Alan duduk dimeja kerjanya, memijit pangkal hidung ketika sakit kepala menyerang.
Gadis itu menghilang selama beberapa hari ini, setelah malam dimana ia meninggalkan Valery sendiri dipantry. Gadis itu tak pernah muncul lagi, bahkan Aunty Carol telah melaporkan kasus ini kepihak berwajib hingga membuat wanita itu stres. Yang lebih menganehkan lagi, Valery menghilang disertai Uncle Chris yang tidak ada kabar.
Brak!
Alan cukup terkejut, Aunty Carol memasuki ruangan kerjanya begitu saja seraya melemparkan tasnya kesembarang arah. Wajah wanita itu terlihat kesal dan letih, ia mendudukan dirinya begitu saja tepat diseberang Alan.
"Bagaimana ini Alan? Apa Aunty harus menunda acara pertunangan kalian?" Ujar Carol tertunduk lesu.
Alan mendengus kesal, Valery belum ditemukan dan ia tidak mengetahui keadaan gadis itu, namun Carol malah mempermasalahkan pertunangan.
"Aunty, hentikan semua omong kosong pertunangan. Aku hanya ingin Valery dalam keadaan baik-baik saja" protes Alan.
"Gadismu itu baik-baik saja jika bersama Christian!" Bentak Carol tak mau kalah.
"Apa?"
"Tidakkah kau mengerti? Tidak ada kabar dari Chris setelah Valery menghilang, kau pikir kemana lagi gadis itu pergi selain bersama suamiku?" Tekan Carol seraya melotokan kedua bola mata yang dihiasi maskara tebal dan bulu mata palsu itu.
"Kau terlalu cepat mengambil kesimpulan" ujar Alan seraya berdiri dari duduknya dan berdiri menatap keluar jendela.
"Bagaimana jika benar?"
"Maka aku tidak akan membiarkan itu terjadi" jawab Alan, Carol menyunggingkan senyum.
"Sebaiknya kau cepat temukan gadis itu, lalu pertunangan akan diadakan secepatnya" ujar Carol.
Alan mengernyitkan dahi, berpikir sejenak.
"Apa Uncle Chris memiliki tempat tinggal lain? Diluar kota mungkin."
Carol menggeleng, berpikir keras dimana pria itu biasa membawanya dahulu.
"Ada suatu tempat dimana Chris melakukan kegiatan anehnya ketika bercinta, tapi aku tidak yakin ia masih kesana" kata Carol sambil berpikir.
"Mungkinkah?"
"Kenapa kau tidak mencobanya?" Ujar Alan meyakinkan.
...
Valery mengerjapkan kedua matanya, kepalanya terasa sakit dan tubuhnya terasa mati rasa. Ia melirik kekanan dan kiri, masih dalam keadaan terbaring Valery melihat sekeliling.
Ternyata itu semua bukan mimpi, semua itu benar adanya dan ia masih berada didalam ruangan terkutuk tersebut. Valery melihat perlatan aneh itu lagi, bergantungan dengan indah dilangit-langit ruanhan dan tertata rapi dilemari kaca.
Gadis itu bergidik ngeri, masih terngiang dikepalanya ketika Chris dengan sengaja membius dirinya dan akhirnya Valery kehilangan kesadarannya hingga detik ini.
Valery mencoba mendudukan dirinya dengan perlahan, ia mengernyitkan dahi ketika melihat kedua kakinya diperban. Valery masih mengingatnya, ketika dirinya harus berjalan dengan kaki telanjang menyusuri jalan kerikil dan rerumputan.
Valery mencoba berdiri, menyesuaikan telapak kakinya yang terasa masih nyeri.
....
Sementara diluar rumah tersebut, Chris menyesap dalam-dalam rokoknya. Merasakan kesunyian yang ada disana, benar-benar tenang dan tidak ada tekanan. Ingin sekali ia menikmati suasana ini selamanya, bersama Valery, terlepas dari Carol adalah hal yang selalu ia dambakan. Meninggalkan dunia hingar bingar meskipun hanya sebentar mungkin dapat menghilangkan kegilaannya sejenak.
Valery bagaikan penenang baginya, bagaikan dewi surga senyuman dan canda tawa gadis itu mampu membuat hatinya merasa tentram. Dan Chris sangat menginginkan hal-hal yang seperti itu dari pada harus hidup tanpa rasa kasih sayang dengan segala kemewahan yang ada didalamnya, hanya karena orang tuanya ia menikah dengan Carol.
Valery terkejut setengah mati, satu-satunya pintu diruangan tersebut tiba-tiba saja terbuka. Menampilkan seseorang yang ia benci setengah mati, Chris berdiri diambang pintu sementara ia berdiri dengan dress lusuhnya disamping ranjang. Keduanya terdiam cukup lama, bertemu pandang namun hanya menatap satu sama lain.
Ingin berlari namun kedua kaki Valery masih terasa perih, Chris membanting pintu, menutupnya dengan rapat lalu menguncinya. Jantung Valery berdegub dengan kencang, berdoa dalam hati agar pria itu tak menyakitinya.
Chris berjalan santai kearah Valery dengan wajah datar, wajah pria itu sama sekali tidak dapat ia tebak. Marahkah ia, kesalkah ia? Valery tidak mengerti, hanya datar.
"Menikahlah denganku!" Ujar Chris seraya mengelus lembut pelipis gadis itu hingga pipi mulusnya, kedua mata Valery terpejam, kini kegilaan apa lagi yang akan dilakukan Chris.
"Bagaimana jika aku berkata tidak?" Chris menghembuskan nafas kasar, deru nafas panas pria itu menerpa dahinya.
"Maka aku akan memaksamu" ancamnya lalu mencoba mengecup bibir Valery namun gadis itu menghindarinya, membuat Chris frustasi dan akhirnya mencengkram kuat kedua bahu gadis itu.
"Don't fight me, baby!" Desis Chris, Valery hanya bisa mengerutkan dahinya karena takut, seperti biasa jika pria itu terlihat marah Valery hanya bisa terdiam.
"Sakit Chris...." rintih Valery merasakan sakit akibat cengkraman pria itu dibahunya.
"Aku bisa membuatmu lebih sakit dari ini" Valery merinding mendengarnya, ingin sekali ia kabur dari pria yang jelas-jelas telah mengidap penyakit kejiwaan ini.
"Please Chris, let me go!"
"Sudah ku bilang, kau akan tetap bersamaku Valery!" Bentak Chris tepat diwajah Valery, menarik lengan gadis itu kesudut ruangan dan Valery hanya bisa mengikuti pria itu sebelum tubuh dan hatinya lebih tersakiti lagi.
"No Chris, please.... apa yang kau lakukan?" Protes Valery ketika Chris merobek seluruh pakaiannya dan membiarkan tubuhnya polos tanpa sehelai benangpun.
Tak sampai disitu, Chris mengambil sebuah tali dan mengikatnya simpul diantara tubuh Valery. Valery sempat berontak namun Chris kembali dengan wajah jahat dan mengacamnya, Valery hanya bisa terisak dan membiarkan pria itu melakukan tugasnya.
Kedua tangan Valery tak dapat bergerak, Chris segera menekan tubuh Valery agar telungkup disebuah meja dengan kaki masih menopang diatas lantai.
Bongkahan padat milik gadis itu menjadi sasaran Chris, dengan gemas pria itu menampar dan menelusupkan jemarinya dibagian inti Valery, tanpa sadar kini gadis itu tengah menitikan air mata.
Valery menoleh kebelakang, tapi sepertinya Chris tidak suka jika kegiatannya dilihat oleh gadis itu sehingga Chris mengambil sebuah kain hitam dari dalam lemari dan menutup kedua mata indah itu.
"Is this what you dreamed of, baby?" Desis Chris masih menampar bokongnya dengan sebuah benda yang diketahui Valery seperti pemukul nyamuk tersebut, entahlah, Valery tidak mengerti.
Chris berjalan menuju lemari kaca, mengambil sebuah benda bulat berwarna merah atau yang biasa disebut ballgag, mencengkram kuat kedua pipi Valery agar mulutnya terbuka lalu memasang benda tersebut dimulutnya.
Gadis itu menjerit sejadi-jadinya, saat liurnya menetes keluar dan membuat Chris sungguh menggila melihatnya.
"Such a sexy...." gumam pria itu.
Lalu Chris memasangkan sebuah kalung dengan rantai panjang seperti untuk binatang peliharaan.
Ia memundurkan tubuh, melihat pemandangan yang selama ini selalu ia idamkan dan bayangkan kini menjadi nyata.
Objek kegilaannya yaitu Valery dalam kondisi seperti ini, membuatnya tidak akan pernah melepaskan gadis itu hingga akhir dunia.