Big Trouble

1150 Kata
"Untuk apa ciuman tadi, Valery?" Valery menatap punggung pria yang tengah membelakanginya saat ini, tak percaya ia berani melakukan hal tersebut hanya untuk membalas sakit hatinya karena ucapan Chris kemarin. Valery berani bersumpah, ia melakukan itu hanya untuk membuat Chris cemburu kepadanya, tak bermaksud memperalat Alan untuk membantunya, sungguh Valery telah menyesal telah melakukannya. "Maafkan aku, itu tidak akan terulang lagi" cicit Valery. Alan menghembuskan nafas kasar, "aku akan kembali keperayaan, mereka pasti mencariku" ujar Alan tanpa menatap Valery dan meninggalkan gadis itu terduduk sendiri. Valery tertunduk lesu, bahunya terasa lemas dan semua ini salahnya. Tak seharusnya ia melakukan hal itu pada Alan jika akhinya ia tak menginginkannya. Valery bahkan merasa risih pada dirinya sendiri, mengapa ia menyentuh pria lain selain pria itu. Chris... Dimana ia sekarang? Valery mendongakan kepala, menelusuri setiap ruangan sepi itu. Tidak ada seorangpun, syukurlah, ujar gadis itu dalam hati. Karena biasanya pria itu selalu muncul secara tiba-tiba. "Aku harus segera mendampingi Alan" ujar Valery. Ia berdiri seraya merapihkan riasan rambut dan wajahnya lalu berlari menuju aula utama. Namun tubuhnya menabrak seseorang, seseorang dengan tubuh kokoh yang berhasil membuatnya jatuh kelantai. Valery meringis, bokongnya terasa sakit setelah terjatuh kelantai, ia melihat sepatu hitam mengkilap dihadapannya. Lalu mendongak melihat pemiliknya, pria itu mengetatkan rahangnya. Terlihat dengan jelas kemarahan yang menguar dari raut wajah pria itu, wajah yang tampan dengan bulu halus menutupi rahang itu tertutupi oleh amarah. Dan Valery merutuk dirinya sendiri, ini adalah awal kesengsaraannya dan ia hanya bisa terdiam, memohon ampunpun kini sudah tak guna lagi, ia telah membangunkan banteng pemarah itu. Chris menghembuskan nafas kasar, tanpa basa-basi ia menarik pergelangan tangan Valery. Gadis itu sempat menjerit dan melakukan perlawanan ketika Chris menariknya, namun usahanya pasti sia-sia ketika pria itu sudah menunjukan tanduknya. "No Chris, kumohon" rintih Valery, pergelangan tangannya terasa sakit akibat cengkraman Chris. "Kau telah melakukan hal yang fatal Valery, dan aku tidak akan meminta maaf jika malam ini aku akan menghancurkanmu" desis Chris, membuat gadis itu makin ketakutan. Valery ingin meminta maaf, namun lidahnya terasa kelu untuk mengeluarkan kata karena ia terus mengemis kepada pria itu untuk melepaskannya. Chris menyeret Valery keluar dari bangunan hotel tersebut, menghilang disemak-semak tanpa siapapun mengetahuinya. ... Alan menegak segelas minuman berakohol seusai acara, ia duduk sendiri tanpa siapapun menemaninya. Frustasi, tentu saja. Gadis itu mempermainkannya begitu saja, dan pergi entah kemana dalam keadaan ponsel mati. Sial.... Alan mengumpat, kerah baju dan dasinya sudah tidak beraturan lagi, keringat membasahi kemejanya. Penampilannya yang urak-urakan tak mengurangi nilai ketampanan pria itu. "Kau lemah Alan, menjerat hatinya saja kau tidak mampu" ujar wanita disebelahnya, sungguh saat ini Alan ingin menampar wanita itu sekarang juga karena telah meremehkan dirinya. Sedari dulu ia tahu, Valery adalah gadis keras kepala yang sayangnya sangat susah untuk didekati, tapi sekarang Alan mengerti alasannya. Itu semua karena pamannya.... "Kau harus berhasil menjeratnya Alan, akan kupercepat acara pertunangan kalian dan kau akan mendapatkan gadis itu selamanya" "Bagaimana jika ia menolak?" Tanya Alan. Wanita itu tersenyum sinis, tak habis akal untuk memisahkan Valery dan Chris. "Dia tidak akan menolaknya, percayalah padaku" "Yes Aunty...." ujar Alan malas, melanjutkan acara minumnya yang hanya seorang diri. Apapun rencana Carol selanjutnya akan ia turuti demi gadis itu. Gaun tipis itu telah sobek dibagian bawahnya, kedua kaki mulus itu berjalan tertatih tanpa mengenakan alas. Riasan wajahnya sudah tak beraturan dan penampilannya kini tengah urak-urakan, gelungan rambutnyapun kini telah lepas dan membuat rambut indah itu terurai tak beraturan. Chris terus menarik lengan Valery, entah kemana Valery terus berjalan karena paksaan pria itu. Rumput ilalang yang tinggi disekitar pohon pinus yang lebat, sudah beberapa menit mereka berjalan kaki dan Valery sangat lelah. Heels nya ia buang kesembarang sedari tadi dan Chris seakan tidak perduli akan keletihannya. "Chris, kita mau kemana?" Cicit gadis itu dengan suara tergesa, nafasnya hampir habis karena terus berjalan tanpa arah. "Menculikmu" ujar pria itu acuh. Valery bergidik ngeri, dia tidak serius bukan? Batin Valery. Hingga beberapa meter kemudian, terlihat sebuah rumah kecil yang terbuat dari kayu dan terlihat usang. Melihatnya, Valery segera menarik tangannya. Takut jika yang dikatakan Chris barusan adalah benar. "Tidak Chris, aku mau pulang kerumah!" Ujar Valery ingin kabur dari pria itu, namun Chris menahannya. "Rumahmu adalah bersamaku, Val" ujar Chris dengan suara baritonnya dan langsung membopong tubuh Valery layaknya karung beras. Valery berusaha berontak, memukul bahu pria itu dan mengupat tidak jelas, namun setelah beberapa menit gadis yang berada digendongannya itu hanya terdiam tanpa suara. "Kau hanya membuang tenaga" ujar Chris acuh dan tak lama mereka memasuki rumah tersebut. Valery tak dapat melihat isinya karena posisinya yang sangat tidak menguntungkan kali ini, ia hanya bisa merasakan bahwa pria itu menuruni tangga yang terdengar seperti ruangan bawah tanah. Mengetahui dirinya dalam bahaya, timbul rasa takut dalam gadis itu. Chris sepertinya telah mengambil tindakan diluar nalar. "Christian, turunkan aku! Kau bawa aku kemana?" Tanya Valery yang mulai gusar. "Sudah ku bilang, aku akan menculikmu" jawab pria itu dengan entengnya. Valery kemudian menjerit kencang, jeritannya terdengar memantul hingga sudut ruangan dan Valery tak mengerti mengapa Chris berjalan seolah berada didalam sebuah terowongan. Suasana mulai dingin dan gelap, Valery tidak dapat melihat apapun. Hingga disudut ruangan, Valery mendengar pintu berdecit dengan nyaring. Chris membuka sebuah ruangan dan menyalakan saklar lampu. Ia menjatuhkan Valery diatas lantai membuat gadis itu mengumpat karena tubuhnya terasa sakit terjatuh dilantai yang dingin. Chris menyalakan seluruh lampu ruangan, ruangan dengan suasana menyeramkan itu terbilang cukup luas. Valery berdiri dengan kedua mata melotot tak percaya, mulutnya terbuka dan jantungnya berdebar dengan kencang. Mengamati ruangan dengan suasana sadism yang biasanya hanya bisa ia liat ditelevisi. Terdapat satu ranjang berwarna merah dan sofa yang terlihat empuk, borgol besi tertata dengan rapi disebuah etalase. Begitupun dengan peralatan yang Valery sendiri tidak mengerti, tali-temali bergantung rapi diatas langit-langit ruangan. Pria itu membuka jasnya dengan wajah jahatnya, Valery memundurkan langkah dengan pelan. Chris pasti sudah gila, batin gadis itu. Dari mana pria itu mendapatkan semua peralatan gila itu? Cambuk? Paddle? Borgol? Rantai? Valery bergidik ngeri, sementara pria itu menatapnya dari kejauhan dengan pandangan lapar. Valery mundur teratur begitu melihat Chris menuju kearahnya dengan langkah besar, Valery berlari keluar dari ruangan tersebut. Berlari sekencang mungkin dengan air mata berjatuhan, takut dan sedih bercampur menjadi satu. Mengapa pria itu menjadi segila itu? Valery menerobos kegelapan, namun langkahnya terhenti setelah menemukan jalan buntu. Tidak, lorong itu buntu. Ia segera meraba dinding, berharap dapat menemukan sebuah pintu atau jalan keluar, namun lengan besar dibahunya menghentikan aksinya. "Tidak, Chris! Aku mau pulang!" Cecar Valery seraya berontak pada pria itu. Chris segera mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya yang tak dapat Valery lihat dengan jelas karena gelap, Chris menempelkan sebuah sapu tangan dihidung gadis itu dan menekannya dengan kuat agar Valery tak dapat berontak. Valery terus memukul tangan Chris, namun kesadarannya kian menipis ketika pada akhirnya ia menghirup sapu tangan tersebut. "Aku... aku membencimu" ujar Valery sebelum akhirnya ia kehilangan kesadarannya. "Aku juga mencintaimu, sayang...." balas Chris seraya mendekap tubuh Valery dengan kuat dan mengecup dahi gadis itu dengan mesra.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN