Bab 17

1113 Kata
Steve menggunakan dua bola api di bawah kakinya untuk terbang, begitu juga dengan Justin. Mereka berdua sedang mencari keberadaan Zack yang sedang bersembunyi. Dari jauh tampak ada kobaran api yang menyebar. Justin bergegas memadamkan api yang mulai menjalar itu. sementara Steve melihat seseorang yang langsung melayangkan kekuatan elemen api kepadanya. Langsung saja dia juga melakukan hal yang sama sehingga api yang saling bersentuhan itu langsung menghilang. “Siapa kau?” tanya Steve sambil turun ke tanah. “Bukan urusanmu. Urusanku dengan naga itu,” geram Martin tertahan. Justin yang masih mengambang di udara mengedarkan seluruh pandangannya untuk emncari keberadaan Zack. Dia melihat Steve sedang bersitegang dengan orang asing. “Dia lumayan kuat.” Justin turun perlahan menuju ke lokasi kebakaran. Bau hangus yang menguar dan juga asap yang mengepul membuat pandangannya terhalang. “Zack!” panggil Justin cukup keras. Zack yang dipanggil hendak bangkit tapi kakinya mati rasa sehingga tubuhnya tak seimbang. Pria itu jatuh berguling-guling sebab medan miring. Ditambah lagi tanah sedikit becek akhibat curah hujan yang tinggi. “Sial!” geramnya tertahan masih berguling-guling menabrak rerumputan, batu dan juga pohon-pohon kecil. Akhirnya Zack pun tersangkut di batu yang cukup besar. “Tubuhku sakit semua.” Saat hendak bangkit, dia malah terpeleset dan langsung jatuh ke tebing. Ternyata nasibnya begitu miris hingga harus terjun bebas ke dasar tebing. Zack diam tak bersuara, takutnya musuh akan mengetahui keberadaannya. Sedangkan Justin yang berada di lokasi tempat bersembunyiannya tadi masih sibuk mencari pria itu. “Dia tak ada di sini.” Justin menyibakkan semak-semak yang masih utuh belum terbakar. “Ada jejak kaki.” Jejak kaki itu berhenti ditempat, dan ada bekas semak-semak yang patah. “Sialan, sepertinya dia jatuh.” Justin berlari mencari keberadaan Zack sambil terus memanggilnya. Langkah kaki pria itu berhenti pada sisi tebing. “Aku tak menyangka akan ada tebing di sini.” Saat hendak menggunakan kekuatannya, bunyi dentuman hebat terjadi. Steve terlempar beberapa meter ke belakang karena terkena imbas ledakan. “Justin! Aku butuh bantuanmu!” Mengingat ornag yang dihadapi sangat kuat, Steve terlihat kuwalahaan. Justin langsung terbang menggunakan tornado air kecil menuju ke arahnya. “Zack hilang, kita bereskan dia dulu.” “Dua lawan satu. Sungguh tak adil.” Martin membuat beberapa bola api. Justin dan Steve pun saling pandang satu sama lain, mulai menghindar ketik Martin menggunakan api itu. “Sekarang!” teriak Steve. Bola air cukup besar tiba-tiba muncul dibelakang Martin dan menelannya sehingga semua tubuhnya berada di dalam air. “Dia berusaha untuk melepaskan diri.” Justin mengerutkan kening saat Martin menyemburkan api ke seluruh tubuhnya. Dia harus memperkuat bola air yang menelan tubuh pria itu. “Pria ini terlalu kuat. Kita tak bisa membuat pusat energinya terputus.” Keringat Justin terus menetes saat menahan kekuatan Martin yang hendak menembus perisai bola airnya. Dengan cepat, Steve membentuk pola bintang. Kali ini apinya bukan berwarna biru, melainkan berwarna merah. “Cepat!” pinta Justin sudah tak kuasa. “Jika kau terus saja membuatku terburu-buru. Apiku tak bisa terbentuk sama sekali.” Padahal Steve berusaha untuk emmbuat api biru, tapi yang muncul malah sebaliknya. “Sialan!” teriak pria itu sambil melayangkan pola bintang besar ke arah Martin. Bunyi ledakan cukup besar karena kekuatan mereka saling berbenturan. Martin terlempar satu kilo ke belakang hingga menabrah beberapa pohon. Lukanya cukup serius hingga darah tergores di semua bagian tubuhnya. Lalu, Steve dan Justin terlihat kelelahan karena mengeluarkan energi yang cukup banyak. “Aku merasa energi terkuras luar biasa.” Steve langsung ambruk ke tanah, menatap langit malam. “Waktu kita akan terbuang sia-sia, Steve. Zack saja belum ditemukan. Kita harus mencarinya.” Justin ingin melangkahkan kakinya, tapi kaki itu bergetar sehingga tak bisa bergerak sama sekali. Tempat yang sama, lokasinya yang berbeda. Zack yang terjun bebas ke jurang sedang mengelantung-gelantung dengan akar pohon yang kuat. Pria itu pun memutuskan turun karena melihat ada suara gemericik air di bawah sana. Kondisi medan yang gelap tak menyurutkan keinginan Zack untuk terus turun ke dasar jurang. Mata merahnya pun menyala, sehingga penglihatannya menjadi tajam. Meskipun dia hanya manusia, tapi insting dan kekuatan alami milik naga masih melekat. Zack terus turun hingga kakinya menyentuh tanah. Kondisi sekitar cukup dingin seperti berada di kutub es. Pria itu menatap sekitar dan hanya melihat bebatuan saja. Kepalanya mendongak ke atas, mendesah beberapa kali karena bintang yang ada di langit semakin jauh. “Andai saja aku masih menjadi naga. Pasti tak akan sesulit ini.” Menjadi pengecut bukanlah gaya Ares. Tapi karena fisiknya hanya manusia biasa, dia tak punya pilihan selain kabur atau bersembunyi untuk sementara waktu. Zack mulai berjalan mencari keberadaan air. Beberapa kunang-kunang menyambutnya sehingga ada cahaya meskipun minim. Pria itu terus berjalan hingga menemukan air yang menetes pelan di genangan air yang cukup luas. Asap yang mengepul dari air menandakan kalau air itu bertemperatur hangat. “Jika ada air hangat di sini. Kemungkinan kawah gunung sudah dekat.” Beberapa kunang-kunang pun muncul kembali dari tempat gelap. Sepasnag mata merah menyala sedang bersembunyi dibalik bebatuan besar. Zack merasa ada yang salah dengan tempat yang dipijaknya. “Aku harus tenang. Mati sekali tak boleh lagi.” Dnegan perlahan, dia berjalan setapak demi setapak sambil mempertajam telinganya. Suara hewan yang merayap cukup jelas terlintas di telinganya. Bayangan berjalan dibelakang tubuh Zack membuat seluruh tubuhnya membeku. “Aku naga. Tak akan takut apapun.” Meskipun dia naga, tapi sekali lagi kalau tubuhnya adalah manusia biasa. Jika tergores, maka akan merasakan sakit luar biasa. “Tenanglah Zack. Tidak ada hal buruk yang akan terjadi.” Zack menoleh kebelakang, tapi tak ada apapun. Dia terlihat lega dan bersyukur. Tapi siapa sangka, hewan itu berada di depannya sambil meneteskan air liur. Seekor laba-laba raksasa berwarna hitam yang siap memangsa buruannya sedang berada tepat di depan Zack. “Ternyata kau.” Air liur menetes berwarna hijau membuat Zack yang hanya diam terpaku. Dia tersenyum semirik merasa hidupnya konyol. “Aku rasa berhadapan denganmu adalah takdir.” Siapa yang menyangka akan ada laba-laba setinggi dua puluh kaki yang sedang kelaparan. Tapi wajar saja karena tenpat yang dipijakinya sangat gelap dan juga lembab. Zack mundur perlahan, melirik ke arah berbatuan. Dia bergegas lari sejauh mungkin. Si laba-laba mengejar dan tak lupa mengeluarkan jaring-jaringnya hendak menangkap Zack. Beruntung sekali semua tembakan jaring itu meleset. Zack pun bersembunyi di balik bebatuan, menatap ke arah waduk air panas. Aku harus menggiringnya masuk ke sana, pikir Zack terus menatap situasi, apakah aman atau tidak. Melihat laba-laba yang sedang mencarinya, dia bergegas lari melopat ke bebatuan. Air panas itu menguap sehingga sang laba-laba mundur beberapa langkah. “Sialan...! Sangat panas. Aku tak bisa bertahan lebih lama.” Bunyi air yang mendidih terdengar jelas menggema di seluruh tempat itu. Zack masih bertahan, berdiam diri menatap laba-laba yang setia menunggunya. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN