Bab 16

1130 Kata
Malam pun tiba, seperti yang direncanakan mereka bertiga akan bergerak untuk naik ke puncak gunung. Sayang sekali, pertemuan dengan para penduduk desa berlangsung singkat. Padahal mereka sangat ramah, menyambutnya dengan baik. Steve merasa enggan meninggalkan tempat itu karena kehangatan yang telah mereka berikan. Akan tetapi mau bagaimana lagi? Misinya sungguh penting agar para penduduk Planet Aques damai seperti sedia kala. “Ada apa?” tanya Justin sambil mengemasi barang-barangnya. “Aku ingin kita tinggal sehari saja,” keluh Steve lalu kepalanya dipukul oelh Zack. “Ribuan nyawa masih berada di tangan pemberontak. Dan kau ingin bersenang-senang disini?Dimana letak hati nuranimu?” Steve merasa tertohok hatinya. Dan tidka menduga kalau Ares lebih manusiawi. Padahal naga itu sewaktu baru masuk ke dalam tubuh Zack terlihat acuh, tak peduli sama sekali. “Makanan apa yang kau berikan kepada Zack?” bisiknya kepada Justin. “Kalau perasaannya sudah timbul perlahan, bukankah mempermudahkan kita untuk menemukan kekuatan yang terisa.” Justin menatap punggung Zack yang sudah menjauh. “Kenapa kau jadi dramatis?” Steve menepuk bahu Justin. “Aku rasa, dia pria yang sangat baik.” Justin tak tahu siapa Zack Winter yang sebenarnya, karena data pria itu tak ditemukan sama sekali. Setelah Zack datang mengujunginya, dia mengutus seseorang memeriksa latar belakang untuk memastikan sesuatu. Sayangnya latar belakang itu benar-benar bersih. Lahir dikeluarga sederhana, dan tinggal sendirian setelah orang tuanya mengalami kecelakaan. Bhakan di sekolah pun Zack tak pernah berbuat aneh-aneh. Karena Justin melamun, Steve mendorongnya dengan pelan agar berjalan. “Jangan sampai linglung.” Pria itu menggelengkan kepala. Justin pun menggunakan kekuatannya untuk membawa mereka menuju ke puncak gunung. Tiga air berbentuk angin tornado itu terus berjalan melewati medan-medan terjal hingga membuat para hewan penghuni hutan cukup ketakutan. Karena Justin tak ingin membuat keributan, maka dia memutuskan untuk menghentikan kekuatannya. Sebab lokasi dari puncak gunung sudah berada tak jauh dari mereka mendarat. “Kenapa tidak sampai puncak sekalian?” tanya Steve berusaha mengeringkan diri dengan api yang dimilikinya. “Para hewan buas ketakutan. Takutnya turun gunung melukai para penduduk.” Justin menatap area mereka berdiri. “Dari sini kita akan berjalan. Lagi pula sudah sudah dekat.” Zack merasakan hawa permusuhan yang hebat ketika melihat sekelebat beberapa bayangan orang. “Cepat.” Dia bahkan lari cukup cepat padahal kondisi jalan menajak. Steve yang masih belum paham kondisi hanya diam membeku. “Kenapa dia jadi seperti itu?” tanya Steve menatap Justin yang terbengong. Seorang pria dari belakang hendak memukul Steve. Seketika dia menariknya maju ke depan beberapa langkah. “Oh... Refleks yang bagus,” kata Maxel sambil menyeringai. “Siapa kau?” tanya Justin memasang wajah waspada. “Kalian tak perlu tahu.” Maxel menggunakan pisau kecil yang ada di tangannya sebagai senjata untuk melawan dua pria yang ada dihadapannya. Sekali gerakan gagal karena Justin menangkis dengan cepat. Sementara Steve mundur beberapa langkah tak tahu jika tepat dibelakangnya ada seorang pria lagi yang menarik tubuhnya dengan cepat. Dia dibanting ke tanah cukup keras sampai merasa kesakitan luar biasa. “Benar-benar sangat menyebalkan.” “Tuan Wilson, kau seharusnya berada di rumah saat ini.” Dia Lion memiliki warna mata yang berbeda saat sedang merasa kesenangan. Kanan berwarna merah, dan kiri berwarna biru. “Steve bangun!” panggil Justin masih melawan Maxel yang berusaha melukainya. “Fokus kepadaku, Justin!” Maxel terus menerus menernyerang tiada henti meskipun Justin menghindarinya cukup lihat. Tidak mengenai tubuhnya, taoi membuat tenaga kehabisan adalah tujuan utamanya. “Aku tak bisa menahannya!” Steve memukul tanah, mengumpulkan energi yang ada ditubunya. Tidak lama kemudian seluruh tubuh dikelilingi api berwarna merah dan kuning. “Dia seorang pengendali!” Lion terpekik mundur beberapa langkah. “Aku pikir kalian hanya manusia biasa. Kalau begitu, kami tak akan sungkan, kata Maxel. Air yang ada di sungai tak jauh dari pertarungan mereka langsung terangkat di udara. Membentuk bola air bentunya seperti bola kasti, totalnya ada lima bola. Langsung dilayangkan kepada Steve. Siapa sangka, Justin menggaggalkannya dengan menggunakan tornado kecil sehingga bola air itu pecah. “Kau lawanku!” Lion menggunakan melayangkan batu yang ada di tanah ke arah air itu sehingga pertahanan air jatuh ke tahan. Justin dan Steve pun berkumul dan memasang wajah waspada. “Mereka adalah ras campuran,” bisik Steve menatap tanda dahi yang ada di dahi mereka. Hanya Steve yang bisa melihat apakah mereka manusia biasa atau ras campuran. “Bagaimana dengan Zack?” Justin snagat khawatir, tapi dia snediri terjebak oleh dua ornag yang tidak dikenal sama sekali. “Kita harus mematahkan aliran energi mereka untuk sementara waktu,” usul Steve merasa dalam kondisi yang tak baik. Pasalnya mereka mengetahui identitasnya. Pasti ada orang dibalik kinerja mereka. “Jangan membuang waktu!” Justin berlari ke sisi kiri. “Sekarang!” Dia mengangkat kedua tangannya, mengumpulkan air hingga terbentuk dua bola besar berukuran pas untuk manusia. Lion dengan cepat membuat kuda-kuda hendak membentuk benteng. Steve pun menghilang dalam sekejap muncul dari belakang Lion langsung memercikkan api biru ke bagian tangan kananya hingga melepuh. “Sialan! Maxel!” teriak Lion. Ternyata Maxel sedang berusaha merebut air milik Justin tapi tak bisa. Dia malah terpental jauh beberapa meter hingga menabrak pohon, sampai nyaris pingsan. “Sekarang!” titah Steve. Dua bola besar itu langsung di layangkan ke muduh sampai menelan habis tubuh mereka berdua. Steve langsung membuat pola bintang untuk mengunci aliran energi mereka yang berada di pusat perut. “Setidaknya ini bisa membuat mereka berhenti untuk sementara waktu.” Api berbentuk pola bintang berwarna biru di tempelkan ke perut mereka satu persatu. Keduanya berteriak kesakitan dan akhirnya pingsan. “Kita pergi sekarang!” Justin melepaskan air yang menjereta mereka berdua. “Cepat! Waktu kita tak banyak!” Meskipun Steve cuek, tapi dia sendiri juga tak bisa membiarkan Zack yang masih manusia biasa dalam kondisi berbahaya. Lalu, bagaimana dnegan dia? Pria itu bersembunyi dibalik semak-semak karena merasa tidak aman. Instingnya berkata bahwa orang yang dihadapi cukup kuat. Dia sendiri masih manusia biasa, belum memiliki kekuatan satu elemen pun. “Sialan! Jika terus seperti ini aku yakin akan mati duluan.” Perasaan cemas dan waspada pun menjadi satu. Zack bukan orang bodoh yang tak tahu kondisinya. “Dia benar-benar pengedali api yang cukup hebat, hampir setara dengan Steve. Hidung Zack mengendus sesuatu, sontak dia langsung berdiam diri. Benar saja, seorang pria berkaos hitam melintas tepat di depannya. “Aku tahu kau di sini, Zack Winter. Keluar dan patuhlah... kau naga yang taat.” Mata Zack membulat karena pria tersebut mengetahui identitas dirinya. Siapa dia? Dia adalah Martin yang tak kenal ampun. “Jika kau tak keluar dengan baik, maka aku akan memaksamu untuk keluar.” Susana semakin tegang kala Martin mulai membakar semak yang ada disekitarnya. Zack hanya bisa melotot karena api itu mulai merembet dan mengarah padanya. Aku tak bisa di sini lebih lama lagi. Aku harus pergi, pikir Zack berusaha mencari solusi. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN