Chapter 19

1530 Kata
"Hah?" Raiga menatap sayu muka Zapar yang ada di kasur sebelah setelah mendengar sesuatu yang mengejutkan. "Kau akan mengganti posisi Ayahmu di malaikat elit? Kau sedang berbohong, 'kan?" Kini Raiga dan Zapar berada di rumah sakit, di ruangan yang sama, tapi terdapat tirai biru yang memisahkan kasur mereka, Raiga mengobrol dengan Zapar setelah dia geser tirai itu agar bisa melihat lawan bicaranya yang ada di kasur sebelah. Bukan hanya mereka, Yuna pun ada di ruangan yang sama tapi sepertinya dia masih belum pulih. "Aku tidak berbohong, kawan!" ucap Zapar dengan perban yang menutupi keningnya, menatap Raiga yang sedang memasang eskpresi tidak percaya. "Kau bisa bicara pada Ayahku jika kau tidak percaya, kawan." Raiga mendengus lelah. "Memangnya kau mampu untuk mengemban tugas sebagai pasukan elit pada umurmu yang masih muda ini, Zapar? Kurasa kau tidak akan mampu, soalnya kau itu--" "Ayolah, seharusnya kau mendukungku, kawan? Mendengar sahabatmu akan diangkat menjadi malaikat elit, kau seharusnya gembira atau mengucapkan selamat padaku, bukan?" "Itu berbeda jika sahabat yang kumaksud adalah orang bodoh sepertimu. Tapi, terserahlah, aku tidak peduli." Mendengar ucapan Raiga membuat Zapar mencemberutkan bibirnya seperti anak kecil. "Raiga, Zapar? Apa itu suara kalian?" Terdengar suara Yuna di tirai sebelah, membuat mereka berdua kaget, Zapar langsung menggeser kain tersebut dan ternyata benar, gadis berambut biru itu sudah bangun walaupun lehernya diperban. Yuna menatap Zapar dan Raiga dengan muka polos. "Kenapa kita bisa ada di sini?" Raiga dan Zapar tersenyum mendengar pertanyaan Yuna. "Ini karena perbuatan Ayahku sehingga kita dikirim ke rumah sakit, luka yang kita terima cukup fatal, tapi dia sudah berubah, katanya dia ingin meminta maaf secara langsung pada kalian saat kalian berdua sudah benar-benar pulih, kawan. Oh, kalau menyangkut biaya perawatan, kalian tidak perlu khawatir, Ayahku yang menanggung semuanya." Yuna terkejut mendengarnya. "Itu artinya, keluargamu sudah kembali, Zapar. Aku senang sekali mendengarnya, kuharap keluargamu bisa akur selamanya." kata Yuna dengan suara yang lembut. "Oh, ngomong-ngomong," Zapar mulai bertanya dengan suara nyaringnya. "Kenapa kalian datang ke rumahku?" Raiga dan Yuna hanya bisa menghembuskan napas mendengarnya. "Sebenarnya Yuna yang mengusul ingin berkumpul denganmu, dia juga datang ke rumahku secara tiba-tiba." Raiga mengatakan itu dengan malas membuat Yuna menggeleng-gelengkan kepala sambil terkikik-kikik. "Ahaha, rasa rinduku pada kalian sangat besar hingga berakhir seperti ini. Maaf jika aku terlalu berlebihan, soalnya aku tipe gadis yang tidak sabaran." Yuna tertawa kecil di kasurnya, menurutnya, ini termasuk kesalahannya karena dia memaksakan diri untuk bertemu dengan sahabat-sahabatnya tanpa tahu kalau ada masalah yang memanas di keluarga salah satu sahabatnya, membuat mereka bertiga berakhir di rumah sakit seperti sekarang ini. Tapi Yuna bersyukur karena akhirnya keluarga Zapar bisa normal kembali, Tuan Garelio sudah berubah dan dia harap malaikat elit ke sembilan itu dapat menjadi ayah yang baik bagi anaknya. Bukan hanya itu, selama di perjalanan pun menuju rumah Zapar, dia mendapatkan pelajaran yang berharga bersama Raiga, seperti ketika muncul malaikat berandalan yang menghadang jalan mereka, dan ternyata malaikat badung itu tidak seburuk yang Yuna duga. Jika dihitung-hitung, Yuna mendapatkan pelajaran-pelajaran berharga saat berjalan bersama Raiga dan ketika berada di rumah Zapar, itu membuatnya senang. Walaupun tubuhnya luka-luka, Yuna tetap bersyukur. "Hey, hey! Apa kau sudah mendengarnya, Yun?" Tiba-tiba Zapar menatap Yuna dari kasurnya dengan nyengir kuda. "Sebentar lagi aku akan menjadi malaikat elit ke sembilan, menggantikan Ayahku! Kawan!" Mendengarnya membuat Yuna melotot dan menjerit. "KA-KAU GILAAAA! AKU TIDAK SETUJU ATAS HAL ITU! SOALNYA KAU ITU BODOH DAN ANEH, JIKA KAU MENJADI SALAH SATU MALAIKAT ELIT, KAU AKAN MENCORENG NAMA MEREKA, ZAPAR! DAN BERHENTILAH MEMANGGILKU DENGAN SEBUTAN ITU!" Pada akhirnya, Zapar malah dimarahi oleh Yuna dengan suara yang begitu tinggi sampai penghuni rumah sakit lain terganggu karena suara tersebut, bahkan para petugas yang sedang menjalankan operasi langsung terkejut mendengar teriakan Yuna. Raiga malah tidur di kasurnya, tidak peduli pada segala hal yang sedang terjadi di sampingnya, karena menurutnya, itu bukan urusannya. ☆☆☆ Seminggu kemudian, Raiga kembali bersekolah, duduk di kelasnya dengan menidurkan kepalanya di meja walaupun Pak Bravo sedang menjelaskan materi pelajaran di depan kelas. Begitulah kesehariannya di kelas, tidur dan tidur, bahkan Raiga tidak pernah ke kantin, perpustakaan atau ruangan-ruangan lainnya karena menurutnya itu merepotkan, kecuali jika diperintah oleh guru, baru dia ke sana, itu juga terpaksa. Felis, ibu kandung Raiga selalu menyelipkan sekotak nasi beserta lauk pauknya di dalam tas putranya setiap pagi, sehingga Raiga tidak pernah makan ke kantin, dia lebih suka menyantap masakan ibunya di kelas. BRAK! Saat memasuki jam istirahat, tiga pemuda dari kelas lain tiba-tiba menggebrak meja yang dihuni oleh Raiga, padahal saat ini penghuninya sedang tidur-tiduran. Mejanya berguncang dalam sesaat membuat Raiga sedikit membuka matanya dengan terpaksa. "Hey, kau!" seru salah satu pemuda yang sepertinya pemimpin dari dua orang lainnya pada Raiga. "Namamu Raiga, 'kan?" Mendengar namanya disebut, membuat Raiga menegakkan punggungnya dan mengangguk secara pelan untuk memberikan jawaban pada mereka. "Jadi benar, ya? Kalau begitu, ikut kami sebentar!" Dengan kasar, tangan Raiga langsung ditarik oleh pemuda tersebut membuat semua teman sekelas lelaki malas itu terkejut melihat Raiga diperlakukan begitu. Melios mengamati hal itu dengan jengkel dari bangkunya, kemudian dia mengikuti secara diam-diam ke mana perginya tiga pemuda yang membawa Raiga secara kasar. Bug! Punggung Raiga langsung dihentakkan ke tembok belakang sekolah yang sepi, tiga pemuda itu berdiri di depan Raiga dengan memasang wajah khas berandalan. "Hoaaam~" Raiga menguap lebar karena rasa kantuknya masih membelenggunya, kemudian dengan suara yang malas dia berkata, "Katakan saja apa mau kalian, aku sudah ngantuk." Mendengar pertanyaan itu membuat muka dari tiga pemuda itu gregetan pada Raiga. "Banyak yang bilang kalau kau pernah berkencan dengan gadis ini, 'kan? Hah!" Salah satu pemuda membentak Raiga dengan menunjukkan sebuah foto gadis berambut biru yang sedang tersenyum anggun. "Itu ... Yuna, 'kan?" tebak Raiga tanpa semangat. "Kalau aku memang pernah berkencan dengannya, kenapa? Apa kalian tidak suka?" Brug! Pemimpin dari trio berandalan itu langsung meninju tembok yang ada di dekat kuping Raiga hingga retak, wajahnya menampilkan kedongkolan yang luar biasa, dia sangat kesal. "Dia itu ... Sepupuku!" Raiga menaikan sebelah alisnya terkejut, kemudian dia menyeringai jahat. "Lalu kenapa?" tanya Raiga. "b*****t! Tentu saja kau akan kuhajar jika masih dekat-dekat dengan Zelila! Karena dia sepupuku!" ancam pria berambut hitam itu dengan mata yang memerah, pemimpin dari dua temannya. "Zelila Yuna Birikawa, itu namanya, 'kan?" kata Raiga dengan tersenyum kecil. "Dan kau memanggilnya dengan 'Zelila', menurutku itu sangat imut. Ternyata, dibalik tingkah berandalmu, kau suka yang imut-imut, ya, Rey?" Rey, sepupu Yuna yang mengancam Raiga terkejut saat Raiga mengetahui namanya. "Sejak kapan kau tahu namaku, b*****t!" bentak Rey dengan kasar. Raiga mendorong d**a Rey perlahan kemudian dia berbisik, "Kita semua punya nickname di pakaian kita, Rey. Kau ini bodoh atau lupa?" Raiga menguap malas. "Baiklah, sepertinya aku sudah tidak kuat lagi, aku ingin pergi tidur, jadi, bisakah kalian minggir dari hadapanku?" Rey dan teman-temannya kaget saat melihat bola mata Raiga yang membiru saat mengatakan itu. "Ka-kau!?" Rey tergagap-gagap, kemudian langsung lari terbirit-b***t dari hadapan Raiga diikuti oleh teman-temannya. Raiga yang menyadari tidak ada pengganggu lagi, akhirnya berjalan santai dengan memasukkan tangannya ke saku celana, dia akan kembali ke kelas. ☆☆☆ "Matanya biru! Aku melihatnya dengan jelas!" Napas Rey terengah-engah setelah sampai di kelasnya, dia membicarakan hal yang barusan dilihatnya pada kawan-kawannya. "Aku juga! Tidak salah lagi! Dia pasti malaikat pendendam!" timpal salah satu teman Rey dengan ngeri. "Sial sekali kita harus berurusan dengan malaikat seperti dia!" Rey menyesali perbuatannya, karena dia itu sebenarnya penakut jika berhadapan dengan malaikat yang kekuatannya lebih besar darinya. Alasan mengapa mereka begitu ketakutan hanya karena melihat mata biru dari Raiga berawal dari legenda yang diceritakan secara turun-temurun, yaitu sebuah legenda yang mengisahkan seorang malaikat pendendam yang pernah menghancurkan seluruh surga dengan sekali kibasan sayap, konon, penampilan dari malaikat tersebut semuanya serba biru. Bahkan, banyak rumor yang mengatakan kalau malaikat pendendam itu telah bereinkarnasi pada sesosok pemuda zaman sekarang. Karena hal itu, semua orang waspada pada setiap anak muda yang hidup di masa kini. Sistem malaikat elit dibuat semata-mata untuk berjaga-jaga dari munculnya kembali malaikat pendendam, karena itulah, banyak malaikat yang berlomba-lomba untuk melindungi tanah kelahirannya menjadi salah satu malaikat elit. ☆☆☆ "Raiga!" Melios memanggil Raiga saat lelaki itu baru saja akan duduk di kursinya, membuat seisi kelas menoleh pada mereka berdua. "Jawab pertanyaanku!" "Hmm?" respon Raiga dengan menatap Melios. "Matamu ... bisa berubah menjadi warna biru, 'kan?" Sontak, setiap anak yang mendengarnya terkejut tidak percaya. "Kalau iya, kenapa?" Mata Melios membulat. "Ja-Jadi, memang benar, ya? Kalau kau itu," kata Melios. "Malaikat Pendendam." Dan akhirnya, kelas pun riuh setelah mendengar perkataan Melios, setiap anak ada yang lari ketakutan, menjerit, mematung, menangis, bahkan kencing di celana. Mereka semua kaget karena ternyata rumor yang beredar memang benar adanya. "Kau bohong, 'kan?" Melios berusaha untuk tetap tenang. "Katakan saja padaku kalau kau bohong!" Karena lelah dan ingin cepat-cepat tidur di meja, terpaksa Raiga menyalakan mata birunya di hadapan Melios karena dia pikir, dengan begitu, Melios dapat membiarkannya untuk tidur. Tapi malah sebaliknya, Melios langsung membuka ponsel awannya dan menelepon seseorang di seberang sana, setelah beberapa menit, dia menutup teleponnya dan menatap Raiga. "Aku sudah memberitahukan hal ini pada Nona Risa, malaikat elit ke delapan. Dia akan segera datang ke sekolah ini dan membawamu ke suatu tempat yang dapat membuatmu lenyap dari surga, Raiga." Mendengar hal itu membuat Raiga menghela napas lelah. "Terserah. Selama dia belum datang, biarkan aku untuk tidur sebentar, oke?" BERSAMBUNG ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN