Tak ada wanita mana pun yang rela dirinya di madu. Membayangkan suaminya akan memasukkan cincin ke jari wanita lain dan akan membelai wajahnya di kala malam tentu saja hal itu akan sangat menyakitkan. Dan Sekar tak pernah habis fikir dengan jalan pikiran sang sahabat.
Di rumah reyot itu mereka bertiga saling diam. Hanya Rahma yang terus menangis memohon agar suaminya mau menikahi sahabatnya. Sekar muak mendengar itu berjalan keluar dengan kaki pincangnya. Ia bahkan sampai terjatuh karena tak seimbang. Sekar menangis, karena ia telah membuat sang sahabat semakin menderita. Haruskah ia mati agar Rahma tidak meminta hal tidak mungkin terjadi?
Sekar bertekad, ia tidak akan pernah lagi membebani siapa pun juga. Ia sudah cacat, kecantikkanya telah pudar, orang tua telah tiada, hidup sebatang kara, lalu apa lagi yang harus ia perjuangkan? Tidak ada.
Sekar bangun dengan susah payah, namun, saat jemarinya baru menyentuh kayu di depannya seseorang menahan lengannya dengan kencang. Hingga terasa sakit di kulitnya. Sekar melihat ke atas dan terkejut karena ia melihat Hamdan dengan wajah penuh amarah.
“Aku akan menikahimu.”
Lemas, tubuh Sekar lemas seketika.
“Tidak, tolong, jangan nikahi saya, tolong, jangan turuti kemauan Rahma. Ia akan menderita melihat suaminya menikah lagi. Tidak ada wanita yang sanggup melihat suaminya poligami, tidak ada.”
“Tapi, sahabatmu yang keras kepala itu mengancam akan bunuh diri bila saya tidak menikahimu.” Sekar tersentak.
“A-apa?”
“Menikahlah dengan saya, karena saya tidak mau dua nyawa melayang karena kamu tidak mau menikah dengan saya. Dua nyawa itu adalah nyawa saya juga. Artinya tiga nyawa akan mati bila kamu masih menolaknya.”
“Ta-tapi ….”
“Apa menurutmu saya mau memadu Rahma? Apa menurutmu saya rela istri saya sedih? Tidak, tapi demi nyawanya saya rela.”
Rahma, kenapa bisa kamu mengorbankan hal sebesar ini untukku yang bahkan tidak sempurna ini? Kenapa kamu rela Rahma? Aku janji Rahma, demi hidupmu, aku tidak akan membuatmu kecewa dan menangis, walau aku adalah madu mu.
****
Banyak rintangan yang terjadi saat Hamdan ijin untuk menikah dengan Sekar. Karena di jaman sekarang ini poligami sangatlah tabu untuk di bicarakan apalagi di jalankan. Bahkan belum menikah saja Sekar sudah harus menerima penghinaan karena di anggap perusak rumah tangga orang. Dan herannya, Rahma lah yang maju untuk menyelamatkan harga diri sang sahabat. Semua orang geleng-geleng kepala dengan tingkah Rahma yang aneh. Bagi mereka tidak ada wanita yang sanggup di poligami. Hingga mereka berfikir Sekar bermain licik.
Berkali-kali Sekar memohon pada Rahma agar membatalkan pernikahan gila ini. Namun, Rahma tetap pada pendiriannya. Ia akan sakit bila meninggalkan Sekar di kampung dalam kondisi mengenaskan. Rahma tak bisa membayangkan jika Sekar akan meninggal dalam kesunyian dan kesepian. Tidak, Rahma tidak sejahat itu membiarkan sahabatnya menderita.
Bila ia bahagia, maka, Sekar pun harus bahagia.
Setelah banyak rintangan yang mereka lewati dan juga restu dari orang tua Hamdan dan Rahma. Sekar pun akan segera melaksanakan akad esok hari. Rahma bahkan meminta tolong orang untuk mencarikan tempat tinggal kakak Sekar, karena bagaimana pun kakak Sekar di butuhkan sebagai wali satu-satunya untuk Sekar.
Setelah semua persiapan selesai. Rahma mendatangi kamar Sekar yang bersebelahan dengan kamar Rahma dan Hamdan. Sekar nampak duduk dengan gelisah.
“Sekar,” panggil Rahma. Sekar menoleh dan wajah memohonnya langsung di perlihatkan.
“Jangan lagi, Sekar. Apa pun yang akan kamu katakan, aku tidak akan dengarkan. Hanya ini caranya agar kamu bisa bahagia denganku Sekar. Menjadi adikku, istri kedua suamiku. Terimalah takdir mu ini Sekar.”
“Rahma, jujur sama aku, apakah hatimu terima? Apakah hatimu ridho melihat suamimu menikah dengan orang lain?”
“Kamu bukan orang lain, kamu adikku, orang yang aku sayang dari dulu. Kamu ingatkan senang dan susah kita akan terus bersama. Bagaimana bisa aku biarkan kamu menderita di kampung sementara aku bahagia. Aku tidak mau hal itu terjadi. Jadi, aku mohon mantapkanlah hatimu untuk menikah dengan suamiku. Ingat, jangan merasa bersalah karena ini adalah permintaanku.”
“Rahma, jangan bodoh, kamu adalah seorang istri dan sebentar lagi akan menjadi seorang ibu. Tegakah kamu membuat anakmu bingung nanti karena ada dua ibu di rumah ini?” Rahma tersenyum dan mengusap wajah Sekar yang berkeringat dingin. Padahal di kamar Sekar terdapat ac yang menyala.
“Aku akan terlihat sangat bodoh bila membiarkan kamu sendirian di kampung. Sekar, aku tahu kamu, kamu adalah gadis baik, aku tahu kamu melebihi dirimu sendiri. Kenapa aku ridho, kenapa aku ikhlas, karena aku percaya padamu Sekar.” Air mata Rahma menetes perlahan hingga membasahi punggung tangan Sekar. Mereka berdua menangis di dalam kamar saling menguatkan dan mengikhlaskan jalan Allah.
Rahma meninggalkan Sekar di kamarnya untuk beristirahat. Karena esok pagi Sekar harus di make-up dan memakai kebaya yang dulu di pakai Rahma untuk menikah. Rahma mengetuk pintu kamarnya karena ia tahu ada sang suami di dalam. Rahma harus kuat melihat wajah sang suami yang biasanya hangat kini agak dingin. Sampai sekarang sang suami masih ragu untuk berpoligami. Tidak ada dalam kamusnya untuk memadukan sang istri.
Rahma mendekat perlahan dan berlutut di bawah kaki sang suami. Ia peluk kedua kaki itu sembari terisak.
“Ikhlas, Mas. Aku mohon.” Rahang Hamdan mengeras karena mendengar kalimat itu lagi. Ia cengkram bahu sang istri hingga Rahma berdiri. Mereka bertatapan dan Rahma tersentak melihat air mata jatuh dari sudut mata sang suami.
“Mas ….”
“Kenapa kamu tega menyiksa ku Rahma? Apa salahku padamu?”
“Mas … aku.”
“Inikah yang kamu inginkan? Kamu rela melihat suamimu membagi cintanya? Tidak adakah rasa cemburu di hatimu untukku, sayang?” Hamdan menunduk karena air matanya jatuh lebih banyak. Rahma menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Ia tidak boleh goyah, ini semua demi Sekar, sahabatnya.
“Mas, aku sangat mencintaimu, sangat menghormatimu, sangat mematuhimu, aku hanya minta satu ini saja Mas. Hanya satu ini saja. Tolong cintai sahabatku, ia sebatang kara Mas, ia tak punya siapa-siapa selain aku. Kamu lihat sendiri bagaimana menderitanya Sekar di kampung, bagaimana tidak terawatnya Sekar. Siapa yang mau dengannya Mas, ia telah hancur, setelah orang tuanya meninggal. Aku tahu sifat Sekar, Mas, aku tahu betul. Ia tidak akan pernah menghancurkan pernikahan kita. Aku hanya ingin Mas menyelamatkan hidupnya. Hidup sahabatku sebagaimana Mas menyelamat kan nyawaku dan anakmu.
“Mas, aku sedih melihatmu akan menikah lagi, tapi aku jauh lebih sedih bila melihat sahabatku menderita seorang diri. Mas, aku rela, aku ikhlas, karena ini aku yang meminta. Aku mohon dengan sangat, Mas. Aku mohon dengan sangat.”
Hamdan kehabisan kata-kata. Ia tak percaya bisa memiliki istri yang begitu lapang hatinya. Ia bahkan rela melihat suaminya berpoligami hanya untuk menyelamatkan satu nyawa. Ya Allah, apa yang harus hamba perbuat. Satu sisi hamba bangga dengan istri hamba, namun, sisi satunya hamba kecewa karena ia mendorong hamba untuk berpoligami. Hamba harap, jalan ini adalah takdir dari kuasa Mu. Aammiin.