Chapter 25

1450 Kata
Luka sobekan yang ada di kaki kiri Hill Yustard sudah sepenuhnya sembuh dan pulih, jadi seperti sedia kala, mulus kembali. Itu berkat pertolongan dari Yuna yang menyembuhkannya menggunakan kekuatan penyembuhan khas malaikat, dan sepertinya dia berhasil melakukannya tanpa cela, syukurlah, padahal sebetulnya, gadis itu baru mempelajari kekuatan penyembuhan di sekolahnya beberapa bulan yang lalu, bahkan belum sampai ke tahap praktek sekali pun, dia hanya mengingat teorinya saja, tapi seperti yang diharapkan dari siswi ranking satu, segala hal mampu dilakukannya. "Aku benar-benar meminta maaf, karena telah seenaknya menuduh kalian sebagai iblis, aku memang bodoh, jika kau membenciku, aku akan menerima perasaan itu, karena aku memang pantas mendapatkannya." Hill Yustard menundukkan kepalanya, suaranya direndahkan dengan sedikit isakan, kedua matanya pun jadi sayu, tak ada semangat di hatinya, yang ada, hanyalah penyesalan. Angin super dingin bertiup kencang di hutan tempat mereka diam saat ini, salju mulai berjatuhan kembali dari langit, semakin menimbun tanah yang sudah sangat memutih. Atmosfirnya sampai membuat Zapar jadi menggigil kedinginan. "Brrr! Yun! Ba-Bagaimana kalau kita cari tempat berteduh, di sini terlalu dingin! Ra-Rasanya aku bisa mati, kawan!" pekik Zapar dengan tubuh yang bergetar, kedua lengannya langsung memeluk dadanya sendiri, untuk membuat sebuah kehangatan, walau hanya berakhir sia-sia. Merasakan hal yang sama, Yuna pun mengangguk dan menoleh pada Zapar, "Ya, aku setuju! Tapi, kau harus membawa Hill bersama kita, walau luka pada kakinya sudah kusembuhkan, tapi dia baru saja pulih, dan juga aku tidak mau dia mati kedinginan di sini," Zapar langsung paham mendengar perintah dari Yuna, dia pun menghampiri lelaki elf itu dengan langkah yang gemetar, karena kedinginan. Yuna kembali menatap Hill Yustard dengan pandangan datar, "Kau tidak perlu menyesalinya, kami juga tidak akan membencimu, jadi, jangan dipikirkan, Hill Yustard." Setelah mengatakan itu, Yuna beranjak berdiri, membiarkan Zapar menggendong tubuh lelaki elf itu. "Uwoh! Berat sekali tubuhmu, kawan!" kata Zapar dengan mengangkat badan Hill Yustard, kemudian, malaikat ceroboh itu berkata pada lelaki elf dengan nada yang berat, "Seperti yang dikatakan Yun, kau tidak usah memikirkan kejadian tadi, kawan! Yang lalu biarlah berlalu! Sekarang, kita adalah teman!" Walaupun Zapar dan Yuna berkata demikian, Hill Yustard tetap tak bisa melupakan kebodohannya, karena menurutnya, kelakuannya tidak bisa dimaafkan begitu saja, ingin sekali rasanya dia menghajar wajahnya sendiri. "Ah, mengenai pedang milikmu, Hill!" Yuna mendadak ingat sesuatu. "Bagaimana cara untuk membawanya? Maksudku, itu pasti senjata kesayanganmu, kan? Kau tidak mungkin meninggalkannya begitu saja di sini, kan? Tapi, sepertinya aku tidak bisa membawanya karena pedang itu tidak dapat disentuh oleh orang selain dirimu, kan, Hill? Jadi, bagaimana?" Mendengar perkataan dari Yuna, Hill menolehkan pandangannya pada gadis berambut biru itu, "Aku sudah tidak membutuhkannya lagi, biarkan saja." "Eh?" Yuna kaget. "Kau yakin?" Hill menganggukkan kepalanya. Dan akhirnya, mereka pun pergi meninggalkan pedang milik Hill Yustard yang tergeletak di permukaan salju. Sebenarnya, senjata itu adalah benda pemberian dari seseorang yang berharga bagi lelaki elf itu, tapi karena dia telah memakainya untuk bertarung melawan dua malaikat suci yang tidak bersalah, Hill tidak mau menyentuhnya lagi, karena itu hanya akan membuatnya mengingat kejadian yang tadi. Zapar dan Yuna berjalan menerobos badai salju yang sangat besar, mereka terus melangkahkan kakinya demi mencari tempat yang hangat, tapi sejauh ini, kenekatan mereka belum mendapatkan hasil, karena masih belum terlihat adanya tempat semacam itu. Hill yang kini berada digendongan Zapar, hanya bisa pasrah, dia menyerahkan segalanya pada kedua malaikat tersebut. Dia sebetulnya mampu berjalan, tapi sayang, Yuna malah melarangnya, membuat dirinya hanya menjadi beban di tengah perjuangan mereka melawan badai salju. Merasa sudah berjalan cukup jauh, dan energi mereka pun sudah terkuras, tapi tetap saja, yang mereka temukan hanyalah pepohonan gundul saja, tak ada sesuatu yang dapat dijadikan tempat bernaung untuk sementara. Sungguh, Yuna dan Zapar sudah tidak kuat lagi menahan cuaca dingin ini, rintikan hujan salju menerpa wajah mereka, membuat tulang mereka menjadi semakin gemetar, rasanya mereka bisa saja membeku di sini. "Ayolah!! Kita sudah berjalan beratus-ratus meter tapi mengapa!? Ini benar-benar menjengkelkan, kawan!" Zapar berteriak-teriak meluapkan kekesalannya. "Iya, kau benar, Zapar, aku juga kesal, padahal--Eh? Tunggu! Mengapa kita tidak terbang saja!? Bukankah kita punya sayap!?" Yuna benar-benar tidak ingat soal itu, sungguh, mengapa mereka juga mengalami hal yang sama seperti Raiga, melupakan anggota tubuhnya sendiri. Konyol sekali. "AH! SIALAN! HARUSNYA KAU BILANG DARI TADI, YUUUUN!!" Zapar langsung melemparkan bentakan kencang pada Yuna, membuat gadis itu terbelalak. Tidak terima diperlakukan seperti itu, Yuna jadi berapi-api, "MENGAPA KAU JADI MARAH BEGITU PADAKU!? LAGIPULA, INI JUGA SALAHMU! DAN APA ITU!? DARI DULU SUDAH KUKATAKAN PADAMU! NAMAKU ADALAH 'YUNA' BUKAN YUN!" Zapar juga kembali melontarkan bentakan-bentakan lain pada Yuna, dan gadis itu pun tidak mau kalah begitu saja, pada akhirnya, yang terjadi, mereka malah bertengkar hebat di tengah-tengah badai salju, tanpa peduli pada keadaan Hill Yustard yang kini jatuh terjengkang ke tanah bersalju dikarenakan malaikat berambut merah itu melepaskan gendongannya secara tidak sadar. Setelah pertengkaran tersebut dimenangkan oleh Yuna, mereka berdua pun mengaktifkan sayapnya masing-masing dan meloncat terbang, meninggalkan hutan itu. Hill Yustard digendong kembali oleh Zapar, mereka bertiga berjuang melawan badai salju yang ada di langit, yang ternyata jauh lebih mengerikan jika dibandingkan yang di hutan tadi. "Teruslah terbang ke depan, Yun! Jangan sampai jatuh!" Zapar berteriak dari samping Yuna, mencoba menyemangati sahabatnya agar jangan menyerah. "Kau tidak perlu memberitahuku!" Mereka terus terbang semakin cepat dan cepat, melaju ke depan, mengepakkan sayapnya masing-masing sekuat tenaga, agar bisa keluar dari badai yang mengerikan itu. "Akhirnya! Aku bisa istirahat juga! Seluruh tubuhku pegal-pegal!" ucap Zapar setelah mereka sampai di sebuah gua besar yang dijadikan sebagai tempat peristirahatan sementara. Mereka berhasil keluar dari badai mengerikan tersebut. Yuna menghela napasnya, dia sedang menenggelamkan diri di kolam air hangat, yang kebetulan tersedia di dalam gua besar tersebut. Memandikkan tubuhnya dengan air hangat setelah terkena badai salju, merupakan kenikmatan yang luar biasa. "Ah, andai saja aku mengaktifkan sayapku lebih awal, mungkin aku tidak akan menderita seperti tadi, sungguh, baru kali ini aku lupa. Jangan-jangan aku tertular virus bodohnya Zapar." cibir Yuna dengan suara yang sengaja dinyaringkan agar didengar oleh Zapar. "Ayolah, Yun!" seru Zapar dengan jengkel. "Yang lalu biarlah berlalu! Kawan!" Duduk menyenderkan punggungnya ke dinding gua, Hill Yustard tersenyum menyaksikan pertengkaran Zapar dan Yuna yang kembali memanas. "Apa kalian selalu seperti ini?" tanya Hill dengan tersenyum kecil. "Ya, kadang-kadang, memangnya kenapa, kawan? Apa kau baru pertama kalinya melihat orang bertengkar?" Zapar melirik Hill Yustard. "Ya, aku baru pertama kali melihat orang bertengkar, karena di dunia Rebula, pertengkaran sangat dilarang, bisa dijatuhi hukuman berat." Zapar dan Yuna terbelalak mendengarnya, mereka tidak percaya kalau sesuatu yang sepele bisa dijatuhi hukuman, ternyata mitos yang sering mereka dengar benar, setiap wilayah punya aturan anehnya masing-masing. "Tapi kami tidak bertengkar sungguhan, Hill," kata Yuna dengan menghembuskan napas lelah. "Kami hanya bercanda, lagipula, jika itu sungguhan, orang bodoh seperti Zapar dapat kukalahkan dengan sangat mudah." ejek Yuna dengan terkikik-kikik. "Hey! Hey! Jangan memulai pertengkaran, Yun!" "Jangan panggil aku dengan sebutan itu! Bodoh!" "Lalu aku harus memanggilmu dengan sebutan apa, kawan!?" "Cukup nama depanku saja!" Lalu Yuna menoleh pada Hill. "Dan pertengkaran ini pun, kami tidak sedang serius, Hill, jadi, apakah kami akan tetap dijatuhi hukuman?" "Aku tidak tahu, tapi ngomong-ngomong, ada sesuatu yang ingin kutanyakan pada kalian berdua." *** Sementara itu, di dunia iblis. "Tuan Raiga, matahari sudah terbit," Chogo, dengan wujud gadis manusianya, menggoyang-goyangkan tubuh Raiga yang sedang tertidur nyenyak di sampingnya. "Kumohon bangunlah, Tuan Raiga, matahari sudah menyingsing." "Hoaaaam~" Raiga menguap lebar lalu membuka matanya secara perlahan, dia menatap gadis berambut putih yang sedang duduk di dekatnya, "Siapa kau?" "Aku Chogooooo!" balas gadis itu dengan nada yang manja. "Daripada itu, cepatlah bangun, aku sudah menyiapkan sarapan untukmu. Oh, jika kau ingin mandi, aku juga sudah menyiapkan kamar mandi yang bersih. Jika Tuan Raiga membutuhkan hal lain, bilang saja padaku!" Mendengar penjelasan dari Chogo membuat Raiga tertegun, tidak pernah terbayangkan ada hari dimana dia bisa dimanjakan oleh seorang gadis, padahal masih pagi, tapi orang itu sudah menyiapkan semua kebutuhannya dengan cepat. Raiga jadi bertanya-tanya, sebenarnya Chogo bangun pukul berapa sampai sempat menyiapkan itu semua? "Terima kasih, Chog--" BRAK! Saat Raiga akan mengucapkan terima kasih pada Chogo, perkataannya terpotong oleh sesuatu yang jatuh dari langit ke area pertokoan, sampai mengeluarkan suara yang lumayan keras, membuat mereka berdua terkejut. "Tuan Raiga!" Chogo berteriak saat matanya menangkap sesuatu yang terbang melesat ke arah tuannya yang sedang duduk. "Awas!" BUG! Terlambat, Raiga telah tertangkap oleh sesuatu yang terbang itu, dan bocah pemalas itu dibawa pergi dari hadapan Chogo, membuat gadis itu menggeram seperti kucing, tak terima melihat itu. "KEMBALIKAN! TUANKU! b******k!" Chogo langsung berlari mengejarnya dengan melompat-lompat seperti kucing ke tiap atap-atap gedung yang tinggi. Pergerakan Chogo lincah sekali jika dia sedang marah. Chogo akan mengejarnya bahkan sampai ke ujung dunia sekali pun, tidak ada yang boleh merebut majikannya, siapa pun itu! Chogo sampai punya niatan untuk mencabik-cabik orang yang berani membawa Tuan Raiga dari hadapannya. BERSAMBUNG...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN