Hamil

1115 Kata
“Hoek.” “Kamu habis makan apaan?” Fierly memijat tengkuk leher Gina kembali. “Nggak tahu, mas.” Gina menggelengkan kepalanya “Huek.” Gina tidak tahu ada apa dengan tubuhnya setelah shalat subuh, perasaan ingin muntah meskipun pada akhirnya tidak ada yang keluar karena sudah melakukannya beberapa kali. Gina beranjak dari kamar mandi, dibantu Fierly berjalan di ranjang secara pelan. Pintu kamar yang diketik membuat Fierly membukanya dan mendapati uminya yang membawakan minuman hangat, meletakkan di nakas sambil memijat keningnya pelan. “Kamu kemarin dari sidang sama Indira makan apa? Bukannya semalam Indira telepon tanya keadaanmu? Umi curiga Indira juga sama kaya kamu, apa kalian keracunan?” Dewi bertanya dengan nada lembut. “Umi jangan hubungi Indira, anak itu pasti stress menjelang sidangnya. Kalau nggak salah dia sidang pagi, jadi kalau Indira hubungi bilang aja aku masih tidur.” Gina menitip pesan pada uminya. Gina sangat tahu dan kenal karakter sahabatnya, jika terjadi sesuatu pada dirinya pribadi dan pada saat itu bersama dengan orang lain akan mengkhawatirkan kondisi orang tersebut dibandingkan dirinya. “Kamu mau makan apa? Bubur?” suara Dewi membuyarkan lamunan Gina. “Nggak, umi.” Gina menggelengkan kepalanya. “Makan nasi goreng?” tanya Dewi lagi. “Nanti kalau lapar aku ambil sendiri dibawah, umi.” Gina memutuskan untuk tidak merepotkan orang tuanya. “Baiklah, kamu nggak kerja?” Dewi mengalihkan tatapan kearah Fierly, suaminya. “Ini mau siap-siap, Umi.” Gina menatap sang umi yang berjalan keluar dari kamarnya, hembusan napas panjang dikeluarkannya karena sudah membuat khawatir. Gina tidak tahu bagaimana bisa dirinya keracunan makanan, padahal saat makan semua baik-baik saja dan tidak ada yang aneh dari rasa makanannya. “Kamu makan dulu gimana? Aku bantuin, daripada nanti nggak ada yang urus. Kasihan umi yang repot urus kamu.” Fierly memberikan saran yang hanya diangguki Gina. Fierly masuk kedalam kamar dengan membawa piring berisi makanan, duduk di pinggir ranjang dan menyuapkan nasi goreng pada Gina yang memilih makan tanpa bantahan, tidak ada suara sama sekali mungkin hanya suara sendok dan piring. “Kalau sudah wisuda kita tinggal di rumah orang tuaku,” ucap Fierly yang mengejutkan Gina. “Bukannya kita akan tinggal disini sampai dapatin rumah sendiri?” Gina menatap bingung. “Kamu kemarin bilang belum datang bulan? Sekarang masih belum?” Fierly mengalihkan pembicaraan. Gina terdiam mencoba mengingat dan seketika menggelengkan kepalanya “Belum, terus bagaimana? Mas atau aku yang beli testpack?” “Aku kemarin udah beli, cuman lupa kasih kamu. Mau dicoba sekarang?” Fierly beranjak dari tempat duduknya. Gina hanya diam melihat apa yang Fierly ambil, langkah kakinya menuju Gina dan memberikan plastik yang isinya ada beberapa testpack. Melihat banyaknya testpack yang dibeli Fierly seketika jantungnya berdetak kencang, menatap Fierly dengan tatapan ketakutan akan sesuatu tidak tahu apa. “Mau coba sekarang?” Fierly bertanya dengan nada lembutnya. “Mas, kalau seumpama....” “Aku nggak akan kecewa, kita hanya memastikan apalagi seingat aku kamu belum datang bulan sejak kita menikah. Seingat aku kalau nggak salah terakhir kamu datang bulan itu sebulan sebelum menikah, kita kan lakuin setelah kamu selesai waktu itu. Siapa tahu memang sudah jadi, tapi kalau belum ya tinggal usaha lagi.” Fierly mengatakan dengan santai, Gina yang melihat ekspresi Fierly seketika menghembuskan napas leganya “Anggap aja simulasi nanti kalau benaran hamil.” “Ok.” Gina beranjak dari ranjang pelan, dibantu Fierly menuju kamar mandi. Melakukan sesuai petunjuk yang ada di kemasan dengan Fierly yang masih setia disampingnya, memeluk Gina erat ketika menunggu hasil yang keluar dan tatapan mereka tidak lepas dari testpack yang ada didalam wadah. Waktu berjalan dan seketika jantung semakin kencang saat tiba waktunya melihat hasilnya, Fierly mengambilnya perlahan dan suasana seketika hening dibandingkan sebelumnya. “Hamil, mas?” Gina mengeluarkan suaranya pertama kali saat melihat dua garis di beberapa testpack. “Ya, sayang.” Fierly menganggukkan kepalanya “Alhamdulillah, akhirnya aku jadi ayah juga.” Fierly mencium seluruh wajah Gina tanpa ada yang terlewati, Gina hanya diam mencerna semuanya dan seketika jantungnya berdetak kencang ketika menghitung usia kandungan. Mendorong tubuh Fierly pelan membuat pelukan dan ciuman terhenti, tatapan mereka bertemu dengan tatapan berbeda. “Mas, anak ini hadir saat kita belum sah? Bagaimana? Otomatis dia nggak bisa pakai nama kamu.” Gina mengatakan apa yang ada didalam pikirannya. Fierly terdiam ketika mendengarnya “Kita akan memastikan nanti di dokter, setelah aku pulang kerja kita ke dokter kandungan. Aku akan cari dan buatkan janji, sekarang kamu istirahat dan jangan berpikir berat.” Gina hanya menganggukkan kepalanya “Mas jangan bicara dulu sama siapa-siapa sebelum ke dokter.” “Ya, sekarang kamu makan dan istirahat.” Mengikuti kata-kata Fierly, memilih istirahat tanpa keluar kamar sama sekali. Fierly menghubungi saat waktu istirahat dan memberi kabar jika sudah mendaftarkan namanya ke dokter kandungan, sepulang kerja akan menuju kesana untuk memastikan kehamilan dari hasil testpack dan juga usia kehamilannya. “Semoga kamu hadir saat kita sudah resmi,” ucap Gina sambil membelai perutnya pelan. Gina tidak mau anaknya hadir sebelum mereka sah, banyak hal yang tidak akan didapatkan dari anaknya nanti. Seharusnya dirinya tahu resiko melakukan hubungan sebelum resmi, apalagi sampai hamil tapi dalam hitungan detik langsung menggelengkan kepalanya agar tidak berpikir negatif dan dalam. Menghabiskan waktu dengan mengerjakan revisi tugas akhir, menatap ponselnya dimana pesan dari Indira yang sudah dibacanya dan pesan terakhir mengabarkan jika dirinya sudah lulus sidang skripsi. Indira didalam pesannya mengatakan tidak sabar mereka menggunakan pakaian wisuda bersama, perjuangan mereka dari masa putih abu-abu untuk masuk perguruan tinggi negeri dan sekarang lulus secara bersamaan. “Anak kok jujur banget,” ucap Gina menggelengkan kepalanya setelah meletakkan ponselnya kembali. Waktu berjalan dengan cepat, menyiapkan pakaian Fierly agar nanti ketika waktunya tiba mereka akan langsung berangkat. Gina beberapa kali membelai perutnya pelan, berdoa tanpa henti agar apa yang ditakutkan tidak benar-benar terjadi. Suara pintu terbuka mendapati Fierly yang masuk dengan senyum lebarnya, mendekati Gina memberikan ciuman lembut di bibir. “Setelah aku mandi kita langsung berangkat.” Fierly melakukannya dengan sangat cepat, tepat ketika Gina selesai berganti pakaian Fierly keluar dari kamar mandi. Berganti pakaian dengan sangat cepat, mereka langsung berpamitan pada orang tua Gina. Tidak memberitahukan tujuan sebenarnya, mereka belum ingin ada yang tahu tentang kehamilan kali ini. “Tadi masih muntah?” tanya Fierly saat sudah berada di jalan yang dijawab gelengan kepala Gina “Baguslah, kalau mual dan muntah pas ada abi aja ya.” “Abi? Aku umi dong? Kenapa abi bukan ayah atau papa?” Gina menatap penasaran. “Biar lebih islami.” Kendaraan mereka sudah sampai di salah satu rumah sakit yang letaknya tidak jauh dari rumah, Fierly bilang dia dapat rekomendasi dari temannya yang sudah pernah melahirkan dan Gina memilih percaya saja. “Sudah terlihat ini, usia kehamilannya sembilan minggu.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN