Sidang Akhir

1162 Kata
“Hoek.” “Kamu nggak papa, sayang?” Fierly memijat tengkuk leher Gina pelan “Kamu habis makan apa?” Gina menggelengkan kepalanya “Masuk angin, mas. Semalam mas sih nggak tahu waktu, aku baru tidur jam berapa padahal besok harus sidang akhir.” Fierly menggaruk tengkuk lehernya “Habis enak sih, sayang. Kamu tahu sendiri kalau aku nggak bisa hanya sekali main.” “Nanti malam nggak ada, aku harus istirahat buat besok.” Gina menatap tajam Fierly yang hanya menganggukkan kepalanya “Mas nggak kerja?” “Ini mau berangkat, lihat kamu muntah langsung fokus ke kamu.” “Aku udah nggak papa, mas berangkat aja. Sekalian nanti kalau luang mampir toko, aku belum bisa kesana.” Gina memberikan perintah pada Fierly yang menganggukkan kepalanya. “Kamu nggak lupa janjimu, kan?” “Ya, aku pakai hijab nanti kalau udah selesai kuliah.” Gina mengatakan dengan malas karena berulang kali Fierly mengingatkan hal yang sama. “Aku hanya mau kita ke surga bersama, masa aku di surga kamu nggak. Memang kamu nggak mau?” “Mas, waktunya kamu berangkat deh. Telat loh nanti!” “Aku berangkat ya, sayang.” Gina mengambil tangan Fierly untuk diciumnya, setelahnya Fierly menciumi wajah Gina keseluruhan tanpa tersisa. Kegiatan mereka setiap hari setelah menikah selalu seperti ini, pernikahan mereka sudah jalan dua bulan dan Fierly bekerja di instansi pemerintahan. Keluarga mereka bangga ketika Fierly lolos di ujian yang diadakan instansi pemerintahan, walaupun statusnya belum tetap. Melihat sikap Fierly setelah menikah, perlahan pemikiran kemarin hilang dan ternyata semua hanya ketakutan menjelang pernikahan. Fierly memperlakukan dirinya dengan sangat baik, terlihat sangat mencintainya dan Gina membenarkan perkataan sahabatnya kemarin-kemarin saat dirinya tidak tenang. Mempersiapkan semuanya dan kembali membaca apa saja yang penting, hembusan napas Gina yang berat sebagai tanda jika besok adalah hari yang berat untuk hidupnya. Melihat persiapannya dan tampaknya tidak ada yang kurang, mendata lagi sebelum akhirnya mengirim pesan pada Fierly jika semua sudah siap dan tidak membutuhkan apa-apa lagi. “Istirahat yang cukup, besok kamu sidang jam berapa?” tanya Fierly. “Siang, sidangnya bisa lama. Nggak usah jemput, aku bareng sama Indira dan Mas Fajar.” “Indira sidang setelah kamu?” Gina menganggukkan kepalanya sambil memejamkan matanya. Membuka matanya dengan kondisi badan yang jauh lebih segar dibandingkan sebelumnya, melihat Fierly yang masih tidur di saat suara adzan sudah mulai terdengar. Membangunkan Fierly dengan terpaksa dan langsung menuju kamar mandi sebelum ke masjid, melihat Fierly yang sudah siap ke masjid dengan cepat Gina melakukan hal yang sama. “Aku kayaknya nggak datang bulan....satu bulan sebelum menikah kayaknya terakhir datang bulan.” Gina berbicara sendiri tapi segera menggelengkan kepalanya tanda jika tidak boleh memikirkan hal lain. Memeriksa kembali perlengkapannya sebelum akhirnya keluar dari kamar, membantu uminya yang sedang berada di dapur sambil berbicara singkat. Kegiatan setiap hari yang rutin sejak menikah dengan Fierly, keputusan mereka adalah tinggal di rumah orang tua Gina. “Kamu benar berangkat sendiri?” tanya Fierly yang diangguki Gina “Baiklah, semoga lancar dan cepat lulus.” Keberangkatan Fierly ke kantor, waktu yang masih tersisa untuk membaca kembali bahannya dan memastikannya. Menatap jam dimana waktunya sudah mendekati dan langsung berangkat menggunakan kendaraan umum, sebenarnya Indira menawarkan diri menjemput tapi langsung ditolak. “Gina, aku nggak bisa lama. Aku harus ketemu sama dosen membimbing buat persiapan besok, nanti kita makan dulu di kantin. Semangat ya, jangan lupa kabarin.” Indira mencium pipi Gina sebelum pergi. Gina hanya menggelengkan kepalanya melihat sikap Indira, sahabat yang selalu ada setiap dibutuhkan walaupun mereka jarang komunikasi. Menatap sekitar tampak beberapa teman angkatannya yang sedang membantunya menyiapkan presentasi, dukungan mereka sangat berarti bagi Gina dan pesan yang terkirim di ponselnya membuat dirinya tersenyum. Fierly memberikan kalimat semangat dan dukungan, ternyata menikah tidak seburuk yang ada dalam bayangannya, lagi-lagi kata-kata yang keluar dari Indira memang benar adanya. Pria yang tepat, hanya itu sekarang keyakinan Gina mengenai Fierly. Berharap suaminya adalah pria yang tepat seperti bayangannya saat ini, bukankah Allah akan memberikan yang sesuai dengan kita bukan harapan. “Melamun aja! Siap-siap dosennya mau datang.” Gina membuyarkan lamunannya saat mendapatkan tepukan pelan dari teman angkatannya selama ini, Vita. Menarik dan menghembuskan napasnya sambil berdoa, doa yang diberikan Fierly selama beberapa minggu sebelum sidang dan dirinya hafalkan setiap saat, setidaknya sangat membantu dalam menenangkan hatinya. Suara kaki mulai terdengar dan dua dosen penguji dengan satu dosen pembimbing langsung duduk di tempatnya, melihat itu sekarang adalah waktunya untuk Gina mempertanggungjawabkan hasil skripsi yang dikerjakan selama beberapa bulan. Pertanyaan diikuti kritikan yang keluar dari dua dosen penguji, harapan dosen pembimbing membantu menjelaskan jelas tidak terjadi sama sekali, Gina melakukannya seorang diri. Berada dalam ruang sidang dirinya dibantai habis-habisan oleh ketiga dosen, beberapa kali menenangkan dirinya sebelum menjawab atau ketika pendapatnya dibantahkan. “Kamu tunggu diluar, kita mau diskusi tentang hasil kamu ini.” Melangkahkan kakinya keluar dimana beberapa temannya masih setia diluar, berharap cemas dengan hanya diam duduk disalah satu kursi, bahkan tidak ada yang membuka suaranya sekedar memberikan semangat dimana pastinya tidak akan berguna sama sekali. “Gina. Masuk.” Hembusan napas panjang dilakukannya sebelum masuk kembali ke ruang sidangnya, menatap ketiga dosen yang juga menatap kearah Gina. Bibirnya bahkan tidak bisa mengeluarkan suaranya sama sekali, jantungnya berdetak kencang dan seketika ketakutan menghantuinya. “Gina, kamu tahu kesalahan dalam laporan kamu?” tanya salah satu dosen penguji. “Analisa yang kurang tajam, bu.” Gina menjawab tenang. Dosen penguji yang bertanya menganggukkan kepalanya “Variabel pembanding kamu kurang lengkap, jadi kesannya penelitian kamu tidak ada hasilnya. Kamu mau ngulangin?” “Tidak, bu. Saya rasa apa yang saya kerjakan sudah sesuai dengan tujuan dari penelitian ini.” Gina memberikan penyanggahan langsung. Selama penelitian Gina selalu konsultasi dengan dosen pembimbingnya dan sejauh ini semua sudah sesuai, tidak mungkin melakukan penelitian lagi yang pastinya akan memakan waktu lama. “Gina, kamu nggak perlu melakukan penelitian ulang. Kamu hanya memperbaiki beberapa yang menjadi catatan kami, kamu bisa meminta catatan itu pada kami. Waktu kamu melakukan revisi adalah seminggu dari sekarang, setelah itu kamu bisa daftar wisuda yang akan dilaksanakan tiga bulan lagi.” Gina mencerna kata-kata dari dosen pembimbingnya “Saya lulus?” “Ya, selamat saudari Gina. Anda lulus di sidang skripsi ini. Selesaikan revisi paling lama satu minggu, setelah itu langsung daftar wisuda. Sekali lagi selamat.” Dosen pembimbingnya berdiri menyalami Gina yang masih diam mencerna. Ucapan selamat langsung didapat Gina setelahnya, mengirim pesan pada Fierly tentang hasil sidangnya dan pastinya Indira yang akan menunggu dirinya di fakultasnya. Gina yang memutuskan ke tempat Indira karena masih bersama dosen pembimbingnya, membereskan barang bawaannya dan melangkahkan kakinya ke fakultas Indira, Psikologi. “Ahh..selamat! Aku bahagia kamu lulus juga, nanti kita wisuda bareng.” Indira memeluk Gina erat “Kamu nggak lapar?” “Kamu belum makan?” Indira menggelengkan kepalanya “Makan dimana?” “Kantin fakultasmu aja Fisip, aku kangen makan tahu tek.” Indira melingkarkan tangannya di lengan Gina “Kak Fajar masih lama jemputnya.” “Ok, anggap aja mungkin ini terakhir kita makan terakhir di kampus.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN