"Mencoba tetap sabar walaupun ada banyak yang membuat kesal."
***
Mereka sudah sampai rumah. Mario melihat Veni masih tertidur pulas. Sehingga dia ingin membangunkan pun kasian. Akhirnya dia turun dan memilih mengangkat Veni saja sampai kamar.
Veni hanya menggeliat saja saat Mario mengangkatnya. Tidak ada tanda-tanda bangun.
Sampai di dalam dia melihat Arum yang menyetel televisi sendiri. "Ngapain si jam segini baru pulang aku jadi sendiri tahu, Kak."
"Shuttt...." Mario langsung saja menyuruh Arum itu jangan berisik. Takut, nanti istrinya bangun dan mual lagi. Mario tidak tega melihat istrinya mual.
"Ngapain si digendong segala, manja banget."
"Shut...." Veni sepertinya hampir bangun. Mario langsung saja buru-buru ke kamar sebelum Veni bangun.
Setelah sampai di kamar dia langsung menidurkan Veni di kasur. "Udah sampe, Mar?" tanya Veni sambil mengucek matanya.
"Iya udah. Bobo lagi ya." Mario mengelus-elus jidat istrinya agar tertidur lagi. Kebiasaan Veni akhir-akhir ini begitu dia akan tidur lagi kalau Mario mengelus kepalanya. Dan Veni menyukai itu.
Setelah nampak istrinya tertidur nyenyak dia pun bangun. Dia Haus sedari tadi karena belum sempat minum setelah tadi makan beberapa suap. Dia pun ke luar kamarnya dan segera mengambil minum.
***
"Gimana si, Kak masa Tante berangkat bareng Kakak malah pulang bareng taksi."
"Arum kamu kok ngomong gitu si. Tante yang minta pulang bareng taksi kok. Kasian lagian sama Veni dia muntah-muntah terus di sana."
"Ya aturan...."
"Udahlah, Rum kamu itu enggak usah manjangin masalah bisa 'kan? Mama aja enggak masalah kok. Inget ya kamu emang tinggal di sini tapi kamu cuma sepupu."
"Kak Mario kok ngomongnya gitu sih. Pasti ini semua karna Kakak nikah sama Kak Veni kan. Coba aja dulu Kakak sama Kak Bhiya perasaan Kakak enggak bakal jadi suka marah-marah gini!" Arum walaupun sepupu dia memang berani sekali mengatur di rumah ini. Itu sebabnya yang selalu dimanja oleh Mamanya.
"Gausah bawa Bhiya ya, Arum! Kamu emang tahu masa lalu aku tapi kamu enggak berhak ngatur aku yang sekarang. Ngerti!"
"Udah-udah kalian itu kenapa jadi pada berantem sih. Arum apa yang dikatakan Kakakmu bener. Dan Tante juga lebih dukung kok Mario sama Veni. Sampe Veni sekarang bisa hamil, dia nurutin mau Tante juga buat ke luar kerja. Sedangkan Bhiya? Dia emang udah ke luar kerja tapi ada aja kesibukannya jadi bikin sampe sekarang belum hamil juga. Kalau kayak gitu siapa yang mau nurunin kekayaan kita nantinya. Mario sudah benar melakukan tugasnya."
"Tan aku kan tadi cuma kasihan sama Tante kenapa pulang sama taksi sedangkan Veni tadi sampe rumah aja digendong kayak enggak bisa jalan aja."
"Kamu tu enggak tahu orang hamil, Rum. Jadi, enggak usah banyak omong. Dahlah aku cuma mau minum doang kok segala ribet sama debat malam-malam. Mama juga enggak papa kan pulang sendiri?" tanya Mario lagi.
"Enggak kok, nak."
"Tuh kamu masih denger kan apa kata Mama. Mama enggak papa jadi kamu enggak usah ngatur!" ucap Mario lagi dengan final dia mengambil air es dikulkas lalu meminumnya. Hanya ingin minum saja dia harus berdebat malam-malam.
"Satu lagi, Rum. Kalau kamu masih ikut campur sama keluarga kita sedangkan kamu itu notabennya cuma sepupu yang bukan anak kandung di sini. Kamu bisa aja saya usir." Arum membulatkan matanya. Mario dengan teganya akan mengusirnya. Bisa-bisanya hal itu terjadi.
"Kenapa kok aku jadi diusir? Kakak udah enggak sayang aku lagi? Udah enggak mau nerima aku lagi?"
"Mar...." Dian ingin membantah hal itu. Karena bagaimanapun Arum ini anak dari Kakaknya yang kecelakaan. Dan Arum sudah tidak memiliki keluarga lagi jadi dia tidak tega kalau memang Arum harus diusir.
"Gapapa, Ma. Dari pada dia di sini jadi kompor terus. Padahal, kitanya juga enggak ada masalah. Dia lupa kali posisi dia itu apa. Inget ya kamu di sini cuma Numpang," ucap Mario menegaskan di kalimat akhir.
"Yaudah kalau gitu aku bakal pergi dari sini."
Dian langsung saja menarik tangan Arum yang mau pergi, "Gini aja. Kebetulan Mama ada rumah, di sana enggak dipake jarang. Gimana kalau kamu di sana aja, Rum. Nanti Mama bakal taro pembantu buat nemenin kamu juga."
"Tante ngusir aku juga? Jadi karena istrinya Kak Mario Tante juga ngusir Arum. Arum udah enggak punya siapa-siapa dan satu-satunya keluarga yang Arum pun cuma kalian tapi kalian tega ngusir aku."
"Ma aku mau ke kamar capek." Malas Mario berdebat dengan Arum yang selalu playing victim sehingga dia memilih untuk ke kamarnya saja.
Sampai di kamarnya dia tersenyum melihat istrinya yang masih tertidur tenang, padahal melihat wajah pucat istrinya tadi membuatnya kasihan. Dia tidur di samping istrinya.
Huft ... Mario baru teringat istrinya belum makan apa-apa. Apalagi tadi juga dia muntah. Mau dibangunin tapi kasihan juga takutnya kalau muntah-muntah lagi. Akhirnya Mario membiarkan istrinya itu untuk tertidur. Dia memeluk istrinya dari belakang lalu ikut tertidur.
***
Di sisi lain Arum masih menangis dipelukan Dian. Dian juga serba bingung tapi rasanya Arum yang sekarang beda dengan Arum yang sebelumnya jadi dia merasa bingung kalau dia harus menyuruh Arum tinggal di luar.
"Tante tega ya ngusir aku dari sini."
"Gini aja, Rum. Tante sebenernya enggak tega ngusir kamu. Asalkan kamu berubah. Kamu tahu Mario enggak suka bahas masa lalunya. Istrinya juga lagi hamil seharusnya kamu ngertiin dia dong."
"Tapi aku tadi cuma kasihan soalnya sama Tante. Masa Tante pulang naik taksi padahal berangkat bareng mereka. Aku kira Kak Mario itu semenjak sama istrinya sekarang berubah, Tan. Waktu itu juga gitu masa nganter istrinya duluan baru aku."
"Kamu 'kan udah dewasa, Rum seharusnya kamu paham dong. Apa yang harus kamu lakukan dan apa yang enggak. Masa kamu bandingin sama yang dulu terus. Kalau enggak kamu cari pacar aja. Atau mau Tante kenalin sama anak-anak temen Tante aja? Biar kamu kalau pergi ada yang nemenin. Soalnya Kakak-Kakak kamu itu kan udah ada kehidupan sendiri-sendiri beda waktu terakhir kali kamu belum ke Jepang mereka masih prioritasin kamu. Sekarang beda lagi." Arum pun menunduk lesu. Kenapa si mereka harus sudah menikah semua membuatnya jadi serba salah dan apa ini bahkan mereka tidak lagi mementingkan Arum.
"Yaudah nanti kita bicarin ini baik-baik lagi ya kalau ada Marvel kayaknya Mario juga lagi kecapekan makanya emosi. Sekarang kamu istirahat aja gih," lanjut Dian lagi kepada Arum sambil mengelus kepala keponakannya.