"Tanda-tanda itu mulai muncul."
***
Bulan ketiga kehamilan~~
"Ven aku belum boleh tidur juga? Ngantuk banget, Ven," ucap Mario. Mereka sedang bermain monopoli tengah malam. Bisa-bisanya Veni membangunkan Mario pukul satu dini hari hanya untuk bermain monopoli saja dan dia bilang itu sebagai nyidam. Apakah ini benar gais? Lebih baik Veni nyidam makanan dari pada jam tidur harus tersita setiap harinya.
Senyum Veni langsung memudar sedih. "Kamu enggak suka ya kalau main sama aku?"
"Ga gitu sayang. Maksudnya kan ini udah malem kita main lagi ya besok."
"Tapi 'kan besok kamu libur kenapa enggak mau."
"Iya makanya besok aku libur kita tidur dulu biar besok main lagi."
"Enggak mau, Mario kamu kok jahat banget sih. Aku mau kamu."
"Iya mau aku cuma udah malem." Veni yang geram pun langsung mengacak-acak monopolinya. Dia bangkit lalu menangis di kasur. Mario pun langsung saja meminta mengalah karena dia juga bingung nanti kalau istrinya marah.
"Oke-oke ayo kita main lagi aku udah enggak ngantuk lagi kok ini. Mataku udah jreng banget yang."
"Hiks ... hiks...."
"Yuk sayang yuk main gapapa kalau kamu mau sampe pagi. Tapi, jangan nangis dulu yuk."
"Hiks ... hiks..." Veni tetap saja menangis. Kemudian dia beralih untuk tidur saja. Mario pun ikut rebahan tapi Veni mendorongnya.
"Jangan tidur di sini sono."
"Nanti kamu sendiri loh, Ven. Kalau bukan aku yang nemenin."
"Biarin aku mau sendiri aja sono tidur di luar." Veni tetap tidak mau mendekati Mario karena kesal dengan laki-laki itu.
"Iya maafin aku ya. Aku salah," ucap Mario.
"Gak."
"Yah kok gitu si. Yaudah ayo main lagi aku udah enggak ngantuk." Mario masih mendengar suara sesenggukan.
"Kamu tahu 'kan aku pengen kayak gini cuma pas hamil doang, Mar. Kenapa kamu enggak mau nurutin aku sih. Kamu bilang mau kayak cowo lain yang nurutin mau istrinya nyidam. Lagian emang pas hamil pernah ngajak kamu main tengah malem. Enggak kan? Berarti ini juga kemauan anak kamu, Mario kenapa sih enggak mau nurutin. Kamu mau anak kamu ileran."
"Iya enggak kok maaf yaudah ayo kita main lagi."
"Gamau udah ga mood sono tidur di sofa jangan di sini aku gamau deket kamu."
"Nanti kamu sendiri di sini nangis lagi."
"Bodo sono gak! Aku enggak mau deket kamu, Mariooooo...."
"Iya-iya ini aku pergi." Mario pun mengalah dan tidur di sofa padahal saat bangun nanti pasti badannya akan pegel-pegel.
"Gausah bawa bantal sama selimut."
"Dingin yang. Terus nanti kepala aku sakit kalau enggak pake bantal."
"Yaudah aku aja yang tidur di sofa." Veni bangkit dari tidurnya tapi Mario menahan tangan Veni.
"Kamu mau ke mana? Mau ke kamar mandi? Atau mau minum? Mau makan?" tanya Mario lagi.
"Gak."
"Terus mau ke mana kamu?"
"Katanya kamu sakit 'kan tidur di sofa? Terus dingin yaudah biar aku aja. Kamu nyindir aku kan yang nyuruh kamu tidur di sana."
"Enggak kok enggak yaudah kamu bobo ya. Biar aku tidur di sofa." Mario pun bangkit untuk tidur di sofa sedangkan Veni dalam hati tersenyum tipis.
Dia pun tidur tapi membelakangi Mario. Dia membiarkan Mario tidur di sofa suruh siapa laki-laki itu menyebalkan.
***
Veni POV
Sudah sejam Veni hanya bolak-balik tidur kanan-kiri. Entah kenapa tidurnya jadi tidak tenang. Dia melihat Mario sudah mendengkur dalam tidurnya. Veni ingin membangunkan lagi tapi dia tidak tega.
"Anak Bunda Bobo yuk, Nak. Udah mau pagi loh sayang," ucap Veni kepada anaknya di dalam perut sambil mengelusnya. Anaknya itu malah semakin aktif menendang perut Veni membuat Veni kadang ngilu sendiri.
"Anak Bunda mau apa sayang. Kok enggak bobo-bobo, nak." Veni mengelus perutnya. Padahal, dia juga mengantuk tapi rasanya ada saja yang membuatnya tidak nyaman untuk tidak tidur.
Veni bangun dan duduk. Mario sepertinya kelelahan biasanya kalau dirinya bangun Mario juga bangun tapi suaminya tetap mendengkur. Veni berjalan ke Mario dia duduk di karpet berbulu dan Mario tetap saja tidur.
Tapi, entah kenapa saat dia duduk di karpet bulu dekat Mario anaknya jadi tenang tidak lagi menendang-nendang seperti tadi.
"Kamu mau sama Ayah kamu ya. Bilang dong, nak jadi dari tadi kamu bisa bobo. Sekarang bobo ya sayangnya Bunda." Veni mengelus perutnya. Anaknya sudah tenang sepertinya, dia juga sudah lelah dan mengantuk jadi sudah tidak ada gairah untuk jalan. Lagian kalau nanti dia balik ke kasur anaknya malah menendang-nendang lagi.
Veni meluruskan kakinya. Dia tidur dengan kepala bersandar bantal yang masih tersisa di dekat Mario. Akhirnya matanya pun bisa terpejam setelah sedari tadi di kasur dia hanya bolak-balik saja tanpa bisa tertidur. Anaknya itu ternyata ingin dekat Ayahnya padahal Veni sedari tadi sudah kesal dengan Mario.
***
Mario mengucek matanya. Dia merasa ada nafas yang mengenai wajahnya. Dia membuka matanya dan langsung terbangun. Dia kira tadi siapa yang berada di depannya ternya sang istri.
Dia bingung kenapa sang istri ada di hadapannya. Dia bangun untuk solat subuh karena mendengar adzan sedangkan istrinya belum juga terbangun.
Mario bangkit dan kemudian dia pun berinisiatif untuk mengangkat Veni. Tapi, Veni malah terbangun dari tidurnya.
"Eemmn. Mau ke mana?" tanya Veni dengan suara seraknya. Dia mengucek matanya dan melihat ke arah Mario.
"Kamu ngapain tidur di sini? Enggak capek tidur sambil duduk. Astaga, Veni kalau kamu mau tidur sama aku kan tinggal bilang."
"Ini semua gara-gara kamu tahu. Anak kamu maunya tidur sama kamu tapi kamu malah tidur di sofa! Jahat banget sih kamu sama anak sendiri." Mario mengerutkan keningnya bingung bukankah semalam yang menyuruh tidur di sofa itu Veni kenapa malah istrinya lagi-lagi memarahinya.
"Tapi 'kan yang nyuruh tidur di sofa semalem kamu, Ven."
"Ya itu semua gara-gara kamu! Pokoknya akutu kesel sama kamu, Mar. Sekarang pinggang aku makin pegel kan jadinya."
"Iya, maaf yaudah-yaudah. Ayo kita ke kasur aku gendong biar aku pijitin."
"Halah aku tu kesel sama kamu, Mar. Kamu semalaman bisa tidur enak sedangkan aku engga." Lagi-lagi pagi ini Mario hanya mendengar lagi ocehan istrinya. Untung dia tahan Banting sehingga dia hanya mengangguk.
"Aku semaleman tidur di sini aja kamu enggak bangun. Apa kamu sengaja enggak bangun kan biar istri kamu tidur di bawah terus kamu di ataas?" Seudzon lagi Veni.
"Enggak sayang beneran. Aku engga tahu kalau kamu nyusul aku."
"Hala...."