Chapter 18

1304 Kata
"Karena aku adalah anakmu, Papa." "Anakku? Aku tidak pernah ingat kalau aku punya Anak bodoh sepertimu, semua keturunanku harus berkualitas, karena itulah, kau tidak berguna untuk menjadi anakku, Zapar," kata Tuan Garelio dengan mendengus sebal. "Sekarang, angkatkan kakimu ke luar! Anak tidak berguna." Zapar menundukkan kepalanya. Ibunya yang melihat pertengkaran itu menangis di balik jendela, dia tidak tahan lagi memandang perpecahan yang terjadi di keluarga kecilnya. "Kenapa kau melakukan hal keji seperti ini pada keluargamu sendiri, Papa? Bukankah aku ini darah dagingmu? Apa kau sama sekali tidak sayang pada Putramu sendiri? Aku selalu menahannya selama ini, semua yang kau lakukan pada keluargamu sendiri, itu sangat buruk, Papa! Kumohon! Satu kali ini saja! Aku ingin kau menjadi Ayah yang baik!" Zapar menyerukan amarahnya yang selalu dia pendam dari dulu, meluapkan emosinya dengan suara yang begitu keras hingga ibunya mendengar dan kaget. Sementara Tuan Garelio malah mendengus jijik pada Zapar, seakan-akan semua yang  dikatakan oleh anaknya adalah sampah. "Kalau kau memaksa, baiklah, aku akan menjadi Ayah yang baik untukmu, Zapar," Tuan Garelio tersenyum licik dan tiba-tiba, dia menembakkan sebuah cahaya yang sama seperti sebelumnya pada Zapar dari ujung telunjuknya. Cahaya itu melesat dengan cepat sampai Zapar sendiri tidak bisa melihatnya. "Tapi setelah kau mati di depanku." BLATS! Dengan berlari kencang, Raiga yang masih mengamuk langsung melebarkan sayap birunya dan sampai di hadapan Zapar, kemudian lelaki itu menangkis cahaya dari Tuan Garelio menggunakan sayapnya. Membuat cahaya itu memantul-mantul ke setiap sudut ruangan dan melesat ke luar jendela. "Jangan pernah kau melukai temanku lagi, k*****t!" Raiga menggeram dengan suara yang menyeramkan, aura biru mulai menyelimuti tubuhnya. "Sekarang, kau harus menerima seranganku! MALAIKAT k*****t!" Baru saja Raiga akan memberikan serangan pada Tuan Garelio, sebuah pukulan yang mengenai belakang lehernya membuat malaikat bersayap biru itu pingsan, dan tidak disangka-sangka kalau yang telah melakukan itu adalah Zapar. "Kawan, sudah hentikan," ucap Zapar dengan menerima tubuh Raiga yang jatuh ke dadanya. "Biar aku yang mengurus sisanya." Zapar langsung melirik wajah ayahnya dengan tatapan menindas. "Oho? Sepertinya akan menarik, kau mau menyelamatkan Nak Raiga, ya? Hatimu mulia sekali, Putraku. Tapi sayangnya, aku tidak tertarik padamu." Tuan Garelio terkekeh-kekeh melihat Zapar melakukan hal yang barusan. Mata Zapar mengerling pada wajah Raiga yang ada di dadanya lalu beralih pada Yuna yang tergeletak tidak berdaya di lantai dengan darah berceceran dari mulutnya. Melihat kedua sahabatnya disiksa oleh ayah kandungnya sendiri, membuat urat-urat nadi di seluruh tubuh Zapar menonjol, menandakan kalau dia sedang sangat kesal saat ini. "Puaskah kau," ucap Zapar dengan membaringkan tubuh Raiga di dekat Yuna. "Melakukan ini semua pada sahabat-sahabatku, Papa? Puaskah kau mengacak-acak hati mereka hingga tidak berdaya seperti ini, Papa? Aku tidak akan pernah memaafkanmu!" Tuan Garelio tersenyum mendengarnya. "Jika kau bertanya begitu, tentu saja aku masih belum puas. Andai saja kau membawa lebih banyak teman-temanmu untuk datang ke sini, mungkin dengan itu, aku bisa merasa sedikit puas, Zapar." SET! JELEGAR! Zapar mengaktifkan sayap merahnya dan terbang melesat ke tempat ayahnya berdiri sampai dia menabrak tembok hingga hancur berkeping-keping, membuat ruangan di sebelah terlihat akibat dinding yang terbuka. Tubuh Zapar terlempar ke ruangan sebelah yang merupakan ruang dapur. Dia menjatuhkan beberapa benda di sana hingga bunyi 'klontrang' bergema dalam sesaat. Dengan mudahnya, Tuan Garelio menghindari tubrukkan yang akan dilakukan Zapar, dia kini malah sedang duduk di kursi singgasananya, memandang putranya yang merusak beberapa properti rumahnya. Sungguh menyusahkan, pikir Garelio. "Menghancurkan dinding, memecahkan beberapa benda dapur dan mengotori lantai dengan keringat busukmu, apakah hanya itu yang bisa kau lakukan saat ini, Zapar? Bagiku, kau bukan siapa-siapa selain manusia paling buruk yang pernah kubuat bersama Anna, Istriku. Aku menyesal karena telah membesarkanmu, kuharap, kau bisa mati dengan cepat, Zapar." Mendengar provokasi yang dilontarkan oleh ayahnya membuat hati Zapar perlahan-lahan hancur, rasa sakit menusuk-nusuk jantungnya untuk berhenti berdetak, rasanya sangat menyesakkan. Tapi, Zapar tidak bisa berbuat banyak saat ini, walaupun yang dia bisa hanyalah menyerang dengan ceroboh, sama seperti Raiga, rasa semangatnya dalam mengalahkan Garelio, ayah kandungnya, tetap berkobar. Dia bangun dari posisi terjungkalnya di dapur, kemudian menyingkirkan beberapa sendok yang jatuh di kepalanya, dan menatap Tuan Garelio yang ada di ruang tamu melalui lubang yang dia buat di dinding. "Papa ... Aku ingin ... Kau memelukku." Setelah itu, Zapar berdiri tegak dan berjalan dengan langkah yang gontai dan lemas, kepalanya tertunduk lesu, matanya sayu karena sudah tidak kuat lagi. Dan keningnya berdarah akibat tabrakkan dengan tembok, darah itu menetes-netes di lantai. "Memelukmu? Aku lebih baik mati dari pada memeluk bocah busuk sepertimu, Zapar." jawab Tuan Garelio dengan tersenyum mengejek, dia tidak peduli pada nasib anaknya karena dipikirannya, jika putranya mati, dia dapat membuat lagi bersama wanita lain. Juga, dia tidak memikirkan rumahnya sendiri, karena dia pikir, dengan harta dan kekayaannya, membeli beberapa rumah baru sangat mudah baginya. Pemikiran Tuan Garelio benar-benar tidak mencerminkan seorang malaikat elit. Dia lebih mirip seperti seorang iblis, karena sikap dan kelakuannya sangat berkebalikan dengan malaikat pada umumnya. "Papa ... Aku ... Lelah." Bruk! Zapar terjatuh tepat di dinding yang menghubungkan dua ruangan. Napasnya terengah-engah karena lemas, dan tubuhnya tidak dapat berdiri lagi, yang dia butuhkan saat ini adalah istirahat. Tapi sayang sekali, situasinya sedang tidak memungkinkan. Dari mata Tuan Garelio tersimpan kekhawatiran setelah melihat anaknya jatuh seperti itu dengan lemas tidak berdaya, wajar saja, mau sebenci apa pun seorang ayah pada anaknya, rasa kasih sayangnya pasti tetap ada di hati nuraninya. Kedua kaki Tuan Garelio bergetar karena sedang menimbang-nimbang untuk melangkah menghampiri Zapar atau tidak sama sekali. Hatinya sedang saling menarik dalam memikirkan kasih sayang atau kebencian. Sialan. Kenapa aku bisa sekhawatir ini, padahal biasanya aku tidak peduli pada bocah itu. Tapi, kenapa sekarang ... Tuan Garelio berkeringat deras, matanya terus memperhatikan Zapar yang sedang terbaring di antara tembok yang hancur tersebut, melihat setetes darah yang keluar dari kening putranya membuat hatinya resah untuk sesaat. "Papa, tolonglah, bantu aku untuk ... berdiri." pinta Zapar dengan suara yang bergetar tidak berdaya. Pria misterius yang sebelumnya dibawa oleh Zapar dengan menggunakan tali hewan peliharaan kini sudah kabur dari ambang pintu, menghilangkan jejak karena tidak mau dilaporkan ke polisi oleh Zapar. Sementara Anna, ibu kandung Zapar masih mengintip di sela-sela jendela, dia masih sedang memanjatkan doa pada Tuhan agar suaminya dapat sadar kembali. "Membantumu berdiri, katamu?" ucap Tuan Garelio dengan muka sangarnya. "Aku tidak akan menuruti permintaan konyol itu, lagipula, aku tidak peduli pada nasibmu, teruslah menderita seperti itu." Meringis kesakitan karena luka di keningnya semakin terbuka, Zapar hanya bisa berharap pada ayahnya agar dia bisa membantunya untuk berdiri dan menyembuhkan lukanya. "Tapi sepertinya itu mustahil, kawan." ucap Zapar dengan mata berkaca-kaca. Puk! Tiba-tiba, sebuah tangan menepuk punggungnya dan siapa sangka kalau seseorang yang saat ini sedang berjongkok di dekat Zapar dan mengangkat tubuhnya untuk membantunya berdiri adalah, "Pa-Papa?" Zapar terkejut saat sadar kalau tangan lembut yang membantunya berdiri adalah Tuan Garelio, ayah kandungnya. Walaupun Garelio melakukannya dengan memalingkan muka, tidak memandang wajah anaknya, tapi itu cukup untuk membuat Zapar senang. "Astaga! Aku menangis!" Anna yang menyaksikan hal itu dari balik jendela girang-girang sendiri karena gembira bercampur kaget, dia tidak menduga kalau Garelio akan membantu Zapar untuk berdiri. "Lain kali, cobalah untuk menyerang musuh dengan hati-hati, Zapar. Aku tidak akan bertanggung jawab jika kau terluka seperti ini lagi." ujar Tuan Garelio setelah Zapar mampu berdiri walaupun ditahan oleh lengan kekarnya agar tidak terjatuh. "Terima kasih ... Papa." Zapar tersenyum pada ayahnya dengan muka yang sayu dan luka yang terpatri di keningnya. Garelio yang mendengarnya langsung menghela napas. Kemudian dia berkata, "Aku akan membawa Nak Raiga dan gadis berambut biru itu ke rumah sakit, beserta kau juga. Aku juga akan mengundurkan diri dari posisi kesembilan malaikat elit, sekaligus akan mempromosikanmu untuk menggantikan posisiku, Zapar." Zapar langsung melotot tidak percaya mendengarnya, padahal sebelumnya wajahnya sangat lemas dan sayu. "Ma-Maksudmu, aku akan diangkat menjadi malaikat elit ke sembilan!? I-Itu sangat gila! Papa, aku menolak! Aku masih belum mampu untuk melakukan hal itu, kawan!" Garelio tersenyum hangat pada Zapar. "Sayangnya, aku tidak terima penolakan." BERSAMBUNG ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN