Chapter 16

1507 Kata
"Tolong, buat dia bisa membuka mulutnya, Tuan Garelio!" "Oho? Permintaan macam apa itu?" Tuan Garelio berjalan mendekati Raiga, kemudian dia menatapnya. "Kau mau aku mengabulkan permintaanmu? Kalau begitu, kau saja yang bersujud padaku, memohon padaku, dan menjilati sepatuku, bagaimana?" Raiga mendecih mendengarnya. Dia sudah kesal sekali melihat tingkah Tuan Garelio yang semakin memuakkan, tapi dia tidak punya pilihan selain melakukan hal itu. Raiga memang terkenal dengan ketidakpeduliannya, tapi, itu hanya berlaku untuk orang lain. Jika menyangkut teman, dia akan rela mengorbankan apa pun agar temannya selamat. Karena itulah, saat ini, kedua lututnya sudah siap untuk jatuh ke lantai. Setelah lutut-lututnya menyentuh daratan, dia juga bersiap mendaratkan telapak tangannya di lantai bersama keningnya juga, dia membungkuk secara perlahan-lahan. Tuan Garelio benar-benar senang sekali melihat orang bodoh yang ada di depannya, jujur saja, sebenarnya syarat yang dia kemukakakan hanyalah candaan semata, mau Yuna atau pun Raiga melakukan itu, tetap saja dia tidak akan mengembalikan kutukan yang telah mengenai mulut gadis berambut biru itu. Namun, dia bahagia karena ternyata, masih ada orang yang benar-benar t***l untuk melakukan hal itu, lihatlah, bahkan Raiga sudah hampir bersujud untuk menyelamatkan temannya. Ini akan menjadi hiburan yang menarik, pikir Tuan Garelio. Yuna tidak mau melihat Raiga melakukan tiga hal yang diucapkan Tuan Garelio untuk menyelamatkannya. Karena itulah, dia langsung mencengkram punggung Raiga saat kening lelaki itu akan menyentuh tanah untuk bersujud pada Tuan Garelio, Yuna menghentikan memontum itu dengan cengkramannya. Raiga terkejut, punggungnya tiba-tiba ditarik untuk kembali berdiri seperti semula, dia tidak mengerti mengapa Yuna melakukan ini. Tapi, Raiga membiarkan Yuna menariknya hingga berdiri dan menatap wajah temannya itu. Setelah benar-benar berdiri, Raiga memandang Yuna dengan kekecewaan. "Kenapa kau--" PLAK! Ucapan Raiga terpotong karena wajahnya langsung ditampar oleh Yuna hingga kepalanya beralih ke samping. Padahal dia belum mengatakan apa-apa, tapi mengapa Yuna marah kepadanya? 'Bodoh! Apa yang kau lakukan! Hah!? Mencoba untuk menyelamatkanku dengan melakukan hal konyol begitu? Aku tidak mau diselamatkan dengan cara begitu, bodoh' Ingin sekali Yuna berkata demikian, tapi sayangnya kemampuannya dalam berbicara telah lenyap hingga akhirnya dia hanya bisa melakukan tamparan pada pipi Raiga untuk mewakilkan perasaan kesalnya. Yuna tahu, Raiga tidak akan mengerti, tapi dia berharap, lelaki itu bisa cepat-cepat sadar untuk tidak melakukan persyaratan konyol yang dikatakan Tuan Garelio karena itu percuma saja. Yuna tahu kalau Tuan Garelio tidak akan melepaskan kutukan ini walaupun dia sendiri atau pun Raiga melakukan persyaratannya, karena malaikat elit ke sembilan hanya ingin bersenang-senang melihat orang bodoh bersujud, memohon, dan menjilati sepatunya. Sadar kalau pertunjukkan yang akan dia tonton dihancurkan oleh Yuna, Tuan Garelio sedikit marah. Dia menghela napas sebelum akhirnya memberikan peringatan kecil pada Yuna. "Kau terlalu membosankan, gadis mungil. Seharusnya kau biarkan Nak Raiga bersujud padaku, karena dia akan menyelamatkanmu, lho? Apa kau tidak ingin kutukan yang melekat di mulutmu lepas? Sungguh kemunafikan yang tidak termaafkan. Dengan begitu, aku akan menambah hukuman pada kalian, tapi sekarang, hanya untuk Nak Raiga saja." Yuna dan Raiga terbelalak melihat jari telunjuk Tuan Garelio bercahaya lagi, yang menandakan akan ada orang yang dihukum olehnya, mendengar apa yang diucapkan malaikat elit itu, lelaki berambut perak hanya bisa tersenyum pasrah. Raiga tahu, cepat atau lambat, dia juga pasti akan terkena kutukan, sama seperti Yuna. BLATS! "BODOH!" Raiga dengan spontan berteriak kasar karena cahaya yang baru saja akan melesat masuk ke dalam tubuhnya malah dihalangi oleh Yuna yang mendadak berdiri di hadapannya, membuat cahaya kutukan itu lagi-lagi masuk ke dalam mulut gadis itu. "ARGH!" Yuna tiba-tiba pingsan setelah dia menelan cahaya itu, dia ambruk dengan darah menetes-netes dari mulutnya membasahi lantai. Raiga langsung membungkuk dan menyentuh kepala Yuna, dia memandangi wajah gadis itu sampai beberapa saat, Tes. Tes. Air matanya jatuh, menetes-netes, membasahi leher Yuna yang sudah tidak sadarkan diri. Seumur hidupnya, Raiga tidak pernah menangis seperti ini, terakhir kali dia menangis saat dia mencoba menyelamatkan temannya yang akan jatuh ke jurang, tapi sayangnya dia gagal melakukan itu, karena lengannya tiba-tiba keram yang membuat dia melepaskan pegangan dari temannya yang masih bergantung padanya dan akhirnya jatuh ke dalam jurang, akibat kesalahannya. Itu sebabnya Raiga menangis, dia menyesali perbuatannya karena telah gagal menyelamatkan teman masa kecilnya, dan sekarang, dia menangis untuk pertama kalinya dalam masa-masa SMP ini. Menangis karena Yuna malah ceroboh untuk menyelamatkannya, membuat gadis itu terkena dua kutukan sekaligus di tubuhnya. "Kenapa kau menyelamatkanku, Yuna! Padahal, kau melarangku untuk bersujud karena aku tahu, kau pasti marah aku melakukan hal bodoh pada malaikat sialan itu! Tapi ... mengapa kau juga melakukan hal bodoh untukku! AKU MARAH PADAMU! YUNA!" Raiga sangat terpukul melihat Yuna pingsan di hadapannya, rasanya dia telah ditusuk oleh sebuah pedang dari belakang, benar-benar menyakitkan. Untuk yang kedua kalinya, dia memandang teman dekatnya jatuh ke dalam lubang keputusasaan. Raiga tidak mau mengingat masa kecilnya saat itu, tapi perbuatan Yuna sudah membuat dirinya teringat akan kesalahannya di masa lalu. Tuan Garelio tertawa, akhirnya, pertunjukkan yang dia impi-impikan telah terjadi di depannya. Seorang gadis yang rela berkorban untuk menyelamatkan temannya, dan seorang lelaki yang menangis penuh penyesalan karena memandang temannya ambruk di hadapannya. Tidak ada lagi yang lebih menyenangkan dari pada ini, pikir Tuan Garelio. "Hahahaha! Istimewa sekali, ini sangat istimewa bagiku, aku tidak habis pikir kalau akhirnya, saat ini, aku dapat menonton suatu pertunjukkan yang meriah! Dan penuh dengan unsur perjuangan! Aku jadi ingin menangis melihat drama kalian." ledek Tuan Garelio dengan menyeringai pada Raiga yang sedang berlutut menangisi Yuna. "Aku ... muak." Tidak tahan lagi, akhirnya Raiga tidak punya pilihan selain bertarung melawan malaikat b******k itu. "Oho? Rupanya peran utamanya akan membalaskan dendam pada bos terakhir? Hahah! Terdengar seperti film-film super hero, bukan? Menarik sekali! Hahah!" Tuan Garelio terkekeh-kekeh, ini adalah hari yang menyenangkan baginya. Dia sudah bosan menyiksa istri dan putranya, dan secara mengejutkan, dua orang sukarelawan berkunjung ke rumahnya untuk melenyapkan rasa bosan itu dengan memberikan pertunjukkan yang menarik padanya, sungguh, Tuan Garelio jadi ingin berterima kasih pada Raiga dan Yuna. BLATS! Sebuah sayap muncul di punggung Raiga, sayapnya berwarna biru, yang memandakan kalau dia saat ini sudah menjadi seorang malaikat pendendam. Raiga tidak peduli, dia hanya ingin meluapkan rasa kesalnya pada Tuan Garelio. "Kau membuatku muak, sialan!" Raiga langsung terbang kencang menuju Tuan Garelio, menyadari dirinya akan diserang, malaikat kesembilan itu langsung menghindarinya dengan perlahan, membuat tubuh Raiga malah tertabrak kursi tamu sampai dia terpelanting ke tembok. "Kau mau melawanku? Boleh-boleh saja," ucap Tuan Garelio dengan menyeringai. "Tapi sepertinya, kau tidak memiliki keahlian dalam melakukan bela diri, ya? Yang bisa kau lakukan hanyalah terbang, terbang, dan menerjang musuhmu, tidak ada gerakan-gerakan lain dalam menghadapi lawanmu. Kalau kau sedang menghadapi bocah seumuranmu, sih, mungkin kau bisa menang dengan bermodalkan gerakan-gerakan menyedihkan itu, tapi sadarlah, wahai anak muda, posisimu saat ini sedang melawanku, lho? Seorang malaikat elit tingkat ke sembilan yang tentunya lebih berpengalaman dalam menghadapi pertarungan antar malaikat." Mendengar hal itu membuat kuping Raiga panas, dia sudah muak dengan ucapan-ucapan yang dilontarkan oleh Tuan Garelio. Karena itulah, Raiga bangkit kembali, tidak mempedulikan tubuhnya yang terluka karena menabrak kursi-kursi tamu hingga terpental ke tembok, yang ada di pikirannya saat ini adalah, "Melenyapkan malaikat sialan yang telah melukai temanku!" ☆☆☆ BRAK!! Melios lagi-lagi terkena serangan dari Zapar sampai dia tidak mampu untuk bergerak, semua orang yang mengamati pertarungan itu tak henti-hentinya merinding karena tegang. "Tarik kembali ucapanmu, kau menyebutku seorang gelandangan, kan? Ayo! Tarik kembali ucapanmu itu! Kawan!" Zapar terus memaksa Melios untuk menarik ucapan itu agar dia menghentikan pertarungan ini, karena jujur saja, dari awal, dia merasa kalau perkelahian ini berat sebelah. Sayap milik Melios berwarna abu-abu, yang artinya, bocah itu merupakan seorang malaikat penakut, dan Zapar tahu itu. Dan semua penonton pun sudah bisa menebak alur dari pertarungan ini setelah melihat warna sayap dari kedua pemuda itu. Merah melawan abu-abu, sudah jelas siapa yang akan menang, bukan? "Tendang aku lagi! Pukul aku lagi! Teruslah! Teruslah lakukan hal itu padaku, karena aku tahu, malaikat bodoh sepertimu pasti dengan senang hati melakukannya!" pekik Melios di saat tubuhnya sudah tidak bisa berdiri lagi karena telah terkena bermacam-macam serangan sebelumnya, mukanya saja sudah babak belur, tapi dia masih saja punya keberanian untuk memprovokasi Zapar. "Kau ... sebenarnya, apa maumu, kawan!?" Zapar sudah tidak mau menyerang Melios, karena lawannya memang sudah tidak berdaya. "Apakah hanya karena aku ini temannya Raiga? Yang membuatmu berpikir kalau aku juga adalah musuhmu? Hey, Melios! Aku tidak akan ikut campur pada masalahmu dengan Raiga, aku bukan orang seperti itu, aku memang terkenal sebagai anak yang nakal dan sombong, tapi untuk urusan musuh-memusuhi, aku tidak ahli dalam hal itu, kawan! Terserah kau masih ingin menganggapku musuh atau apalah, yang jelas, detik ini, kau sudah tercatat menjadi teman baruku, kawan!" Setelah mengatakan itu, Zapar langsung terbang, meninggalkan Melios yang masih terkapar di sana dan gerombolan penonton. Saat berada di ketinggian, Zapar merenung sesaat. Wajahnya seperti sedang memikirkan masalah yang membebaninya. Entah masalah apa itu, yang jelas aku pun sebagai penulisnya hanya bisa bertanya-tanya. ☆☆☆ "Heheheh! Akhirnya, kau sedang berada di dalam masalah besar, Kuruga Raiga Bolton, aku tidak sabar menantikanmu mati di tangan malaikat berjiwa sombong itu, hehehe!" Sosok bayangan hitam yang ada di gerbang kediaman Zapar sedang terkekeh-kekeh mengamati pertarungan antara Raiga dan Tuan Garelio. "Eh? Kau siapa?" Tiba-tiba, Zapar muncul di belakangnya. BERSAMBUNG ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN