Chapter 17

1123 Kata
"Eh? Kau siapa?" Setelah sampai di gerbang rumahnya, Zapar menonaktifkan sayap merahnya dan secara kebetulan, dia berpapasan dengan sebuah bayangan hitam yang berdiri di tengah gerbang sambil terkekeh-kekeh, menurut Zapar, makhluk itu mencurigakan. Karena itulah dia mengagetkan bayangan itu dengan langsung melontarkan pertanyaan dari punggung makhluk itu. Sadar ada seseorang yang menemukan keberadaannya, bayangan hitam itu segera bersiap-siap untuk menghilangkan tubuhnya dari tempat itu, tapi sayang sekali, Zapar malah berjalan semakin dekat membuatnya gelagapan. "Ak-aku bukan siapa-siapa! Aku bukan siapa-siapa! Aku hanyalah sebuah bayangan yang tidak pantas kau hiraukan." "Sebuah bayangan? Bisa bicara?" Zapar mengernyitkan dahi tidak percaya. "Yang benar saja, kawan?" Karena sudah ketahuan, tidak ada lagi hal yang harus dia sembunyikan pada pemuda berambut merah jabrik yang ada di belakangnya itu. Bayangan hitam itu langsung berubah menjadi sesosok pria berpenampilan serba hitam, membuat Zapar kaget. "Ini adalah sosok yang sesungguhnya dariku, sekarang, kau mau apa?" tanya pria misterius itu pada Zapar dengan suara baritonenya yang tegas. "Hmmm," Zapar menyipitkan matanya, menerka-nerka, sebenarnya apa yang pria ini lakukan di depan rumahnya dengan berwujud menjadi sebuah bayangan? "Apa tujuanmu datang ke rumahku? Apa kau seorang mata-mata?" Pria itu hampir tersedak ludah saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan Zapar, dia sedikit bingung harus menjawab apa karena dugaan pemuda itu memang benar. Dia adalah seorang mata-mata. "Aku .. aku hanya orang lewat, kebetulan---" Bruk! Zapar langsung menabrakkan keningnya ke d**a pria misterius itu, membuat mereka berdua terguncang untuk sesaat. Lalu, Zapar menatap wajah pria itu dari jarak yang sangat teramat dekat. Mereka seperti seseorang yang hampir ciuman saja, tapi sebenarnya, Zapar sedang membisikkan sesuatu. "Aku akan laporkan kau ke polisi," bisik Zapar dengan wajah menindas. "Itu jika kau menolak perintahku, kalau kau patuh padaku, aku akan membebaskanmu, aku sudah merekam aksimu di dalam otakku, kalau aku serius, bisa saja aku memberikan kopian rekaman otakku kepada pihak polisi, tapi aku tidak sejahat itu, jadi, bagaimana? Apa kau mau patuh padaku, kawan?" Zapar rupanya sedang melakukam ancaman pada pria misterius itu, sungguh, tindakannya sama sekali tidak mencerminkan sebagai malaikat. "Ba-baiklah, aku akan mematuhi apa pun perintahmu, tapi kumohon, jangan laporkan aku ke polisi, Anak Muda." Zapar tersenyum dan mengangguk. "Hahah! Itu artinya, kita sudah melakukan kesepakatan, kawan!" Zapar langsung mengalungkan tali pada leher pria itu, kemudian dia berjalan sambil membawa tali itu, membuat pria misterius itu seperti seekor kucing peliharaan yang sedang dibawa jalan-jalan oleh majikannya. "Ayo! Ikuti aku!" ☆☆☆ "Uhuk! Uhuk!" Melios sudah sampai di kamarnya, kini, dia sedang dirawat oleh ibunya. Melios terbaring di atas kasur dengan kening ditempeli kain kompresan. Seluruh tubuhnya luka-luka akibat pertarungannya melawan Zapar siang tadi di jalanan, tapi dia berbohong pada ibunya kalau dia hanya kesandung di trotoar. "Zapar," ucap Melios dengan mata yang merenung memandang langit-langit kamarnya. "Kau orang yang menarik." Melios tersenyum dalam keheningan, dia masih mengingat kata-kata Zapar yang membuatnya terkejut saat itu. Terserah kau masih ingin menganggapku musuh atau apalah, yang jelas, detik ini, kau sudah tercatat menjadi teman baruku, kawan! Itu adalah suatu kalimat yang mampu menggetarkan jiwa Melios dalam sesaat, sungguh, baru kali ini dia bertemu dengan orang semenarik Zapar. Dia agak menyesal karena menantangnya bertarung, padahal, dia masih belum tahu kepribadian Zapar seperti apa. Setelah kejadian ini, Melios berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menilai orang dari statusnya saja. Zapar berstatus temannya Raiga. Dan Raiga adalah musuh Melios, karena hal itulah, lelaki pirang ini langsung menilai kalau Zapar adalah musuhnya hanya karena pemuda konyol itu berteman dengan Raiga. Padahal seharusnya dia tidak boleh begitu, semua orang punya kepribadian yang berbeda-beda, dan tentu saja, tidak semua orang menjadi musuhmu hanya karena mereka bergaul dengan musuh bebuyutanmu. Tapi tunggu dulu, Melios juga hampir mengingat sesuatu soal Raiga dari Felis, ibu kandung musuhnya. Felis pernah mengatakan padanya kalau Raiga itu sebenarnya anak baik walau terlihat pemalas dan acuh tak acuh. "Aku pikir, selama ini aku berjalan di jalan yang salah," kata Melios dengan mata yang sayu. "Apakah aku harus meminta maaf pada mereka? Tapi ...." ☆☆☆ BELEDAR! BUAG! CETAR! Suara-suara tabrakan antara serangan Raiga dan Tuan Garelio memenuhi rumah Zapar, tepatnya di ruang tamu. Sementara Yuna masih tergeletak di lantai dengan darah yang mengucur dari mulutnya. Istri Tuan Garelio yang mengenakan pakaian pelayan hanya bisa mengintip pertarungan itu dari jendela sambil memanjatkan doa agar pertumpahan darah itu bisa berakhir. Dia cemas jika rumahnya hancur karena pertarungan sepele itu. "Ini gawat sekali! Kumohon, ya Tuhan! Akhirilah pertikaian itu! Aku tidak kuat lagi melihat rumahku berantakan." Di dalam, Raiga terus memberikan pukulan-pukulan pada Tuan Garelio, tapi sayangnya, serangan-serangan yang dia berikan selalu berhasil ditahan atau dihindari oleh lawannya, membuatnya semakin kesal saja. Sayap biru yang melebar di punggung Raiga menandakan kalau saat ini dia adalah seorang malaikat yang ingin membalaskan demdamnya pada musuh. Mungkin Raiga tidak tahan melihat Yuna jatuh pingsan di hadapannya, seakan-akan hidupnya hancur begitu saja, membuatnya melakukan tindakan ceroboh untuk memulai pertarungan melawan malaikat elit tingkat ke sembilan. "WUAAAARGH!" Raiga melayangkan pukulan pada pipi Tuan Garelio, tapi lagi-lagi dia gagal karena malaikat elit itu dapat menghindarinya dengan sangat mudah. Sama seperti Zapar melawan Melios. Pertarungan antara Raiga dan Tuan Garelio juga berat sebelah, bayangkan saja, anak SMP bertarung melawan pasukan elit? Tentu saja mustahil untuk memenangkan pertarungan bagi anak SMP, tapi sangat mudah bagi pasukan elit. Sampai sekarang pun Tuan Garelio masih menahan diri, jika dia mau serius, mungkin dari awal Raiga sudah tewas oleh serangan dahsyatnya. "Jangan menahan diri! Malaikat sialan! Keluarkan semua kemampuanmu untuk melawanku!" teriak Raiga dengan mata yang sudah memerah marah. Saat ini, jiwa Raiga hampir dikuasai oleh iblis. Balas dendam, adalah salah satu sifat iblis yang bisa muncul di setiap makhluk, termasuk malaikat. Seharusnya sayap Raiga berwarna putih cerah, tapi karena hatinya sedang keruh akibat ingin melakukan pembalasan dendam, akhirnya sayap miliknya ternodai dengan warna biru. Jika dibandingkan dengan Zapar, sayap Raiga lebih parah dari pemuda berambut merah itu. Merah dan biru adalah lambang seorang malaikat yang mulai kerasukan iblis, tapi lebih menakutkan warna biru karena itu bisa membuat malaikat itu berpindah menjadi seorang iblis. "HENTIKAN! PAPA! RAIGA!" Zapar langsung muncul di ambang pintu sambil membawa pria misterius tadi menggunakan tali khusus hewan peliharaan. "Papa! Hentikan! Dan Raiga! Kendalikan emosimu sekarang, kawan!" Raiga dan Tuan Garelio terkejut dan menoleh untuk melihat Zapar yang sedang berdiri di ambang pintu dengan raut wajah kekhawatiran. "Cih! Seingatku, kau sudah diusir olehku, mengapa kau berani sekali menginjakkan kakimu di rumah ini, Zapar?" Zapar tersenyum mendengarnya. "Karena aku adalah anakmu, Papa." "Anakku? Aku tidak pernah ingat kalau aku punya Anak bodoh sepertimu, semua keturunanku harus berkualitas, karena itulah, kau tidak berguna untuk menjadi anakku, Zapar," kata Tuan Garelio dengan mendengus sebal. "Sekarang, angkatkan kakimu ke luar! Anak tidak berguna." Zapar menundukkan kepalanya. Ibunya yang melihat pertengkaran itu menangis di balik jendela, dia tidak tahan lagi memandang perpecahan yang terjadi di keluarga kecilnya. BERSAMBUNG ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN