mama pindah ke kamar kamu. Kamu nanti satu kamar dengan Uwak Ita,"
"Kamar Kak Yuna?" tanya Kana.
"Mau dijadikan gudang dagangan," jawab Asih.
"Oh," decak Kana. Dia sedih mendengar rencana mamanya. Satu kamar dengan Uwak Ita? Uwak Ita sangat cerewet dan omongannya tidak enak didengar Kana. Kamarnya juga berantakan dan tidak pernah ditata rapi. Baunya juga kurang sedap. Uwak Ita suka menumpuk pakaian kotor di dalam kamar dan tidak mau meletakkannya di samping kamar mandi. Kana sering disuruh-suruhnya mengambil tumpukan pakaian kotornya yang bau. Untungnya Kana tidak pernah disuruh mencuci pakaian Uwak Ita. Kalaupun disuruh, Kana akan tegas menolaknya.
Kana tetap memijat mamanya pelan-pelan.
"Kalo aku pindah?" tanya Kana hati-hati.
"Ck. Kamu jangan bikin susah. Belum juga menikah kakakmu, kamu sudah bikin puyeng Mama."
"Baik, Ma," ucap Kana pasrah. Dia bingung dengan mamanya. Satu sisi mamanya malu memiliki anak gendut yang tak cantik, tapi di sisi lain mamanya mencegahnya pergi jauh. Apa maunya?
Kana tidak mengerti. Mungkin aku dianggap sebagai tempat curahan kekesalan saja, simpulnya. Kana memang tidak pernah mempertanyakan alasan mamanya yang malu dengan keadaan dirinya. Kana belum siap mendengar jawabannya.
***
Kana sudah bersiap-siap ke sekolah awal pagi ini. Seperti biasa, Kana berjalan kaki menuju sekolahnya yang tidak begitu jauh dari rumahnya. Lima belas menit saja lamanya. Sekolah Kana merupakan salah satu SMP milik pemerintah yang favorit sekabupaten, di mana murid-muridnya berasal dari keluarga yang beragam latar belakang, dari anak pengusaha, pejabat daerah, ketua RT, hingga pekerja serabutan seperti mamanya.
Kana senang bersekolah di sana, terlepas seringnya dia menghadapi cacimaki atau sikap acuh tak acuh dari teman-teman, para guru dan para staf yang mengenalnya. Kana diam saja jika dia diolok-olok. Percuma membela diri, ujung-ujungnya hanya meninggalkan luka di hati.Tidak ada yang mau membelanya, termasuk mamanya. Alhasil, Kana tidak punya teman.
Berbeda dengan kakaknya, Yuna pergi diantar ojek khusus. Wajar, sekolahnya lebih jauh dari sekolah Kana. Tapi lucunya, saat bersekolah di SMP yang sama dengan Kana, Yuna juga diantar jemput ojek. Tanpa ditanya, mamanya menjelaskan bahwa uang hasil kerjanya tidaklah cukup untuk membiayai ongkos Kana. Jajan Kana bisa berkurang. "Biar dia jalan, supaya kurus. Nggak mikir makan terus," kalimat itu yang dia dengar dari mamanya saat bercakap-cakap dengan Uwak Ita. Duh, padahal Kana makannya tidak begitu banyak. Tidur Kana pun teratur di setiap harinya. Tidak tahu kenapa dia bisa segendut ini. Namun saat dia melihat foto ayahnya suatu hari, Kana pun mengerti, mungkin kegemukan yang dia miliki turunan dari ayahnya. Ayahnya bertubuh gemuk dan tinggi. Kini sudah menikah lagi dan tinggal di Surabaya. Kana tidak tahu penyebab perceraian ayahmamanya. Kana juga tidak tahu kabar ayahnya sekarang.
Pagi ini, Kana belajar bimbingan dan konseling yang diajarkan seorang guru perempuan muda yang bernama Bu Lia. Kali ini Bu Lia meminta anak-anak muridnya untuk mengungkapkan cita-cita mereka di masa yang akan datang, menceritakan kelebihan dan kekurangan mereka.
"Aku ingin jadi pilot, Bu," ungkap Fino, salah satu teman sekelas Kana. Dia duduk di barisan depan. "Kelebihanku aku bisa berbahasa Inggris, kekuranganku hm ... malas bangun pagi."
Hampir seluruh murid menertawakan kekurangan Fino. Bu Lia senang mendengar penjelasan Fino.
Giliran Ryan sekarang. Dia berdiri dengan percaya diri. "Kalo aku ingin jadi astronot," ucapnya dengan d**a membusung.
"Woaaaa," seru anak-anak kagum. Ryan memang gagah dan tampan serta pintar.
"Aku punya kelebihan. Rajin membantu mamaku menyiram kembang di taman."
"Hebat," puji Bu Lia sambil membayangkan Ryan yang gagah sedang membantu mamanya di rumah.
"Kekuranganku. Hm ... apa ya? rasanya aku nggak punya kekurangan, Bu. Aku tinggal di rumah besar dengan banyak kendaraan. Apa ya, Bu?"
Bu Lia tersenyum hangat. Ryan cukup dikenal di sekolah karena keluarganya yang kaya raya.
"Ketakutan kamu terhadap sesuatu bisa jadi kekurangan kamu," ujar Bu Lia membantu agar Ryan memberi jawaban tepat.
"Oh. Aku takut gendut, Bu," jawab Ryan semangat. Semua tertawa renyah. Ada beberapa yang menoleh ke belakang di mana Kana duduk dengan tenang. Kana diam saja. Dia pikir Ryan menjawab spontan tanpa bermaksud menyinggungnya. Lagi pula buat apa sedih, toh dia sudah biasa menjadi bahan ejekan.
Kemudian, salah satu murid perempuan mengungkapkan cita-citanya menjadi menteri pendidikan.
"Kelebihanku aku selalu mendapat rangking tiga besar di kelas. Kekurangan? Hm ... aku merasa tidak cantik saja."
Lagi-lagi gaduh terdengar di kelas.
"Kamu cantik kok, Hana. Siapa bilang nggak cantik," ujar Bu Lia memberi semangat.
"Iya. Yang nggak cantik itu Kana. Gendut lagi ... mana hitam legam," celetuk salah satu murid yang duduk di bagian depan.
Lagi-lagi riuh tidak terhindarkan di dalam kelas. Semua menertawakan Kana. Tampak Bu Lia menahan tawa, dan wajahnya tidak menunjukkan simpati terhadap Kana.
"Kana, Bu. Ditanya dong," seru murid lainnya disertai sisa-sisa tawa.
"Ya. Sebentar lagi ditanya," ucap Bu Lia.
Lalu Bu Lia memberi kesempatan kepada murid-muridnya untuk menyatakan cita-cita, kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki.
Akhirnya tiba giliran Kana.
Kana berdiri dengan sikap santainya. Dia edarkan pandangannya ke teman-temannya yang mengamatinya. Lucu, pikir Kana. Teman-temannya senang menghinanya, tapi tetap penasaran dengan apa yang dia cita-citakan.
"Cita-citaku, aku ingin jadi guru," ujar Kana.
"Haha. Emang ada yang mau belajar sama guru buluk kek lu?" sengak Ryan. Bu Lia langsung menegur Ryan untuk diam.
"Kekuranganku banyak ... dan aku tidak punya kelebihan," ujar Kana dengan pandangan tertunduk. Sebal dengan kata-kata Ryan.
"Kelebihan kamu tuh lemak, Kanaaaa," seru salah satu murid. Seruannya disambut gelak tawa. Bu Lia jadi sibuk menenangkan murid-muridnya yang usil.
Sesak d**a Kana mendengar ejekan teman-temannya. Bahkan Bu Lia saja tidak berdaya menghadapinya. Kana berusaha sekuat tenaga menahan tangisnya.
Pagi yang tidak mengenakkan bagi Kana.
Saat istirahat, Kana pergi ke belakang toilet dan menangis sesenggukan.
Sedikit yang Kana tahu sekarang bahwa hidupnya akan segera berubah secara dramatis.
Bersambung