Aku merasa sudah bisa menguasai diri setelah makan malam. Meski Tama yang sering bercerita, tapi aku bisa merespons dengan kalimat panjang. Aku berhasil memecah kecanggungan dalam diriku sendiri. Mungkin karena sikap luwes Tama yang dominan. Sehingga membuatku nyaman. Meskipun tetap saja ada batasan yang harus aku jaga. Aku nggak mungkin memperlakukan Tama seperti aku memperlakukan Giko dan Danar, kan? "Kasih tips dong kenapa persahabatan kalian bisa awet," ujar Tama saat kami menutup kegiatan makan malam dengan sepotong buah apel. "Kasih formalin." Tama tertawa mendengar jawabanku. "Memangnya mayat? Ada-ada aja kamu. Tapi aku bisa menduga sesuatu sih." Dia menatapku sejenak mengambil potongan buah apel yang aku simpan di sebuah wadah. "Apa?" "Kamu sahabat yang asyik makanya kali