Namanya Khansa

1094 Kata
Setelah gadis itu lulus kuliah tidak ada banyak hal yang bisa dia lakukan selain nonton drama, jalan pagi, kulineran, bikin konten mukbang. Beberapa kali mendapat panggilan kerja, tetapi tidak pernah ada kelanjutan yang berarti. Habis interview pertama, blas tidak ada kabar lagi. Khansa sadar diri, mana ada perusahaan yang mau menerima karyawati dengan badan subur. Perempuan itu pasrah, lagipula mami dan papinya tidak kekurangan uang untuk sekadar membiayai Khansa sampai ada pria tulus yang meminang dan bertanggung jawab atas kehidupan dia ke depannya. Pagi itu, gadis berparas manis duduk di tepian teras rumah, menyaksikan kanjeng ratu alias sang mami yang sedang menjemur deretan aglonema. Tanaman yang dia rawat seperti anak sendiri, Khansa bingung apa asiknya punya tanaman hias begitu. Merepotkan. Tangan yang nyaris keriput karena termakan usia itu menyemprotkan campuran pupuk kimia yang dia beli online. Aromanya yang menyengat membuat Khansa bersungut-sungut dan pindah dari tempat duduknya. Khansa lalu berjalan dan membuka gerbang, siapa tahu ada penjual bubur ayam lewat. Pemandangan yang Khansa tangkap ketika gerbang besi setinggi satu setengah meter itu terbuka adalah mobil container yang mengangkut barang-barang. Mobil itu berhenti tepat di depan rumahnya, Khansa lega, setidaknya rumah itu tak lagi kosong. Tak lagi suram dan menyeramkan. Sudah dua tahun rumah dua lantai di depan rumahnya itu tidak berpenghuni. Hanya sesekali ada seorang wanita seumuran Bi Inah yang membersihkan dan menyiangi rumput liar di halaman. “Mi, ada tetangga baru,” ujar Khansa. Nina mengerjap, sudut matanya melirik sekilas sang putri. Lalu menyimpan cairan pestisida di samping pot bunga. Nina menghampiri Khansa, benar saja, tiga lelaki dengan rentang usia 25-30 an bahu membahu mengeluarkan barang-barang dari kontainer. Khansa menelisik, mencari sang empunya rumah. Tetapi tidak ada, hanya petugas-petugas itu saja yang terlihat sibuk mondar-mandir memindahkan barang-barang. Entah mengapa Khansa menebak penghuni baru rumah itu adalah sepasang pengantin baru yang memutuskan untuk hidup mandiri setelah menikah. Atau orang tua baru dengan bayi mungil yang sedang aktif-aktifnya merangkak. Nina, menghampiri salah satu petugas dengan penuh percaya diri, bertanya tentang calon penghuni yang keberadaannya dipertanyakan. “Dari Jakarta, Bu. Katanya dia rehat dari pekerjaannya karena cedera. Jadi pindah sementara ke sini sampai pulih dan bisa bekerja lagi.” Begitu jawaban pria bertopi biru saat Nina bertanya. Nina puas dengan jawabannya, lantas wanita itu berbalik ngajak anaknya untuk kembali ke rumahnya. “Ayo, Sha.” “Nunggu bubur, Mi,” tolak Khansa. Nina menatap anak bungsunya dengan kesal, masalahnya belum ada satu jam Khansa dan dirinya sarapan bersama. Bahkan mungkin Wisnu—Papinya Khansa sekarang belum sampai kantor. Dan Khansa malah ribut nyari pedagang bubur keliling. “Sarapan yang Mami buat gak bikin kamu kenyang, Sha?” Malu-malu Khansa menggelengkan kepalanya, dia tahu, Maminya tidak akan marah. Nina tidak akan setega itu membiarkan anak gadisnya kelaparan. Perlahan wanita separuh usia itu mendekati anaknya dan mencubit gemas pipi gembil sang anak seolah usianya masih balita. Tawa dan kebersamaan keduanya terhenti setelah mobil sport keren yang berhenti tepat di belakang truk container. Zyan Alex. Aktor papan atas yang terkenal di Indonesia bahkan Asia Tenggara berada dibalik kemudi. Jantung Khansa berdentam, tidak pernah dia sangka lelaki yang ada pada poster di dinding kamarnya kini terlihat nyata. Rambut cokelat terang dengan sedikit sentuhan warna tembaga cocok untuk kulitnya yang cerah. Khansa terus terperangah melihatnya, sampai-sampai saat tukang bubur lewat dia tidak menyadari itu. Benar, saat syuting film terbarunya Zyan dikabarkan terjatuh dari kuda karena tidak memakai stuntman. “Mingkem!” hardik Nina seraya menarik paksa tangan Khansa. Tangan Khansa terjulur, seakan ingin menggapainya. Menggapai sosok lelaki yang bagi Khansa adalah jelmaan malaikat saking gantengnya. Zyan keluar dari mobil, lalu melirik ke arah Khansa sekilas sebelum memakai kacamata hitamnya dan masuk ke dalam rumah. “Mi, Babang Zyan, Mi,” gumam Khansa. Rasanya masih seperti mimpi. Nina mengusap wajahnya, lalu merangkul putri bungsunya agar tidak kebanyakan halu. Khansa menelan ludah dan berkali-kali melirik ke arah rumah tetangganya. Hingga gerbang rumahnya ditutup Nina, barulah Khansa sadar. Dia menjerit dan loncat-loncat menciptakan hentakan antara sendal jepit dan paving. “Mi, Zyan, Mi. Zyan Alex jadi tetangga kita. Aaaaah Sasha seneng.” Tepukan pelan pada pundak barulah menghentikan tingkah Khansa. Mata berbinarnya membuat Nina geleng-geleng kepala. Usia Khansa sudah 23 tahun tapi tingkahnya masih seperti anak kemarin sore yang baru saja mengalami apa itu jatuh cinta. “Jangan malu-maluin, kamu sampai diliatin sama Mas Mas yang ngangkutin barang tadi, lho,” larang Nina. Khansa tersenyum menatap maminya. Hidungnya yang mancung perpaduan Pakistan Indonesia membuat Nina terlihat cantik di usia setengah abad lebih. “Abisnya gak nyangka bisa liat Zyan Alex di Garut. Astaga, Mi. Temen-temen kudu tahu berita ini, nih.” Nina yang mulai menyemprot kembali aglonema-aglonemanya kembali terdiam dan berusaha menghentikan langkah Khansa selanjutnya. “Sha, nanti kalau temen-temen kamu tahu Zyan di sini mereka pasti datang ke sini. Gak kasihan kamu, bukannya dia lagi memulihkan diri karena cedera? Jaga Privasi Zyan, Sha.” Khansa tercenung, benar juga. Nanti semua ribut pada datang, Khansa jadi tidak bisa menikmati keindahan Zyan sendirian. ** Hari-hari berikutnya, yang Khansa lakukan adalah nongkrong depan rumah berharap Zyan keluar dan dia bisa menyapanya sebagai ... fans mungkin, atau tetangga entahlah yang penting bertegur sapa sudah lebih dari cukup bagi perempuan berusia dua puluh tiga tahun itu. Pemilik rambut lurus berlesung pipi itu tidak pernah pantang menyerah, sambil menyelam minum air, sambil menunggu Zyan Alex keluar dari sarangnya Khansa bisa sekalian jajan bubur, batagor, pentol, cilok dan berbagai makanan yang dijual Mamang-mamang keliling komplek. Seperti kali ini, Khansa tetap di depan rumah, memindahkan perangkat syuting mukbangnya di teras. Sudah berhari-hari sejak Zyan pindah perempuan itu tidak pernah syuting Mukbang lagi. Followersnya sudah meneror dengan pertanyaan “Kapan upload video baru?” Makanan yang menjadi bahan mukbangnya kali ini adalah Baso aci kemasan yang mendadak viral, padahal sejak kecil Khansa sudah menikmati makanan itu hampir bosan. Hanya satu dari menu baso aci yang Khansa suka, yaitu tahu kering yang gurih rasa ikan. Entah ikan apa. Seperti biasa, pertama-tama Khansa memasak terlebih dahulu beberapa bungkus baso aci. Mukbang atau moekbang berasal dari gabungan dua istilah Korea yang berarti 'makan' dan 'siaran'. Secara utuh, mukbang adalah siaran yang menayangkan seorang pemandu yang sedang menyantap makanan. Makanan yang disantap biasanya dalam jumlah besar. Karenanya Khansa memasak hingga lima bungkus baso Aci instan yang sedang viral itu. Teras rumah Khansa sudah seperti tempat kursus masak, atau demo masak yang biasa dilakukan oleh sales sales peralatan dapur ke rumah-rumah warga. Seraya memasak, Khansa sesekali melihat ke arah rumah Zyan. Tertutup rapat sebagai mana rumah artis yang sedang terkena skandal. Namun, namanya jiga nyari peruntungan, siapa tahu dengan begini Zyan bisa melihat kalau Khansa itu ada. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN