Semenjak kejadian di rumah sakit, Sekar lebih sering mengurung diri di dalam kamar setelah berjemur dan melakukan perintah dokter. Rahma yang melihat itu merasa aneh karena Sekar bersikap begitu setelah dari rumah sakit.
Hamdan yang baru pulang dari kerja langsung di hampiri oleh Rahma. Seperti biasa Rahma akan membantu membawakan tas dan sebagainya. Ia tak mau langsung bertanya dalam kondisi fisik suami yang masih lelah.
Setelah selesai mandi dan minum the hangat buatan Rahma, barulah Rahma mendekati Hamdan. Ia duduk sembari bermanja-manja seperti biasanya. Hamdan yang paham betul sifat istrinya langsung mengecup bibirnya dan bertanya ada apa. Rahma tersenyum malu dan menatap Hamdan.
“Mas, kamu sadar nggak sih, kalau Sekar belakangan jadi aneh?”
“Aneh bagaimana?”
“Ya, aneh, setelah pulang dari rumah sakit sampai hari ini, Sekar lebih banyak mengurung diri di kamar. Aku mau masuk ke kamarnya jadi segan Mas. Mas, mau nggak tanya ke Sekar, kenapa Sekar begitu?”
“Kenapa harus, Mas?”
“Ya karena Mas kan suaminya, gimana sih?” Hamdan menghela nafas. Ia belai rambut sang istri yang panjang. Ia ciumi rambutnya dan berpindah ke pundaknya membuat Rahma geli.
“Mas ….”
“Aku mau di layani dulu,” bisik Hamdan.
“Mas, ih, genit banget.”
“Sama istri sendiri kok genit sih?”
“Kamu tuh aku minta buat ke Sekar, kok, malah minta jatah?”
“Habis setiap lihat kamu bawaanya pengen.” Hamdan menciumi tengkuk Rahma membuat Rahma akhirnya mendesah karena jemari Hamdan aktif meremas dadanya.
Mereka pun bercinta dengan panasnya.
****
Hamdan meraih kemejanya dan memakainya, ia melirik ke samping di mana Rahma masih tertidur pulas setelah pertempuran mereka. Hamdan kecup pundak Rahma dan turun dari ranjang.
Ia harus ke kamar Sekar untuk bertanya perihal aneh yang Rahma katakan. Hamdan berdiri di depan kamar Sekar. Namun, ia ragu untuk mengetuknya. Haruskah ia lakukan ini?
Tapi, melihat istrinya yang merasa penasaran Hamdan jadi tak tega juga. Ia sendiri penasaran kenapa Sekar bersikap begitu. Apakah ada hubungannya dengan kejadian di rumah sakit di mana Sekar mendengar semua percakapan antara dirinya dan Hans?
Ah, Hamdan tak mau menduga-duga, ia harus bertanya sendiri pada Sekar. Ia pun mengetuk pintu kamar Sekar dan membukanya. Ia bisa melihat Sekar nampak berusaha menghapus air matanya. Hamdan masuk tanpa menutup pintu.
“Kamu kenapa?” tanya Hamdan berusaha menormalkan suaranya yang biasanya tegas dan keras bila di hadapan Sekar. Sekar menggeleng. Hamdan duduk di samping Sekar. Menatapnya.
“Jika ada yang mau di bicarakan, bicarkanlah, jangan di pendam, kamu tahu Rahma sampai kebingungan karena kamu diam seperti ini. ia sampai sungkan untuk masuk kamarmu dan bertanya perihal perubahanmu. Jadi, aku boleh tahu kenapa kamu seperti ini?”
Sekar terpesona dengan suara berat Hamdan yang banyak bicara tidak seperti biasanya. Jantungnya selalu saja berdebar jika ada Hamdan di depannya. Tidak, walau hanya sekelebat bayangan saja jantungnya bisa berdebar kencang.
“Sekar?” Sekar tersentak dan langsung menatap Hamdan dan itu justru membuatnya semakin tak karuan. Buru-buru ia menunduk.
“Apa ada yang kamu rasakan lagi? Yang mana lagi yang sakit?”
“Bukan, bukan sakit di kaki ku, kok.”
“Terus?”
“Di- di sini.” Sekar menunjuk dadanya. Hamdan nampak bingung. Lalu tersentak.
“Tunggu, kamu juga punya penyakit jantung?” Sekar melongo dan tertawa seketika. Hamdan terkejut melihat tawa Sekar. Baru kali ini ia melihat Sekar yang tertawa. Selama ini ia hanya melihat Sekar yang murung. Hamdan menyentuh jemari Sekar membuat Sekar berhenti tertawa. Mata mereka bertemu.
“Tertawa terus seperti ini ya, kamu terlihat cantik,” puji Hamdan. Sekar meneteskan air matanya tanpa ia sadari. Hamdan yang lihat itu langsung menghapusnya.
“Apa aku salah bicara?” tanya Hamdan bingung. Sekar menggeleng. Ia melepas tangannya dari genggaman Hamdan. Menjauhkan diri dari tubuh Hamdan.
“Sekar?”
“Tolong, Mas, jauhi aku. Aku tidak sanggup bila dekat dengan Mas Hamdan.”
“Apa? Tapi, kenapa, apa kamu masih marah atas perbuatan saya selama ini ke kamu?”
“Bukan, Mas, bukan itu.”
“Lalu?”
“Saya tidak bisa mengatakannya.”
“Kenapa tidak bisa?”
“Karena itu akan menyakiti Rahma.” Hamdan semakin bingung dan penasaran, kenapa alasan Sekar tidak mau di dekati karena Rahma akan tersakiti, sebenarnya ada apa?
“Tolong, Sekar, jangan buat saya bingung seperti ini. Kamu kan sudah jadi istri saya, tinggal di sini dan apa pun yang kamu lakukan saya harus tahu dan apa pun yang kamu butuhkan saya harus berusaha untuk memberikannya.”
“Sudahlah Mas Hamdan. Saya mohon, biarkan saya sendiri. Saya tidak mau mengusik ketenangan kalian berdua. Biarkan saya di sini, saya tidak mau menambah beban.”
Rahma yang tak sengaja mendengar itu semua langsung paham maksud ucapan Sekar. Ia yang gemas dengan Sekar langsung masuk ke dalam kamar dan membuat Sekar terkjut termasuk Hamdan.
“Rahma?”
“Kenapa sulit sekali kamu katakan isi hatimu, Sekar?” Hamdan menatap sang istri dengan bingung.
“Isi hati apa, Rahma?” tanya Hamdan.
“Kamu juga Mas, masa kamu nggak peka sih?”
“Peka apa?”
“Sekar itu ….”
“Rahma tolong, jangan, aku mohon.” Sekar memohon pada Rahma agar ia tak mengatkan isi hatinya. Rahma jadi gemas sendiri dengan Sekar.
“Yasudahlah, aku tidak akan ikut campur urusan kalian lagi.” Rahma keluar dengan raut wajah kesal. Apa susanya sih bilang suka, toh sama suami sendiri. Rahma masuk ke dalam kamarnya dan merebahkan diri. Seketika air matanya menetes.
Ternyata tak semudah yang ia kira bila ia mengetahui bahwa Sekar mulai mencintai suaminya itu membuat hati Rahma sakit. Padahal hal ini yang ia harapkan, Rahma benar-benar bodoh. Dan lebih bodoh lagi Sekar, kenapa ia harus menahan diri untuk mengatakan perasaannya?
Karena ia tak enak dengan Rahma? Alasan tidak masuk akal macam apa itu? Jelas-jelas Rahma lah yang meminta Sekar untuk menikahi Hamdan suaminya kenapa sekarang Sekar malah berusaha menutupi perasaannya hanya demi Rahma.