Pertemuan di Balai RW

1075 Kata
Khansa menggeliat di atas tempat tidurnya, sejak Zyan Alex pindah dan menjadi tetangganya perempuan itu berusaha untuk mendapatkan perhatian dari sosok yang bahkan sama sekali tidak pernah keluar rumah itu. Sesekali hanya pengemudi ojek online yang mengantarkan pesanan makanan, itu pun makanannya di ambil oleh perempuan seusia mamanya Khansa yang memakai seragam ART. Jika itu Zyan Alex Khansa rela menjadi ART. Jika itu Zyan Alex, Khansa rela mencuci baju Zyan meski dirinya sama sekali tidak tahu bagaimana caranya mencuci pakaian. Zyan tersenyum kepada Khansa, setiap pagi lelaki itu adalah orang pertama yang melihat Khansa bangun tidur. Sayangnya bukan orang beneran, melainkan poster besar yang dia dapatkan dari give away saat peluncuran film terbarunya satu tahun yang lalu. Sebucin itulah Khansa kepada Zyan. Dan poster itulah yang selama ini selalu mendengar keluh kesah Khansa, poster itu pula lah yang terkadang selalu memberikan pencerahan saat Khansa kebingungan menentukan konten yang akan dia unggah ke channelnya. Kini, Zyan selangkah lebih dekat. Mengetahui hal ini Khansa yang biasanya enggan bangun pagi kini terjaga sebelum matahari terbit. Yang dia bayangkan Zyan akan membuka pintu balkon lalu melakukan pemanasan sebelum ngegym di rumahnya sendiri. Sayangnya sudah hampir sepuluh hari aktor terkenal itu pindah rumah, tidak satu kali pun Khansa melihat lelaki itu keluar. Ish gak bosen apa di rumah terus? “Bang Zyan kok gak pernah keluar rumah, sih?” tanya Khansa pada poster Zyan. “Gak pengen ketemu Shasa emang? Shasa udah tahan ini jari biar gak ngetik pengumuman kalau yang tinggal di depan rumah Shasa itu adalah kamu, Bang.” Khansa membuka selimutnya, lalu menyambar handuk yang gantung di rak handuk dekat pintu masuk kamar mandi di kamarnya. Sebelum membasuh diri, Khansa merentangkan tangan dan menempelkan tubuhnya pada poster tadi. Khansa menyebutnya pelukan selamat pagi. Khansa sudah mengatur kamera, dan konten kali ini adalah A day in my life, memang konten seperti ini sedang digemari banyak netizen. Semua kegiatan pagi—minus memeluk poster Zyan—direkam untuk kemudian diedit dan di upload di channel miliknya. Usai melakukan semua aktivitas, mulai mandi, skincare, beresin tempat tidur dan menyapu, kini Khansa turun dan bergabung dengan kedua orangtuanya serta kakak laki-lakinya yang bernama Raditya Bhalendra. “Tumben segeran?” tanya Radit. “Segeran ditumbenin, masih kucel diledekin. Ribet amat ya jadi manusia, gak ada benernya.” Khansa mengambil satu centong nasi goreng buatan ibunya, satu lagi satu lagi dan ditambah dua telur mata sapi sambal tabur dan juga kerupuk. Melihat itu, Radit kenyang duluan. Pantas saja badan sang adik makin hari makin tidak terkendali. Sarapan saja porsinya dua kali lipat porsi makan Radit. “Apa liat-liat?” sergah Khansa. Rupanya sadar juga kalau dirinya sedari tadi diperhatikan oleh sang Kakak. “Kagak ada! Nih, gue lanjut makan, nih.” Radit diam, selain adiknya tiba-tiba menjadi garang. Tatapan papi tersayang pun sudah berbeda. Iya, papinya selalu berusaha untuk menjaga perasaan Khansa. Sebisa mungkin jangan sampai anak gadisnya terluka karena body shaming. Terlebih itu dilakukan oleh orang terdekat. “Papi gak kerja?” tanya Khansa. Satu suap nasi goreng membuat Khansa memejamkan mata. Masakan maminya memang tiada dua. Paling nikmat di dunia. “Papi kan cuti, sayang kalau cuti tahunannya enggak dihabisin.” “Liburan dong, kita.” Radit bersemangat. “Mana ada liburan, kamu bukannya harus kerja? Lagian papi bener bener mau istirahat di rumah. Capek kerja terus.” “Yes ada yang bantu gotong meja ke depan,” sorak Khansa. Sejak Zyan menempati rumah seberang Khansa lebih suka ngonten di depan rumah. Ya, kan siapa tahu keberadaannya disadari oleh Zyan. Khansa berharap bisa dekat dengan idolanya itu. “Ngonten di dalam aja lah Sha kayak biasanya,” ucap Radit. “Suka suka gue lah.” “Hih, gue sih kasian liat lo angkut angkut barang ke depan, trus beresin lagi ke belakang. Capek sendiri.” “Ya udah sih gak apa-apa, gue kan gak suruh lo angkut angkut.” “Tapi lo nyuruh papi gue!” “Papi gue juga kali!” Nina mendekat, dia memberikan tas kerja Radit dan meminta anak lelakinya untuk segera berangkat kerja. Lama lama di rumah bareng Khansa bisa-bisa terjadi perang dunia dua. “Radit berangkat, Pi, selamat menikmati cuti bersama youtuber kondang.” Khansa melemparkan sepotong kerupuk ke arah Radit. Lelaki itu berhasil mengelak kemudian tertawa dan pergi meninggalkan rumah. Khansa memperhatikan Radit menjauh, lalu menoleh ke arah maminya yang sudah berada di depan wastafel untuk mencuci piring. Lekas-lekas Khansa habiskan makanannya dia berniat membantu Mami membereskan piring yang baru dicuci. “Mau syuting jam berapa, Sha?” tanya Wisnu. “Jam sembilan aja ya, Pi, kalau siang kan panas banget.” Wisnu melirik jam, masih pukul tujuh lebih sedikit, lelaki itu ingat, pukul delapan harus menghadiri pertemuan di kantor RW, katanya sih ada perkenalan dengan beberapa warga baru. “Kalau telat tunggu ya, Sha, papi udah janji mau ada kumpul di balai RW.” “Katanya cuti mau istirahat, malah ke balai RW, memang ada apa? Main ludo?” tanya Nina. “Sembarangan! Tadi di grup w******p RW katanya diharapkan kehadirannya karena ada pekenalan dengan beberapa warga baru.” Tiba-tiba Khansa tersedak. Demi apa perkenalan dengan warga baru, kalau begitu Zyan juga hadir, dong. Khansa buru buru menelan makanannya kemudian minum segelas air putih tergesa-gesa. Gak sabar mau bilang kepada papinya kalau dia mau ikut ke balai RW. “Pi, Shasha boleh ikut, kan?” “Ngapain?” “Ya ... biar Shasha kenalan gitu sama warga baru.” Nina yang baru saja mencuci perabotan mendekat, dia tahu betul maksud dan tujuan anak gadisnya. Bukan ingin kenalan dengan warga baru, melainkan ingin kenalan dengan Zyan Alex. Orang tua mana yang tidak ingin melihat kebahagiaan anaknya. Nina akan bahagia jika Khansa dan Radit bahagia, tetapi Nina takut Khansa akan kecewa dan sakit hati jika terus mengharapkan Zyan Alex. Ibaratnya lelaki itu adalah bintang yang bersinar jauh di langit sana, sedangkan Khansa hanyalah bunga yang tersembunyi dan akan sulit menggapai sang Bintang. “Boleh ya, Pi,” mohon Khansa. “Ya sudah, jangan lama, gak usah dandan, pertemuan dimulai pukul delapan.” “Ish Papi gak liat Khansa udah on fire ini, sudah dandan dan siap berangkat.” “Ya sudah, habisin dulu makanannya, nanti di sana kamu kelaparan.” Acungan jempol Khansa adalah pertanda dia setuju dengan perintah Maminya. Khansa dengan riang menghabiskan nasi goreng spesial porsi kuli. Rasanya gak sabar bertemu dengan Zyan di balai RW. Teman-temannya bakalan iri kalau Khansa nantinya bisa share foto bareng Zyan di grup chat Zyan Alex Fans club.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN