"Ternyata melepas kerinduan ini membuat hati tidak rela untuk meninggalkan lagi."
***
Sudah tiga hari dua malam Veni menginap di rumah keluarganya. Mario sudah mau menjemputnya katanya. Kerjaannya sudah selesai selama beberapa hari harus terbang ke luar kota. Makanya, dari pada Veni bosen di rumah dan karena Veni rindu pada keluarganya akhirnya Veni pun memilih untuk menginap di keluarganya dan untung saja Mario juga membolehkannnya.
"Pagi, Mi," ucap Veni.
"Sayang kamu pagi-pagi kok udah bangun,nak."
"Pengen nikmatin pagi sama Umi kemarin Veni udah bangun siang terus. Lagian nanti siang Veni dijemput Mario, Mi."
"Lho kok udah mau pulang cepet banget. Umi masih kangen padahal sama kamu," ucap Uminya. Veni duduk di samping Ibunya Dan meletakkan kepalanya di pundak Ibunya.
"Iya, soalnya Mario juga udah selesai kerjanya di luar kota. Kalau aku tetep di sini 'kan enggak enak sama Mario. Nanti dia tidur sama siapa."
"Wkwkw ... ya suruh tidur aja sendiri dulu. Atau kamu suruh nginep aja di sini dulu," ucap Uminya lagi.
"Bentar lagi Veni 'kan mau lahiran. Belum nyiapin barang-barang bayi, Mi. Kita juga mau beres-beres kamar bayi kita."
"Bayinya mau kamu tidurin sendiri?" tanya Uminya lagi.
"Enggak, Mi. Cuma nyiapin kamarnya aja mana tega aku tidurin sendiri. Dulu aja, Veni sama Umi tidurnya bareng terus sampe gede malah."
"Ya itu 'kan karena kamu penakut," ucap Uminya lagi. Veni pun terkekeh dia menelusup masuk ke leher Uminya, "Umi aku enggak nyangka lho bentar lagi aku jadi Ibu. Dan Umi jadi nenek. Waktu secepat itu ya, Mi. Padahal, hampir dua puluh jam dulu aku sama Umi dan Abi. Gak sedikitpun kita bisa saling jauh."
"Wkwkw ... iya, nak. Berarti Umi udah tua banget ya bentar lagi jadi nenek."
"Tapi, muka Umi masih muda kok."
"Halah kamu ini bisa aja kalau godain Umi."
"Ih serius kalau Veni cantik gini ya pasti Uminya lebih cantik, lebih awet muda ahhh sayang, Umi...." Veni memeluk erat Uminya dan mencium kening Uminya.
Saat mereka sedang bermesraan, Abinya masuk dan ternyata bersama dengan suaminya. Setahunya suaminya akan datang nanti siang kenapa pagi-pagi sekali sudah datang.
"Hadeuh ... pagi-pagi udah mesra-mesraan aja. Maklum ya Mario mereka emang deket banget. Jadi, walaupun udah nikah ya Veni masih nempel gitu sama Uminya," ucap Abinya.
"Gapapa, Bi wajar anak perempuan." Mario mendekat ke arah Uminya Veni lantas bersalaman.
"Baru datang, nak Mario?" tanya Uminya.
"Iya, Mi dan lihat Abi lagi santai baca Koran di depan. Aku kira Veni belum bangun karena aku chat belum dibales juga," kata Mario.
"Duduk, nak."
"Iya, Bi. Makasih." Mario dan Abinya duduk di seberang Veni dan Uminya.
"Kamu ke sini kok enggak bilang, Mar. Katanya mau siang ke sini makanya aku juga santai."
"Udah aku chat kamu tapi hp kamu ceklis satu aku kira malah kamu masih tidur."
"Hp ku masih mati males megang hp mulu. Pusing."
"Nah gitu, Bi, Veni tu jarang banget megang hp bahkan kadang yang bales chat temennya aja aku."
"Wkwkw ... Veni emang gitu kalau di chat. Makanya kenapa selama sekolah sampe dia kerja itu Abi minta nomor temennya yang deket biar kalau Veni enggak bales bisa tanya ke temennya. Dulu kadang kalau kerja kelompok juga enggak bilang, Mar makanya ya gitu. Suka susah dibilangin kalau apa-apa suruh ngabarin."
"Wkwkw ... oh ternyata udah Dari dulu."
"Hp itu enggak Bagus sering dipake, Mar. Enak itu contact langsung gini kalau ngontrol. Makanya aku kadang suka kesel kalau ada yang ajak ketemu tapi malah main hp," ucap Veni. Mereka semua tersenyum dan menganggukan kepalanya.
"Mario kamu udah sarapan? Kita sarapan dulu yuk Umi tadi udah masak nasi goreng seafood buat kita. Tapi, enggak tahu kalau kamu mau ke sini hari ini Veni baru banget bilang. Nanti Umi masakin lagi aja."
"Ah, Umi malah ngerepotin kayak sama siapa aja."
"Alah ngerepotin dari mana enggak lah kamu 'kan menantu Umi anak Umi juga masa ngerepotin. Yaudah yuk kita ke meja makan udah siap makanannya."
"Iya, Mi," ucap Veni. Mereka berjalan ke meja makan untuk sarapan bersama.
"Wahh ... Umi masak banyak banget gini kok katanya nasi goreng doang. Padahal ada ayam, telur belado sama tumis kangkung."
"Wkwkw ya 'kan ada nasi gorengnya cuma dikit."
"Tapi kan masakan yang lain banyak ya sama aja dong, Umi."
"Hahaha ... iya-iya yaudah yuk kita makan." Uminya pun mengalah dah mereka pun makan bersama.
***
Setelah mereka makan bersama Umi dan Abinya pamit pergi tadi. Karena ada tetangga mereka yang meninggal jadi mereka harus nyelawat lebih dulu. Tidak lama tapi cukup membuat Veni dan Mario berbicara juga tanpa adanya kedua Umi dan Abi.
"Mau pulang jam berepa, Mar?"
"Kamu udah mandi emang?"
"Wkwkw ... belum. Soalnya kamu bilang 'kan siang kalau enggak sore. Jadi, ya aku kira masih siang."
"Jangan bilang selama kamu di sini kamu mandinya siang ya. Bangunnya siang juga. s**u hamilnya juga diminum siang?"
"Enggak kok. Kalau sarapan gitu enggak siang, s**u juga aku minum pagi cuma kadang kalau mandi itu siang. Lagian aku cuma di sini kan ga lama, Mar. Ini masih mau di sini kamu udah jemput."
"Hmmm ... jadi enggak mau ni pulang sekarang."
"Ya enggak gitu. Kalau kamu minta aku pulang ya pulang. 'Kan kamu suami aku masa aku mau nolak perintah suami ya dosa dong," ucap Veni lagi. Mario tersenyum dan mengelus kepala istrinya. Dia menarik istrinya dalam pelukannya.
Kemudian Mario pun mengelus perut istrinya dan berbicara kepada anaknya, "Anak Papa lagi ngapain sayang. Papa enggak sabar ketemu kamu, nak. Jagoan Papa."
"Hehehe aku juga enggak sabar ketemu, Papa," saut Veni dengan suara anak kecil membuat Mario tersenyum.
"Yaudah gih, mandi ya sayang."
"Mau pulang sekarang ya?" tanya Veni lesu padahal dia masih ingin di sini dengan orang tuanya.
"Kita harus beli pakaian dan perlengkapan Dede sayang. Tadi, Mama juga udah ngajak. Kan udah tinggal bulan nanti kalau mepet malah buru-buru jadi enggak papa ya, sayang kita pulang. Lagian nanti 'kan bisa ke sini lagi kok."
"Yaudah deh apa kata kamu aja," ucap Veni lagi.
"Jangan ngambek sayang."
"Enggak kokk."
"Nah gitu dong baru istri aku. Yaudah gih mandi dulu," ucap Mario kepada Veni. Veni pun mengangguk bangkit dari duduknya dan menuju ke kamar dia untuk mandi. Sedangkan Mario tetap di ruang tamu karena keluarga Veni tidak ada tidak mungkin dia ke kamar berdua dengan Veni. Sedangkan rumah mertuanya itu di bawah tidak ada siapa-siapa takut ada yang masuk ke dalam.
Beberapa saat Mario menunggu di bawah istrinya belum juga menghampirinya. Sampai kedua orang tuanya pun datang.
"Assalamualaikum," ucap mereka berdua.
"Waalaikumsalam," jawab Mario.
"Loh, Mario kamu sendiri?" tanya Abinya yang baru datang.
"Veni mandi, Bi. Belum selesai kayaknya."
"Oh gitu."
"Abi ganti baju dulu cuci muka habis nyelayat juga 'kan Veni lagi hamil juga mumpung orangnya belum ada." Uminya mengingatkan suaminya untuk cuci muka dan ganti baju juga soalnya mereka 'kan dari nyelewat ke orang meninggal.
"Iya, Mi," jawab Abinya.
"Tinggal dulu ya, Mar."
"Iya, Umi." Mereka berdua berlalu meninggalkan Mario lagi. Mario asyik dengan tontonan bola yang sedang disiarkan di televisi. Beberapa saat kemudian lagi istrinya yang datang.
"Aku kalau enggak salah denger suara Abi sama Umi tadi. Apa aku salah denger kok belum ada orang?" tanya Veni lagi sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah.
"Kamu udah selesai mandinya?" tanya Mario menengok ke istrinya yang baru datang dan duduk di sebelahnya.
"Iya udah selesai kok mandinya. Pertanyaan aku jawab kenapa orang aku duluan yang nanya kok," ucap Veni kesal. Pasti selalu saja suaminya itu balik tanya.
"Wkwkwk iya-iya tadi engga fokus. Maaf ya. Apa tadi pertanyaannya?"
"Tuhkan belum ada semenit aja udah lupa gimana aku nanya sehari yang lalu, dua hari yang lalu seminggu yang lalu dah pasti enggak inget." Veni memutar bola matanya malas. Laki-laki itu kadang selalu membuat moodnya turun.
"Ada apa sih kalian ini kok ribut-ribut?" tanya Uminya yang menghampiri mereka sambil membawa bolu untuk mereka santap. Bolu yang kemarin mereka sempat beli Namun, lupa untuk dimakan karena ditaruh di kulkas.
"Eh enggak papa kok, Mi."
"Hmmm ... oiya ini ada bolu di kulkas semalem mau dikasih ke Veni lupa dan dia juga udah tidur. Tadi, ngecek kulkas ada yaudah Umi ambil."
"Oh gitu. Makasih, Mi," ucap Mario lagi. Veni yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk pun diambil oleh Mario. Lantas, Mario yang mengeringkannya. Veni pun tersenyum membiarkan suaminya saja yang mengeringkannya.
Uminya melihat mereka berdua bersyukur. Akhirnya anaknya bisa menemukan suami yang sayang dengannya. Sehingga dia tidak was-was anaknya akan sakit hati atau tersakiti. Melihat Veni yang kelihatannya bahagia pun membuat dirinya sebagai Ibu juga ikut merasakan bahagia.
"Enak ya, Ven udah dikeringin rambutnya, kamu makan bolu," ucap Abinya yang baru datang ke ruang tamu dan melihat anaknya romantisan dengan suaminya. Sama halnya dengan Uminya yang senang melihat kebahagiaan anaknya Abinya pun sangat lebih senang. Putrinya yang dia besarkan dengan baik akhirnya mendapat pujaan hati yang tulus.
"Akhirnya, Veni bisa bikin Abi iri juga," ucap Veni gantian. Abinya itu malah tertawa mendengar sindiran sang anak. Bukan sebaliknya atau apa.
"Hmm ... jadi bikin Abi iri nih," ucap Abinya lagi. Veni pun hanya terkikik geli.
"Abi kayaknya ini bentar lagi aku sama Mario mau pulang deh," ucap Veni mumpung ada kedua orang tuanya.
"Loh kok buru-buru enggak nanti siang aja?" tanya Uminya.
"Pengennya sih gitu, Mi. Tapi aku pengen sekalian beli barang-barang buat bayi juga. Karena belum ada yang dicicil sama sekali."
"Oh gitu. Kalian mau beli di mana emang?"
"Emmm ... belum tahu sih soalnya Mama juga mau ikut cari katanya. Atau Umi mau ikut juga?"
"Ahh enggak usah kalian aja sama mertua kamu, Ven. Ini tadi aja Umi udah dimintain tolong bantu-bantu buat masak yang orang meninggal tadi pulang dulu karena kamu nanti nyariin Umi."
"Iya tadi Abi juga sebenernya udah dimintain tolong juga buat bantu naikin tenda buat pengajian."
"Oh gitu. Berarti kalau gitu ya aku pulang sekarang enggak papa, Mi, Bi."
"Haish itu masih entar kok. Udah habisin aja dulu bolunya itu. Sayang kalau dibuang."
"Yakan buat cemilan Abi sama Umi masa malah aku yang makan."
"Ya enggak papa dong. Kan kamu yang nyidam juga."
"Hmmm...." Melihat Veni yang sedang hamil makan bolu dengan lahap saja membuat Umi, Abi dan Mario tersenyum. Kalau tidak hamil pasti Veni makannya susah dengan alasan pegel kalau makan. Anaknya ini dari dulu pasti gitu suruh makan aja bilangnya pegel mulutnya. Selalu saja Ada-ada saja. Tapi, Umi dan Abinya yang sudah biasa ya tidak masalah.
***
Setelah Veni membereskan barang-barangnya. Mereka pun pamit untuk pulang. Veni memeluk Umi dan Abinya bergantian. Perasaan ketika seorang anak sudah menikah dan main ke rumah orang tuanya entah kenapa malah seperti tamu.
"Umi makasih ya beberapa hari ini udah numpang di rumah Umi. Maaf kalau Veni nyusahin, Umi."
"Enggak papa enggak nyusahin kok. Kayak sama siapa aja sih kamu."
"Masih pengen di sini dahal soalnya udah lama enggak ke sini tapi masih mau beli perlengkapan bayi dan beresin kamar bayi juga."
"Yaudah 'kan kapan-kapan kalau ada waktu kamu bisa lagi main ke sini. Umi sama Abi selalu menanti dengan pintu terbuka kok," ucap Abinya.
"Iya, Bi pasti. Yaudah aku sama Mario pamit dulu ya. Umi sama Abi sehat-sehat. Jangan makan atau minum yang aneh-aneh lho."
"Iya-iya, kalian juga sehat-sehat ya. Nanti kalau udah mendekati kelahiran jangan lupa buat kabarin Umi sama Abi. Jangan diem-diem aja. Kami juga mau lihat cucu kami," ucap Abinya mengingatkan mereka berdua. Mereka berdua jadi merasa canggung dan tidak enak karena harus berbohong dan juga menutupi kecelakaan mereka kemarin.
Sedangkan kedua orang tua Veni mengatakan itu karena memang dia ingin anaknya baik-baik saja. Coba kalau mereka kemarin tidak tahu dan malah terjadi sesuatu bukankah Abinya malah akan murka dengan suaminya Veni. Tapi, untung saja Allah masih memberikan keselamatan untuk mereka.
"Assalamualaikum, Bi, Mi. Aku pamit dulu ya...."
"Waalaikumsalam, nak. Hati-hati nanti kalau sudah sampai rumah kabari Abi atau Umi ya untuk memastikan kalian."
"Iya, Umi, Abi," jawab Veni lagi. Setelah itu mereka pun segera masuk ke dalam mobil. Abi dan Uminya melambaikan tangan kepada mereka. Setelah itu, mobil mereka pergi meninggalkan rumah mereka.
"Semoga mereka selalu diberi kesehatan dan keselamatan ya, Bi."
"Iya, Aamiin ... yaudah yuk kita masuk, Mi. Siap-siap buat bantuin tetangga kita."
"Iya, Bi." Mereka berdua pun masuk ke dalam rumah. Mereka bersiap untuk membantu tetangga mereka masuk yang sedang dalam kesusahan itu.